Pada 20 September 2024, sebuah acara penting diadakan di Ford Foundation Center for Social Justice, New York City, yang bertajuk “Aksi Lokal, Akuntabilitas Global.” Diselenggarakan oleh CIVICUS, Peace Direct, NEAR, WINGS, dan Movement for Community-Led Development (MCLD), acara ini mengumpulkan para pemimpin masyarakat sipil, donor global, perwakilan PBB, dan pejabat pemerintah. Bersamaan dengan Sidang Umum PBB 2024, acara ini bertujuan untuk menjembatani komitmen internasional dengan kebutuhan di tingkat akar rumput, dengan fokus pada akuntabilitas, pendanaan berkelanjutan, dan pengembangan yang inklusif.
Diskusi dalam acara ini menyoroti tema-tema penting seperti pembagian risiko, pendanaan fleksibel, dan keberlanjutan jangka panjang bagi organisasi lokal. Beberapa pembicara utama termasuk Sita Supomo dari Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), yang menekankan pentingnya membangun kepercayaan dan model pendanaan berbasis komunitas di tengah ruang sipil yang semakin terbatas; Sarah Rose dari USAID, yang membagikan upaya USAID untuk desentralisasi pengambilan keputusan; dan Rebecca Dali dari CCEPI di Nigeria, yang mendorong forum global yang lebih inklusif di mana suara lokal memiliki peran dalam kebijakan.
Pesan utama dari acara ini adalah bahwa transformasi nyata dalam pembangunan global memerlukan pendekatan baru dari para donor. Ini termasuk menyediakan pendanaan inti multi- tahun yang mendukung ketahanan organisasi lokal, menerapkan ukuran keberhasilan yang inklusif yang mencerminkan prioritas lokal, serta mengatasi ketidaksetaraan sistemik dalam sistem keuangan global.
Dengan menempatkan komunitas sebagai pusat proses pembangunan, donor dapat membantu menciptakan perubahan yang berkelanjutan dan berakar pada kebutuhan nyata lokal, sehingga komitmen internasional menjadi aksi yang bermakna. Perubahan ini bukan hanya langkah yang tepat, tetapi juga cara paling efektif untuk mencapai dampak yang bertahan lama. Untuk informasi lebih lanjut tentang acara penting ini dan diskusi mendatang seputar pengembangan yang dipimpin oleh komunitas lokal, ikuti #LocallyLedDevelopment #ShiftThePower dan kunjungi situs www.indonesiauntukkemanusiaan.org
Pada 15 Oktober 2024, diskusi FAJAR #7 yang diselenggarakan oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) mengupas isu krusial tentang dinamika hubungan antara donor dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia. Mengusung tema “Mengidentifikasi Ketimpangan dalam Pemberian Dana Bantuan: Membangun Pemahaman atas Relasi Kuasa antara Donor dan OMS,” acara ini menjadi wadah bagi OMS untuk berbagi pengalaman, tantangan, dan memikirkan pola-pola pengelolaan bantuan donor internasional yang sering kali sarat ketimpangan relasi kuasa.
Forum Belajar Sumber Daya Baru (FAJAR) merupakan inisiatif IKa yang berfokus pada pengembangan sumber daya yang adil dan berkelanjutan di Indonesia. Didukung oleh Peace Direct, FAJAR#7 dirancang untuk menciptakan ruang diskusi reflektif yang mendorong pengelolaan bantuan yang lebih berorientasi pada kebutuhan lokal. Sita Supomo, Direktur Eksekutif IKa, membuka diskusi dengan menggambarkan tantangan besar yang dihadapi OMS terkait pelaporan, administrasi, dan persyaratan donor yang banyak menjadi keluhan OMS.
Dari Pasif ke Aktif: Membangun Kemitraan Setara dengan Masyarakat Adat Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengangkat isu ketimpangan akses masyarakat adat terhadap dana bantuan, terutama dana iklim, yang sering kali tidak sampai ke tangan komunitas lokal di akar rumput. Meski masyarakat adat bertanggung jawab menjaga sekitar 80% ekosistem terbaik dunia, mereka hanya menerima 1% dari dana iklim yang seharusnya mendukung upaya pelestarian tersebut. Rukka menyoroti bahwa prosedur donor yang rumit dan syarat ketat sering kali menjadi penghalang bagi masyarakat adat untuk memanfaatkan dana secara maksimal. Ketentuan-ketentuan ini, yang cenderung tidak relevan dengan realitas di lapangan, membuat masyarakat adat berada dalam posisi subordinat, seolah hanya sebagai penerima pasif tanpa kendali atas alokasi dana yang ditujukan bagi mereka.
