Forum Belajar (FAJAR) 3 yang diselenggarakan oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) pada 6 Mei 2024, menarik perhatian banyak pihak yang peduli dengan gerakan masyarakat sipil di Indonesia. Dengan tema “Akar Daya dan Urgensi Agenda Transformatif di Tengah Penyempitan Ruang Gerak Masyarakat Sipil,” forum ini menjadi wadah refleksi dan diskusi mengenai pentingnya menumbuhkan sumber daya baru yang transformatif untuk mencapai keadilan sosial dan hak asasi manusia.
Bagian Pertama: Akar Daya dan Urgensi Agenda Transformatif
Kamala Chandra Kirana, Ketua Badan Pembina Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), menjadi narasumber utama yang memaparkan situasi ekonomi politik sumber daya organisasi masyarakat sipil (OMS). Dalam pemaparannya, Kamala menggarisbawahi ketergantungan OMS pada donor internasional, di mana 85% pendanaan OMS bergantung pada sumber luar negeri. Salah satu yang menjadi sorotan adalah ketimpangan alokasi dana, dengan 88% pendanaan hak asasi manusia mengalir ke negara-negara global utara, sementara Asia Pasifik hanya menerima sebagian kecil dari alokasi tersebut.
Kamala juga membahas inisiatif global seperti The Grand Bargain dan gerakan #ShiftThePower yang berupaya mengubah pola relasi kuasa dalam pendanaan OMS. Ia menekankan perlunya merefleksikan akar daya dan menemukan sumber daya selain dana, seperti jaringan, kerelawanan, dan pengetahuan yang menjadi bagian dari Catur Daya IKa.
Bagian Kedua: Cara Pandang Reflektif dan Kritis
Pada bagian ini, Kamala mengajak peserta FAJAR yang berasal dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang berbasis di Jakarta dan sekitarnya untuk merenungkan dan mencari pendekatan alternatif dalam mengupayakan sumber daya transformatif. Ia menyoroti pentingnya kesadaran kritis dalam menghadapi ketimpangan sistem pendonoran dan menekankan perlunya gerakan masyarakat sipil untuk merefleksikan akar daya mereka sendiri.
Kamala juga memperkenalkan Catur Daya IKa yang meliputi dana, jaringan, kerelawanan, dan pengetahuan. Menurutnya, ketersediaan dana tanpa didukung oleh sumber daya lainnya tidak akan efektif dalam mencapai dampak yang diinginkan. Ia mendorong gerakan masyarakat sipil untuk membongkar mindset mereka mengenai sumber daya dan menemukan jalan baru ke depan.
Bagian Ketiga: Berbagi Pandangan dan Praktik Baik
Proses belajar bersama dalam FAJAR 3 membuka ruang bagi peserta untuk berbagi pandangan, refleksi kritis, dan praktik baik mengenai pengelolaan sumber daya OMS. Diskusi interaktif ini menyoroti ketergantungan OMS pada donor internasional dan ketimpangan relasi kuasa yang terjadi. Peserta juga merefleksikan pentingnya kesadaran kritis dalam menghadapi tantangan ini.
Beberapa praktik baik yang dibahas termasuk pengorganisasian gerakan berbasis iuran anggota, peluang terkait keanggotaan Indonesia dalam G20 dan OECD, serta penggunaan platform digital untuk penggalangan dana. Ide untuk menumbuhkan lebih banyak intermediary organization juga muncul sebagai salah satu solusi untuk memperkuat sumber daya OMS.
Bagian Keempat: Konsensus FAJAR ke Depan
Pada bagian akhir, FAJAR 3 membahas konsensus mengenai waktu, proses, dan substansi isu/topik yang akan dibahas ke depan. Tiga hal substansi yang disepakati adalah pentingnya FAJAR sebagai ruang belajar bersama yang harus terus dilakukan, memfasilitasi berbagi pengalaman dan pengetahuan melalui tulisan, dan mengumpulkan pengalaman kecil di tingkat lokal/desa.
Dalam hal proses dan waktu, disepakati bahwa FAJAR dapat diadakan setiap 2-3 bulan sekali dengan media pertemuan yang fleksibel, baik online maupun offline. Tempat dan lokasi penyelenggaraan dapat bergilir untuk memastikan keterlibatan jaringan dan komunitas akar rumput di luar Jakarta.
Forum Belajar FAJAR 3 berhasil menjadi platform penting untuk refleksi kritis dan berbagi pengetahuan dalam upaya mengatasi tantangan yang dihadapi oleh organisasi masyarakat sipil di Indonesia. Dengan konsensus yang tercapai, diharapkan FAJAR dapat terus menjadi ruang bersama yang efektif untuk mengupayakan sumber daya baru yang transformatif demi keadilan sosial dan hak asasi manusia.