SAATNYA INDONESIA BERGERAK BERSAMA MENGHADAPI PANDEMIK COVID-19
WHO telah menetapkan wabah virus corona sebagai pandemik global, termasuk di Indonesia sebagai salah satu negara paling terpapar, dimana angka korban terus bertambah dengan penyebaran dan penularan yang makin cepat dan meluas.
Pemerintah telah menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional non-alam dan membentuk suatu Gugus Tugas Percepatan Penanganan yang menetapkan kebijakan himbauan tentang pembatasan sosial, dan pelibatan berbagai upaya respon lainnya.
Pandemik ini berdampak komprehensif secara sosial, ekonomi dan hak asasi manusia secara luas terutama terhadap kelompok rentan. Mereka juga menanggung akibat langsung dari kebijakan pemerintah seperti isolasi, karantina rumah, karantina rumah sakit maupun tindakan yang paling serius, yaitu karantina wilayah. Belum lagi pelarangan dan marjinalisasi UKM beserta para pekerjanya dan konsumen mereka, para pekerja upahan serta pedagang dan pekerja di sektor informal. Karenanya kebijakan dan tindakan pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus korona perlu diikuti dengan skema perlindungan/jaring pengaman sosial bagi kelompok rentan dan marjinal yang terkena dampak.
Respon pemerintah Indonesia sejauh ini memprihatinkan dan mengkhawatirkan bagi masyarakat Indonesia dan dunia, termasuk ketidaksiapan dalam hal penyediaan fasilitas dan layanan kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan yang tidak mendukung kerja cepat dan tepat. Demikian juga dengan minim dan lambatnya pendeteksian, kegagalan komunikasi publik dan kurangnya transparansi. Kurangnya peran dan keterlibatan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat adalah juga bagian dari kelemahan mendasar dari respon pemerintah. Pernyataan-pernyataan para pejabat yang simpang siur menciptakan kesan ketidakseriusan, miskin empati dan sense of crisis, yang justru kontraproduktif bagi upaya penghentian penyebaran virus.
Kini, Indonesia memasuki awal fase kritis yang berpotensi memicu ledakan kasus yang berakibat melonjaknya angka kematian. Kondisi ini menuntut kesadaran kolektif dan cara kerja baru yang lebih inklusif, cepat, dan tepat dalam menjawab persoalan.
Keberhasilan untuk menghadapi COVID-19, sekali lagi, menuntut kesadaran kolektif dan cara kerja baru. Suatu proses dimana pemerintah pusat bekerja dengan dukungan dari pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat sipil serta, manakala diperlukan, dukungan dari masyarakat internasional.
Berdasarkan pertimbangan di atas, kami, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak,, mendesak pemerintah untuk melibatkan segenap komponen masyarakat, berdasar semangat kesetiakawanan dan gotong royong, mengerahkan tenaga dan sumberdaya; serta melibatkan masyarakat sipil secara nyata dan terstruktur dalam pengambilan keputusan serta pelaksanaan.
Kami, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak, mengajukan sepuluh agenda tindakan kepada pemerintah berikut ini:
a. Mengambil praktik-praktik baik yang telah dilakukan berbagai negara dalam menghadapi COVID-19;
b. menjalankan 7 rekomendasi para dokter, seperti terlampir; dan memastikan perlindungan optimal bagi tenaga medis;
c. mengedepankan perlindungan hak dasar dan martabat manusia dalam setiap kebijakan, tindakan, dan pelayanan kesehatan untuk semua orang terutama kelompok rentan;
d. mengalokasikan anggaran ekstra yang memadai untuk perlindungan bagi kelompok rentan terutama yang bersifat perlindungan dan jaring pengaman sosial;
e. menerapkan kebijakan yang transparan demi memulihkan dan menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa informasi yang relevan menjangkau setiap orang tanpa terkecuali, termasuk penyandang disabilitas dan kelompok berkebutuhan khusus;
f. memperkuat dan memperluas kerjasama dan kerjabersama antara pemerintah, pemerintah daerah, swasta, masyarakat sipil, media, universitas, dan lainnya, serta memberdayakan sumberdaya yang dimiliki oleh semua komponen masyarakat;
g. melibatkan masyarakat dalam membangun sense of urgency dengan memberikan gambaran tentang dimensi krisis dan proyeksi kebijakan pemerintah ke depan
h. menghentikan dan melarang pernyataan para pejabat pemerintah dan tokoh-tokoh yang simpang siur dan melemahkan kewaspadaan masyarakat serta tidak sejalan dengan agenda percepatan penanganan COVID-19;
i. segera menetapkan parameter dan ketika diperlukan segera mengambil keputusan dan tindakan konkrit karantina yang mempercepat penghentian penyebaran virus korona dengan mengacu pada UU Karantina ; dan
j. menggunakan penanganan COVID-19 sebagai momentum untuk memperbaiki sistem ekonomi politik untuk mengatasi ketimpangan, marjinalisasi dan perusakan alam, termasuk mempercepat proses pelaksanaan perhutanan sosial dan realisasi tanah obyek reforma agraria untuk produksi pangan, perluasan lumbung pangan rakyat dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat yang terdampak wabah korona.
Kami, Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak, meluncurkan lima prakarsa, yang diuraikan dalam lampiran, sebagai keikutsertaan dalam penanganan COVID-19, yaitu:
a. Memutuskan rantai tular Covid-19 melalui kampanye;
b. melakukan advokasi kebijakan kearah penanganan yang cepat, tepat dan transparan
c. menjembatani celah-celah sosial ekonomi akibat pembatasan sosial/karantia wilayah
d. memobilisasi bantuan bagi kelompok rentan dan yang terpinggirkan; dan
e. membangun dan mendukung jejaring inisiatif “warga bantu warga”
Dengan ini pula kami mengajak para pelaku bisnis dan segenap kalangan masyarakat untuk bersama-sama menghentikan penyebaran COFID-19 dan mengatasi dampaknya.
Jakarta, 20 Maret 2020
Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak