Doa untuk Bangsa: Pertunjukan Wayang Hak Asasi Manusia

16 Desember 2023

Di sebuah Kabupaten di Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia, pada bulan Desember 2023, sebuah peristiwa seni budaya yang penuh makna terlaksana. Dalam rangka peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) melalui program Pundi Insani, berkolaborasi dengan mitra-mitra NGO, turut mendukung penyelenggaraan sebuah pagelaran Wayang Kulit dengan tema yang sangat mendalam, “Doa untuk Bangsa”. Pundi Insani, sebagai wadah pengumpulan sumber daya demi pemulihan dan pemberdayaan korban pelanggaran berat HAM, menemukan sinergi yang kuat dalam kesenian Wayang Kulit, terutama karena dalang yang tampil merupakan penyintas pelanggaran berat HAM yang terjadi tahun 1965.

Pagelaran ini bukan sekadar hiburan, melainkan sebuah medium untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya hak asasi manusia dan diharapkan menjadi bagian dari pemulihan dan rekonsiliasi budaya antara penyintas pelanggaran berat HAM dan masyarakat luas. Wayang sendiri telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia yang tak tergantikan milik Indonesia.

Melalui lakon “Tumuruning Wahyu Cemethi Sapu Jagat Songsong Lumbung Wasiat”, Ki Dalang— penyintas pelanggaran berat HAM yang telah lama menderita stigma dan diskriminasi—memberikan pesan tentang wahyu yang turun untuk kebaikan dunia. Kisah ini dibuka dengan gambaran dunia yang penuh kekacauan, dimana Semar, tokoh sentral dalam pewayangan, menerima sinyal penting dari Khayangan. Semar kemudian menyampaikan bagaimana menghadapi dan menumpas angkara murka agar masa depan dunia menjadi lebih baik. Pesan ini sangat relevan dalam konteks pemulihan hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia dengan pernyataan pengakuan dan penyesalan atas peristiwa pelanggaran berat HAM masa lalu dari Presiden Jokowi, 15 Januari 2023.

Menariknya, Ki Dalang menggunakan dua bahasa dalam pementasannya: Bahasa Kromo Inggil (bahasa Jawa halus) untuk narasi pewayangan melalui lakon Semar, untuk menceritakan kedatangan seorang tamu-tamu yang dianggap memiliki pengetahuan tentang HAM, dan Bahasa Ngapak, bahasa daerah setempat.

Kepala Desa Pageralang, dengan bangga, mengapresiasi desanya menjadi tempat peringatan Hari HAM Sedunia dan mengajak warganya untuk membangun rasa saling menghormati, mulai dari lingkungan keluarga dengan menghindari kekerasan terhadap istri dan anak.

Pagelaran Wayang Kulit “Doa untuk Bangsa” dihadiri banyak pihak mulai dari masyarakat setempat, Kepala Dusun, Kepala Desa, hingga Asosiasi Dalang Indonesia dan berbagai organisasi pendamping korban di tingkat lokal dan nasional. Kegiatan ini memperlihatkan bahwa proses kebudayaan yang inklusif membuat stigma dapat dikikis secara perlahan, memberikan pengakuan atas martabat penyintas, meningkatkan kesadaran tentang nilai-nilai HAM dan membangun masyarakat yang lebih adil dan berempati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!