Kota Ambon adalah satu titik di timur Indonesia yang memiliki tempat tersendiri dalam sejarah Bangsa Indonesia. Salah satunya adalah Kota Ambon pernah menjadi pusat perdagangan rempah internasional dan karena posisi ini, pada abad 15-16 bangsa-bangsa Eropa silih berganti berusaha merebut kota ini.
Potret lain dari Kota Ambon, seperti wilayah lainnya di Indonesia adalah kentalnya budaya partriarki yang menempatkan laki-laki sebagai pihak yang memiliki kuasa. Situasi ini memicu adanya persoalan kesenjangan, ketidakadilan, ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan; baik dalam segi penghasilan, pengambilan keputusan, serta dianggap lemahnya kapasitas perempuan. Demikian juga dengan angka kekerasan terhadap perempuan. Data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa Kota Ambon menunjukkan angka kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani pada tahun 2023 adalah 49 kasus dan oleh kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 27 kasus.[1]
Beberapa lembaga pengada layanan hadir untuk menjadi rujukan dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan di Kota Ambon. Salah satunya adalah Komunitas Mahina Makahina yang sudah memberikan layanan pendampingan sejak tahun 2021. Pendirian komunitas yang juga bagian dari jaringan Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) karena banyaknya kasus kekerasan di Kecamatan Leitimur Selatan, kota Ambon. Ibu Juliana C. Kappuw yang memiliki pengalaman pribadi terkait kasus kekerasan terhadap perempuan (penyintas) merasa tergerak untuk berkontribusi dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Mahina Makahina mendapatkan banyak pengetahuan dari LAPPAN dalam menjalankan perannya sebagai lembaga pengada layanan dan juga menjadi mitra LAPPAN saat melakukan pendampingan kasus. Pengalaman dan pengetahuan tersebut menjadikan Mahina Makahina menjadi satu dari 8 penerima hibah Pundi Perempuan baik yang berada di bawah skema Swakelola Tipe 3.
“Sebelum menjadi penerima hibah Pundi Perempuan, Mahina Makahina sering mengalami pendampingan yang terhenti di tengah jalan dikarenakan dana yang terbatas. Sebelumnya pendanaan komunitas juga bersumber dari sedikit kontribusi dana pribadi. Namun, dengan adanya hibah Pundi Perempuan, Mahina Makahina dapat memberikan pendampingan kepada penyintas hingga kasus mereka benar-benar selesai”, tutur Ibu Juliana saat Tim IKa melakukan kujungan pada akhir Oktober 2024.
Selama masa pemanfaatan hibah (April- September 2024) Komunitas Mahina Makahina berhasil melakukan pendampingan untuk tujuh kasus, mulai dari KDRT, perundungan dan kekerasan terhadap disabilitas dan juga membuka lebih banyak kerjasama dengan pihak terkait seperti dinas sosial, dinas kesehatan dan pihak APH terutama untuk memastikan pelaksanaan UU TPKS berjalan dengan baik. Ibu Julia mengaku mendapatkan pengalaman yang dapat memperkuat tata kelola Komunitas Mahina Makahina. Selepas masa pemanfaatan hibah, guna menjaga keberlanjutan aktivitas pendampingan, Mahina Makahina merencanakan usaha kecil bidang kuliner berbasis ikan sambil memberdayakan penyintas dampingan komunitas ini.
[1] https://rri.co.id/daerah/582477/kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-di-ambon-meningkat