Semangat Muda dalam Forum Lintas Generasi #BetterTogether

Foto: Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa)

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) menyelenggarakan Forum Lintas Generasi pada tanggal 8 hingga 10 Agustus 2023 dengan mengundang 2 mitra konsorsium yaitu Sekber’65 dan PBH Nusra dengan relawan  pendamping dari masing-masing wilayah yaitu Surakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selain itu, forum ini dihadiri oleh orang muda yang berada di wilayah Jakarta, Cilacap, Tangerang, Tanjung Priok, dan Bekasi dengan isu yang sama yaitu peristiwa 65/66, dan peristiwa Mei 1998. Jumlah orang muda yang hadir sebanyak 16 orang, 12 pendamping lansia, serta 12 orang lansia. Dengan jumlah laki-laki  17 dan jumlah perempuan 23 orang. Pertemuan Lintas generasi yang menggabungkan orang muda, dan lansia penyintas merupakan acara penutupan dari program voice selama 2 tahun program ini berjalan. Tema atau tagline dari program voice ini yaitu #BetterTogether yang memiliki pengertian apabila kerja – kerja HAM yang dilakukan secara bersama jauh lebih baik karena kerja-kerja ini menyangkut pemenuhan hak ekosob bagi penyintas 65 yang melibatkan Lintas Generasi.

Forum Lintas Generasi ini membahas hal yang berbeda dari masing-masing hari, hari pertama membahas tentang Proses refleksi bersama (kilas balik) 10 tahun terakhir, hari kedua membahas tentang Mengumpulkan Pengetahuan (membaca konteks kekinian),  dan hari ketiga yang merupakan hari terakhir membahas tentang Mengembangkan Strategi.

Hari pertama

Dua tahun bukan waktu yang sebentar namun juga bukan waktu yang terbilang lama, tetapi ada perubahan-perubahan yang dirasakan oleh masing-masing baik oleh IKa, Sekber’65 dan juga PBH Nusra. Berlangsungnya Lintas Generasi ini membuktikan bahwa tidak semua orang paham tentang peristiwa pelanggaran berat HAM yang terjadi di Indonesia, namun orang muda ini mau dan melakukan dengan sadar dalam menjadi bagian dari perjuangan dalam memperjuangkan keadilan HAM seperti yang dikatakan oleh Isnur yang merupakan salah satu narasumber pada acara ini. Ia mengatakan “perubahan-perubahan atau perjuangan yang selama ini dilakukan oleh berbagai kalangan merupakan dampak atau respon dari pemerintah contohnya INPRES (Instruksi Presiden), hal itu bukan semata-mata diberikan oleh pemerintah namun ada usaha korban, pendamping yang bergerak terus menerus” Muhammad Isnur (Ketua Umum YLBHI).

Belajar HAM tidaklah mudah, butuh waktu yang cukup panjang untuk memahaminya, seperti yang dilakukan pada forum Lintas Generasi ini. Semua peserta yang hadir dari masing-masing organisasi/ komunitas diajak untuk melakukan refleksi/ kilas balik dalam 10 tahun terakhir perjalanan yang sudah dilakukan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu mulai dari kasus pelanggaran HAM berat apa saja yang selama ini menjadi perhatian hingga mimpi apa yang masih dirawat hingga kini. Jawaban yang diperoleh oleh masing-masing peserta beragam  seperti kasus yang pernah terjadi di NTT yaitu pembunuhan masal yang mengakibatkan trauma hingga terstigma oleh lingkungan, dituduh sebagai underbouw PKI lansia penyintas di Sekber’65, perempuan yang dipenjarakan dengan tuduhan Gerwani dan masih banyak lainnya. Namun dari itu semua ada mimpi yang hingga kini masih menjadi harapan dari para penyintas yaitu mendapatkan pengakuan negara, kejadian kelam tidak terulang kembali, mendapatkan kompensasi yang layak dari negara, restitusi dan rehabilitasi dan masih banyak lainnya.

Luka yang dialami oleh penyintas tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata betapa pedihnya kejadian masa kelam tersebut sehingga tidak semua penyintas mau menceritakannya karena masih ada trauma yang mendarah daging hingga kini tahun 2023. Menurut Gandes (narasumber Lintas Generasi) ada 2 tipe korban/ penyintas pelanggaran berat HAM masa lalu “luka yang tidak mau diceritakan, dan luka yang bersedia untuk diceritakan. Sejarah tidak seharusnya untuk dilupakan, justru dari sejarah kita dapat membuat sebuah perubahan”. Cecilia Gandes (Manajer media sosial Kompas).

