Festival Orang Muda Berdaya: Merawat Air, Menjaga Kehidupan Suara Anak Muda dari Hulu ke Hilir

Festival Orang Muda Berdaya bukan sekadar perayaan, melainkan ruang bertemunya gagasan dan aksi nyata para pemuda dalam menjaga lingkungan, khususnya konservasi air. Di tengah semangat gotong royong dan kebersamaan, festival ini menjadi ajang berbagi inspirasi, berkolaborasi, dan memperkuat komitmen terhadap kelestarian alam.

Pada siang itu 14 Maret, kami melakukan perjalanan ke Desa Pedawa; dimana desa ini menjadi tempat untuk diselenggarakannya festival; kami tiba di lokasi sore hari. Festival Orang Muda Berdaya merupakan kelanjutan dari Festival Wiradewari yang sebelumnya diselenggarakan di Jakarta. Acara puncak festival berlangsung pada 15 Maret 2025 di Wantilan Desa Pedawa, Banjar Dinas Desa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali.

Acara ini diselenggarakan oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) bekerja sama dengan Yayasan Wisnu, Komunitas Kayoman, dan Sekolah Adat Manik Empul, dengan dukungan dari Asian Community Trust (ACT). Festival ini menjadi ruang bagi orang muda untuk bertukar pikiran dan memperkuat komitmen konservasi serta revitalisasi air.

Peserta yang hadir berasal dari berbagai komunitas, termasuk kawasan hulu (Catur Desa), penyangga (Panca Desa Bali Aga), serta komunitas muda hilir. Selain secara luring, festival ini juga berlangsung dalam format hybrid dengan partisipasi komunitas penerima hibah Muda Berdaya seperti Sekolah Pesisi Juang, Rumah Bacarita Sejarah, Mangente Forest, Himba Alam Nusantara, Wahana Jelajah Literasi, SADAP Indonesia, Sekolah Mimpi, Narasi Perempuan, Bio Natural, Youthfel Indonesia, dan Fiof.

Acara ini dihadiri sekitar 85 peserta dengan latar belakang beragam, mulai dari pemuda desa, siswa SMP dan SMA, mahasiswa, ketua adat, hingga aparat desa. Festival berlangsung dari pukul 09.00 hingga 16.00 WITA, diawali dengan pembakaran dupa/sesaji sebagai simbol doa agar acara berjalan lancar.

Tahun ini tema yang diusung adalah “GERAKAN PEMUDA HULU UNTUK KONSERVASI AIR” dengan subtema “Aksi Nyata Pemuda Hulu dalam Pelestarian Lingkungan dan Konservasi Mata Air.” Air memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat Bali, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun ritual spiritual, terutama dalam konsep Gama Tirta di desa-desa Bali Aga. Relasi erat antara manusia dan lingkungan tercermin dalam berbagai tradisi dan ritual yang selalu melibatkan air suci.

Bali sendiri memiliki sumber air yang melimpah berasal dari empat danau yakni Batur, Buyan, Tamblingan dan Beratan, serta memiliki banyak gunung antara lain Gunung Agung, Abang dan lainnya. Gunung-gunung yang memiliki hutan lebat merupakan sumber kehidupan dengan mata air yang banyak. Kekayaan alam membuat masyarakat Bali memungkinkan mendapatkan kehidupan yang tenteram karena penduduk bisa mengelola lahan dengan air yang memadai. Semua itu dapat terwujud oleh kearifan lokal masyarakat. Putu Yuli Supriyandana (narasumber).

Dari hal tersebut, kita tau mengapa pentingnya perlu menjaga air, selain menjaga kita juga harus mengupayakan bahwa mengelola sampah juga penting karena sampah yang belum dikelola dengan baik akan membuat air tercemar, belum lagi Bali menjadi destinasi turis asing maupun lokal yang dimana semakin banyak orang akan semakin banyak pula sampah yang dihasilkan.

Untuk itu Sita Supomo, Direktur IKa, dalam sambutannya menekankan pentingnya menjaga lingkungan dengan mengelola sampah, melindungi sumber air, serta menjaga sungai dari pencemaran. Sementara itu, Gede Patra Santika, ketua panitia, menyoroti peran anak muda dalam menghadapi krisis air dan pentingnya konservasi.

Kami kagum dengan semangat peserta festival. Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan menarik seperti tarian Sekar Jagat, berbagi cerita gerakan pemuda hulu oleh Ketut Santi Adnyana dan Putu Yuli Supariyandana serta musik oleh BRASTI, serta testimoni dari komunitas Muda Berdaya tentang produk dan inisiatif mereka serta testimoni dari komunitas Muda Berdaya tentang produk dan inisiatif mereka yang diwakili oleh Sekolah Pesisi Juang, Rumah Bacarita, serta Youthfel, termasuk keripik tenggiri dan produk lokal lainnya. Selain itu, ada sesi inspiratif bersama Bu Jro Jemiwi, seorang life coach dan NLP Trainer yang ditemani oleh I Wayan Sadyana sebagai penanggap, yang membahas pentingnya mencintai diri sendiri.

Menariknya, saat makan siang hujan deras turun, seolah mengingatkan kami pada tema festival: air. Namun, hujan berhenti tepat setelah acara selesai, seakan alam merestui pertemuan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!