Calling for Donation Give Back Sale (GBS)

Halo, Sahabat IKa!
Kali ini, Give Back Sale hadir dengan sesuatu yang berbeda! ✨

Apa yang membuatnya berbeda? Kali ini, Give Back Sale menjadi bagian dari kampanye NyataNyala dalam mendukung 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP).

Bersama Komnas Perempuan, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) mengajak publik untuk turut berpartisipasi dengan mendonasikan barang-barang preloved yang digelar pada acara Give Back Sale (GBS) Pundi Perempuan, yang akan diadakan dalam waktu dekat ini. Dan hasilnya akan disalurkan kepada Women Crisis Centre (WCC), lembaga yang bekerja untuk mendampingi perempuan korban kekerasan di Indonesia.

Jenis dan ketentuan barang preloved yang bisa didonasikan dapat dilihat pada poster!

Donasi bisa diantar atau kirimkan ke kantor Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa)
Ke:kini Ruang Bersama
Jl. Cikini Raya No. 43-45, Menteng,
Jakarta Pusat
Kontak: 0813-8673-5816

Pengantaran/pengiriman donasi:
Senin-Jumat, Pkl. 10.00-17.00 WIB
Sabtu, Pkl. 10.00-15.00 WIB

Batas pengumpulan donasi:
31 Oktober 2024

Jangan sampai terlewat, ya! Yuk kosongkan lemarimu dan ajak teman-teman lain ikut berdonasi.

Galang Relawan untuk Berdaya

Dalam dunia yang semakin terhubung dan dinamis, relawan memainkan peran penting dalam mendukung dan memperkuat organisasi nirlaba serta inisiatif-inisiatif kemanusiaan. Buku ini hadir
untuk memberikan panduan mengenai manajemen relawan, dengan fokus khusus pada transformasi daya komunitas, peran relawan millennial dan Gen Z, serta pengelolaan yang terstruktur untuk mencapai dampak sosial yang berkelanjutan.


Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) telah menginisiasi model “Catur Daya” yang mencakup dana, pengetahuan, jejaring, dan kerelawanan sebagai pilar utama dalam ekosistem komunitas pemberdaya.
Kerelawanan dalam model ini bukan hanya sekedar kontribusi tenaga, tetapi juga penyaluran semangat solidaritas dan berbagi daya yang penting bagi pemberdayaan dan transformasi komunitas.

Seri 1. Krisis Pangan dan Pandemi Covid-19

 

Pandemi COVID-19 menunjukkan rentannya berbagai sistem dasar. Salah satunya sistem pangan, yang penting
dan sekaligus rentan di masa bencana. Food and Agriculture Organization (FAO- Lembaga pangan di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa) memberikan peringatan tentang ancaman kelangkaan pangan di masa pandemik COVID-19. Pembatasan gerak menyebabkan meningkatnya kehilangan dan pemborosan pangan, karena petani terpaksa membuang bahan pangan yang mudah rusak, sementara banyak orang di pusat kota berjuang untuk mendapatkan makanan segar (Dirjen FAO dalam Konferensi Regional Asia Pasifik). Sebelumnya FAO menyampaikan kemungkinan darurat pangan global dan menyerukan pentingnya sistem pangan yang lebih tangguh.

Seri 2. Nutrisi: Ramuan Rahasia Pertanian Alami

 

Saat pengenalan, berbagai bahan kimia ini sering disampaikan sebagai obat, yang kerap diasosiasi pleh petani

Pertanian Alami memungkinkan kita untuk membangun sistem pangan yang memerdekakan dari
ketergantungan. Tidak lagi selalu “tunduk” pada saran dari pihak yang dianggap ahli, tetapi berujung pada
anjuran membeli. Pertanian Alami mengajak ini memahami proses dan cara bekerja bagaimana menghasilkan
pangan dari bahan alami di sekeliling dan aman. Pertanian alami membuat kita dapat menjaga keseimbangan
ekosistemm tidak merusak alam dengan berbagai bahan kimia . Bahkan mampu mengembangkan ekonomi
rumah tangga. Bahkan prtanian alami mampu membantu untuk keluar dari krisis pangan dan gizi yang masih
melanda Indonesia.

Seri 3. Tanah Subur, Petani Makmur

 

Saat pengenalan, berbagai bahan kimia ini sering disampaikan sebagai obat, yang kerap diasosiasi pleh petani
dengan kebaikan. Karena menganggap pupuk kimia, pestisida kimia dan herbisida baik, maka penggunaannya
tidak sesuai dengan tata cara yang seharusnya, dan ada anggapan makin banyak makin baik untuk
mendongkrak hasil pertanan. Pada akhirnya penggunaan bessar-besaran dengan penanganan yang seadanya,
pajanan pestisida dapat masuk ke dalam tubuh petani melalui kulit, pernapasan dan pencernaan. Petani dapat
terpajan pestisida pada waktu membawa, menyimpan, memindahkan konsentrat, mencampur, menyemprot
serta membersihkan alat semprot yang telah digunakan. Berdasarkan hasil perhitungan RQ (Risk Quotient)
54 petani mendapatkan nilai lebih dari 1, yang berarti lebih dari batas aman yang diperkenankan. 40,7%
petani menggunakan bahan aktif dalam sekali pencampuran lebih dari 10 jenis serta 51,9% petani melakukan
penyemprotan menghabiskan 6-10 tangki dalam sehari. Semakin besar peluang pajanan pestisida dapat
meningkatkan tingginya kejadian keracunan kronis pada petani.