Hari Kedua

Pada hari kedua pengetahuan yang diperoleh atau informasi yang diperoleh direfleksikan kembali yang dituangkan pada pembentukan kelompok untuk saling berbagi cerita yang ada dari kasus 65/66 dan 98 dari orang muda akan bertukar organisasi untuk mendapatkan informasi dari kasus yang terjadi di tempat yang menjadi korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Seperti kasus 65 yang terjadi di Maumere adanya peraturan wajib lapor bagi penyintas setiap bulan dan pemberian kartu C bagi para korban tragedi 65 yang mengakibatkan para korban tidak menerima hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, salah satunya adalah Hak Memilih dalam Pemilu beberapa tahun silam. “Sebelum tragedi 65, kami berjuang untuk rakyat, namun pasca 65 kami berjuang untuk diri sendiri, bukan karena egois, tetapi berupaya untuk bertahan dan survive di tengah apa yang telah terjadi” Kris (Solidaritas Indonesia).

Tak hanya kasus 65/66 yang menyayat hati tak terlupakan juga kasus dari Mei 98 Ibu Ruminah (penyintas 98) mengatakan “kalau saya dari semenjak jadi korban Mei 98 tidak pernah senang, selalu diintimidasi sama orang-orang yang nggak suka sama korban Mei 98”.

Berbagi cerita yang didapatkan dari korban maupun pendamping tidak berhenti disitu, peserta dari masing-masing kelompok yang terdiri dari 4 kelompok yaitu kelompok Flaron, Kelompok Sergius, Kelompok Rusa, dan Kelompok Pemburu Keadilan, perlu menemukan titik relevansi dengan cara menuliskan mengapa penyelesaian kasus harus dilanjutkan oleh orang muda.  Ada berbagai jawaban seperti dosa masa lalu tidak terulang kembali, orang muda melakukan kampanye dan dokumentasi (digitalisasi), pemulihan hak-hak korban pelanggaran berat HAM masa lalu dengan mengawal implementasi Inpres No. 2 tahun 2023, orang muda adalah garda terdepan bangsa Indonesia, dan mengembalikan hak dan martabat korban. Hal itu semua merupakan upaya dari titik relevansi dari masing-masing kelompok yang bisa dilakukan oleh orang muda.

Hari Ketiga

Hari ketiga ini merupakan hari terakhir, ada moment seru ketika lansia duduk bersama dan saling menguatkan mereka saling berbagi pesan bahwa merawat keadilan dan HAM kami serahkan tongkat estafet kepada orang muda dengan berbagai upaya dan strategi yang bisa dilakukan dari ranah negara seperti mendorong pemerintah untuk membuat kurikulum sejarah yang lebih valid, mendorong pemerintah meratifikasi konvensi penghilangan paksa yang saat ini masih tertahan di DPR. Upaya dalam ranah masyarakat yaitu dengan menjaga masyarakat dari ide-ide ekstrimisme dengan melakukan sosialisasi mengenai kesadaran HAM, memperbanyak strategi kampanye, melibatkan orang muda dalam memperjuangkan hak-hak korban dan dalam organisasi gerakan HAM. Upaya dalam pendampingan korban yaitu memperbanyak ruang temu diskusi lintas generasi, memberikan peningkatan kapasitas bagi orang muda dan keluarga korban.

Tiga hari forum Lintas Generasi merupakan acara yang berkesan di benak masing-masing baik orang muda, dan lansia. Berbaur satu sama lain dengan masing-masing organisasi sudah dapat membuktikan bahwa kepedulian yang dilakukan orang muda dilakukan dengan empati bukan hanya sekedar simpati sesaat. Karena lansia merasa diwongke (di orangkan) dan didengar apa yang diinginkan apa yang menjadi keresahan di hati. Senyuman, ucapan syukur dan terima kasih diucapkan dengan tulus dan air mata, mereka merasa aman dan nyaman saat bercerita. Penutupan ini diakhiri dengan panggung ekspresi #BetterTogether baik individu ataupun kelompok ada yang menampilkan dance, baca puisi, menyanyi, berjoget ria bersama, dan ada pula yang bermonolog. Terima kasih voice untuk dukungan yang diberikan kepada IKa maupun mitra konsorsium seperti Sekber’65 dan PBH Nusra. Penutupan ini akan menjadi dokumentasi nyata bahwa tiga hari pertemuan lintas generasi merupakan salah satu cara dalam mengkampanyekan keadilan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan menghadirkan korban maupun pendamping.

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!