Beragam bentuk kepedulian serta aksi solidaritas dilaksanakan, menanggapi bencana Banjir Lembata dan Adonara yang berlangsung pada bulan April lalu. Salah satu yang mengambil peran penting tersebut oleh Bunda Mayora Victoria yang bersama dengan Fajar Sikka, organisasi dari kelompok transpuan lokal yang didirikan Bunda pada tahun 2018 di Maumere, Sikka. Bunda Mayora atau dikenal juga sebagai pejabat public transpuan pertama di Indonesia merupakan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bunda bersama teman-temannya, Ibu Yolanda, Ibu Paulina dari Fajar Sikka dengan Ibu Venti, Ibu Intan dan Ibu Bening dari Lembata, juga IKatan WAria Larantuka (IKWAL) berada di garis depan, menyalurkan bantuan-bantuan pokok seperti air bersih, sembako, obat-obatan, masker, pakaian untuk dewasa hingga anak-anak, pakaian dalam dan perlengkapan wanita pasca berlangsungnya banjir. Mulai dari tiga hingga empat hari pertama, di akhir bulan April, hingga di bulan Juni ini, Bunda bersama teman-temannya bahu membahu dalam membantu masyarakat Adonara dan Lembata berdiri kembali setelah dilanda banjir.
Dua bulan pasca banjir, Adonara dan Lembata telah memasuki tahap rekonstruksi. Peninjauan dan pendataan terhadap sekolah, infrastruktur, serta perumahan yang rusak kian berlangsung. Ketika menanti proses pembangunan kembali, banyak masyarakat lokal berpindah dari posko darurat ke perkebunan keluarga. Pembangunan rumah sederhana menggunakan bambu dan pondasi yang terdiri dari 1-2 kamar, juga sudah didukung pemerintah.
Perhatian khusus terutama diberikan untuk masyarakat Ile Ape yang menyaksikan bagaimana desa mereka tersapu bersih. Bunda dan teman-temannya memberikan terapi pemulihan untuk para anak-anak yang berumur mulai dari 2 tahun, kelas 5 SD dan ada juga SMP. Banyak dari anak-anak merasakan ketakutan terhadap air dan angin setelah banjir bandang tersebut. Cerita air dan angin yang dibawakan oleh Bunda bersama teman-temannya mengingatkan kepada anak-anak bagaimana fungsi air dan angin bermanfaat baik bagi kehidupan. Melalui permainan mengenai cara-cara membuat angin sejuk, Bunda menyentuh anak-anak tersebut. Tak lupa character building juga menjadi fokus lainnya dalam sesi terapi tersebut. Hingga kini, kegiatan ini telah mengajak 40 hingga 50 anak untuk bergabung.
Tak hanya itu, membuat perekonomian berdiri kembali juga menjadi salah satu misi Fajar Sikka disini. Fajar Sikka mendistribusikan bantuan kepada kelompok tenun ikat berupa modal usaha seperti bantalan benang dan kapas untuk membuat kain tenun, yang bernilai sebesar 400 ribu rupiah. Selama kunjungan ke posko darurat, Bunda juga melakukan penyuluhan soal protokol kesehatan Covid-19 yang tetap harus terjaga, pembagian masker guna menghentikan penyebaran rantai Covid-19.
Bantuan yang diberikan oleh Bunda beserta kawan-kawannya disambut dengan baik oleh masyarakat Desa Amakaka, Ile Ape dan juga Oyong Barang. Bunda telah menyalurkan bantuan kepada 60 hingga 90 Kepala Keluarga di masing-masing desa tersebut. Melalui hasil arisan yang Bunda galang bersama teman-temannya serta cerita-cerita bencana yang dibagikan di berbagai kanal, Bunda memperoleh bantuan-bantuan yang siap disalurkan untuk masyarakat terdampak.