Seri 4. Benih dan Keberlanjutan Sumber Pangan

 

Sejak benih tidak banyak lagi dihasilkan di ladang-landang petani, rantai nilai benih, bertumbuh dengan sangat
rumit. Pemuliaan, perlakuan benih secara khusus, perbanyakan, distribusi, serta pemilahan di laboratorium dapat
dilakukan dalam satu atap, meski pun sebagian besar secara spesifik terbagi-bagi diantara perusahaan. Pada 2018, nilai pasar benih global sekitar 60-67 milyar dollar AS, dan diperkiraan akan terus meningkat.

Membangun Kebijakan Afirmasi: Peluang Pelembagaan Untuk Pemulihan Korban Diskriminasi Sistematik

 

Kebuntuan dalam menegakkan integritas Indonesia sebagai negara hukum tidak berarti perjuangan untuk
kebenaran dan keadilan di kalangan penyintas dan masyarakat sipil berhenti ataupun layu dalam kekecewaan. Malah lahirlah sebuah gerakan ‘Melawan Lupa’ yang hidup dalam tekad kaum muda untuk memahami dan mengambil sikap atas kejahatan-kejahatan di masa lalu bangsa yang terus menghantui segenap aspek kehidupan bangsa saat ini.

Justisiabilitas Hak Ekosob (Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu Melalui Jalur Litigasi: Pengalaman dan Panduan)

 

Setiap pertunjukan lagu-lagu dari penjara serta karya-karya seni lain yang menyuarakan harapan korban merupakan ruang dialog antara penyintas dan publik, generasi tua dan anak muda, dunia aktivis dan dunia seni budaya, yang mengingatkan semua tentang hutang negara yang belum dilunasi untuk menegakkan kebenaran dan keadilan atas peristiwa-peristiwa di masa lalu yang telah mengingkari peri-kemanusiaan bangsa Indonesia.

Kerangka hukum yang dibangun sejak tahun-tahun pertama Era Reformasi untuk menyelenggarakan proses pengungkapan kebenaran dan proses peradilan ternyata belum menghasilkan penyikapan yang tegas dari Negara dan belum mampu memenuhi rasa adil bagi para korban. Pengadilan ad hoc HAM yang diselenggarakan untuk dua perkara – Timor Timur dan Tanjung Priok tetap menyisakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab tentang apa yang sebenarnya terjadi dan memberi pesan kepada publik bahwa tidak ada yang bersalah karena berujung dengan putusan bebas bagi semua yang terdakwa. UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibatalkah melalui putusan Mahkamah Konstitusi dan belum ada rancangan hukum baru untuk menggantikannya. Laporan tentang kejahatan-kejahatan yang terjadi di Timor Leste melalui sebuah Komisi Kebenaran dan Persahabatan juga belum ditindaklanjuti dengan langkah-langkah nyata bagi para korbannya. Simposium nasional tentang Tragedi 65 yang diselenggarakan Dewan Pertimbangan Presiden RI pada tahun 2016 mendapatkan penolakan dari kalangan militer sehingga menutup peluang bagi dialog yang berkelanjutan. Alhasil, 20 tahun setelah Reformasi, siklus impunitas belum juga terputus.

Merajut Hak Atas Budaya: Praktik Budaya Sebagai Gerakan Hak Asasi Manusia Dari Bawah

 

Salam harapan dari para penyintas perlu kita sambut dengan serius. Saat kita memperingati 20 tahun proses pembaruan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa kepemimpinan oleh lima presiden republik ini belum dapat mengantarkan kita pada penyelesaian yang ditunggu-tunggu atas kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang telah terjadi atas nama negeri ini.

Pedoman Proses Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Berdasarkan Prinsip Hak Asasi Manusia

 

Mengkaitkan HAM dan SDGs tentulah sangat penting. Hal ini sejalan dengan kepentingan
menghubungkan antara advokasi pelaksanaan SDGs dengan advokasi pemenuhan HAM.
Selain itu juga untuk menjadi jalan atau langkah yang efektif dalam mendorong perkembangan
pelaksanaan SDGs, baik di tingkat nasional maupun daerah. Hal ini layak disadari, bahwa
komitmen SDGs merupakan konsensus atau komitmen yang bersifat politik, sementara nilai,
prinsip dan norma-norma HAM merupakan instrumen yang melekat dan mengikat bagi
negara yang telah meratifikasinya. Artinya, pelaksanan Tujuan (Goals) dan Target (Targets)
SDGs akan lebih mudah tercapai, jikalau dengan standar yang jelas, dan mengkaitkannya
secara langsung dengan kewajiban negara atas pemenuhan HAM.

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!