Tetapi, selama proses pembagian bantuan, Bunda juga dihadapkan dengan tantangan-tantangan seperti perjalanan jarak tempuh yang jauh dari Maumere ke Sikka yang membutuhkan waktu selama 4 jam perjalanan sehingga Bunda perlu berangkat pagi buta pukul 2 dini hari dan terkadang juga pukul 4 pagi untuk sampai di Sikka. Untungnya, daerah NTT masih tergolong daerah yang cukup aman sehingga tidak perlu terlalu mengkhawatirkan ketika bepergian di pagi hari. Selain itu, juga ditemui kecemburuan-kecemburuan sosial yang terjadi ketika adanya perbedaan yang disebabkan penyesuaian dalam distribusi bantuan. Ada duka namun ada pula suka seperti cerita jenaka yang dibagikan Bunda ketika di lapangan. Banyak yang mengira para transpuan adalah kelompok yang rentan dan feminin, tetapi, ketika Bunda mendatangi dapur umum pengungsian dan dihadapkan dengan hal mendesak yang mengharuskan Bunda mengangkat beras. Bunda dengan sigap memanggul beras yang hal tersebut tentunya menjadi satu cerita jenaka bagi Bunda dan para pengungsi yang melihatnya.
Aksi solidaritas yang dilakukan Bunda Mayora dalam bencana Banjir Lembata dan Adonara ini bukanlah yang pertama kalinya. Melainkan, keaktifan sosial Bunda telah berlangsung sejak sebelum pendirian Fajar Sikka di tahun 2018. Bantuan sosial hanya salah satu dari kegiatan sosial yang dilakukan Fajar Sikka. Kegiatan lainnya berupa advokasi yang menarget kelompok minoritas yang meliputi kaum transpuan, kaum disabilitas, lansia serta janda sebagai target utama aktivitas sosial Fajar Sikka. Harapannya, melalui kegiatan advokasi, kelompok minoritas dapat memperoleh KTP, bantuan sosial BST, Kartu Indonesia Sehat, Kartu Sikka Sehat serta hak dasar lainnya. Bunda juga menyalurkan bantuan lainnya seperti modal usaha untuk sesama kaum transpuan agar mendorong partisipasi aktif kaum transpuan dalam roda ekonomi Nusa Tenggara Timur.
Mekanisme kerja Fajar Sikka amat mencerminkan kisah kelahiran Fajar Sikka yang tumbuh dari rasa keprihatinan selama perjalanan Bunda Mayora menjadi transpuan. Bunda melihat begitu banyak kekerasan terhadap transpuan ketika di Jogja bahkan saat sedang mengamen untuk menafkahi diri sendiri. Keprihatinan karena melihat diri dan teman-teman transpuan lainnya tidak memiliki KTP, tidak bisa memperoleh hak dasar karenanya, serta tidak bisa berekspresi. Menurut Bunda Mayora kebaikan tersebut perlu untuk melunturkan stigma dan memperjuangkan inklusi, “Pengalaman kebaikan sudah didapatkan ketika kecil sampai besar. Saya pernah merasakan hidup berkelimpahan. Kemudian, ketika jadi transpuan, hidup sangat sederhana, banyak stigma, diskriminasi, dan juga sesuatu yang kurang pas. Sehingga saya pikir mau sampai kapan benci dengan keadaan. Bahwa ini lah hidup. (Selama) hidup ini, marilah kita lakukan kebaikan. Kita pergi tidak bawa apa2. Semua orang berhak akan kebaikan dari semesta, dari Tuhan. Saya juga mengalami kesehatan berkat penerimaan.”
Berawal dari inklusi, Bunda Mayora beserta teman-teman Fajar Sikka terlibat aktif di masyarakat melalui kader posyandu, bekerja di dapur umum dan mendukung KLB.
Saya menjangkau teman Katolik, waria Muslim, janda Muslim, Protestan. Inilah toleransi, dengan kerentanan kami tidak membatasi, kami melakukan perbuatan baik, kebencian runtuh dan pemerintah terima kami. Sejak 2018 hingga sekarang, bagaimana pun konsep gender yang dulu laki dan perempuan, datang dari keluarga yang tidak dipikirkan, yang orang dulu cuma pikir tahunya (hanya) masak, salon, perempuan dengan pekerjaan (liar), tapi sekarang banyak orang yang support, hidup makin bisa berdampingan, tambah Bunda.
Pada akhirnya, Bunda Mayora, Fajar Sikka tidak hanya membawa pelita dalam bencana Banjir Lembata dan Adonara. Tetapi, juga penerang dalam kegelapan yang dihadapi oleh para kelompok minoritas terutama kaum transpuan di Sikka.
Foto: by Bunda Mayora