Dengan basis pengalaman AMAN tersebut, Rukka menekankan pentingnya mengubah pendekatan bantuan agar relasi antara donor dan masyarakat adat dapat berdiri di atas prinsip kesetaraan dan saling percaya. Ia menyerukan kemitraan yang didasarkan pada kepercayaan, di mana masyarakat adat dilihat sebagai mitra aktif dengan peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan global. Pendekatan baru ini diharapkan dapat membuka akses yang lebih besar bagi masyarakat adat, memungkinkan mereka mengelola dana sesuai kebutuhan lokal tanpa kendala administratif yang berlebihan, dan memperkuat dampak perlindungan lingkungan secara berkelanjutan.
Tantangan Praktik Donor bagi OMS Dalam diskusi ini, sejumlah tantangan yang kerap dihadapi OMS dalam pengelolaan dana bantuan mengemuka. OMS sering kali harus berhadapan dengan kebijakan donor yang terlalu kaku dan administrasi yang memberatkan, mengurangi kemampuan mereka untuk menyesuaikan program sesuai kebutuhan lokal. Beberapa contoh tantangan utama ini mencakup:
Tuntutan Pelaporan yang Kompleks dan Berbelit – Banyak donor internasional menetapkan standar pelaporan yang sangat detail dan administrasi yang rumit, mengalihkan fokus OMS dari program utama ke pekerjaan administratif.
Fleksibilitas Anggaran yang Rendah – OMS sering kali tidak diperbolehkan mengalihkan anggaran meskipun kebutuhan di lapangan berubah, menyebabkan kurangnya adaptabilitas terhadap situasi lokal.
Indikator Keberhasilan yang Tidak Sesuai – Indikator kuantitatif yang ditetapkan donor mengabaikan dampak nyata jangka panjang, memaksa OMS untuk fokus pada angka ketimbang perubahan substantif.
Ketergantungan pada Dokumentasi Visual – Persyaratan donor untuk dokumentasi foto atau video kadang menjadi beban tambahan, yang tidak selalu mencerminkan dampak mendalam dari program.
Relasi Kuasa yang Tidak Setara – Donor sering memandang OMS hanya sebagai penerima pasif yang harus mematuhi semua aturan tanpa ruang untuk negosiasi.
Durasi Pendanaan yang Singkat – Pendanaan jangka pendek membatasi OMS dalam menghasilkan dampak jangka panjang, terutama dalam program perubahan sosial.
Persyaratan Due Diligence yang Ketat – Ketatnya persyaratan ini sering kali menghalangi OMS kecil yang berpotensi besar, karena mereka tidak memiliki kapasitas administratif yang mencukupi.
Setiap tantangan ini mencerminkan relasi kuasa yang kurang seimbang, dimana OMS sering kali berada dalam posisi harus mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan oleh donor, Dimana hal-hal tersebut yang tidak selalu sejalan dengan kondisi di lapangan.
Menuju Kemitraan Setara: Rekomendasi untuk Memperbaiki Relasi Donor dan OMS
Untuk mengatasi berbagai tantangan dalam relasi donor dan OMS, diskusi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi penting yang diharapkan dapat menciptakan keseimbangan dan fleksibilitas dalam pengelolaan dana bantuan. Rekomendasi ini tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki prosedur dan kebijakan pendanaan, tetapi juga untuk membangun kemitraan yang lebih adil, di mana OMS memiliki peran aktif dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya.
Kemitraan yang Setara: Donor perlu mempercayai OMS dalam mengelola dana dan menghargai pengetahuan lokal, menciptakan relasi yang saling mendukung.
Penguatan Kapasitas Negosiasi OMS: OMS perlu mengembangkan kapasitas negosiasi agar memiliki peran aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait pendanaan.
Transparansi dan Akuntabilitas yang Inklusif: Perlu adanya mekanisme yang lebih sesuai dengan konteks lokal, memungkinkan OMS menjalankan peran lebih besar.
Pendanaan Alternatif: Kolaborasi antar OMS dalam penggalangan pendanaan alternatif seperti crowdfunding perlu didorong untuk mengurangi ketergantungan pada donor internasional.
Acara ini menegaskan kembali pentingnya upaya kolektif dalam membangun kesetaraan antara donor dan OMS, serta perlunya pendekatan yang lebih berfokus pada kebutuhan dan kondisi lokal dalam setiap proses pengelolaan dana bantuan (community driven development). Dengan implementasi rekomendasi ini, diharapkan OMS dapat memainkan peran yang lebih aktif dan strategis dalam hubungan mereka dengan donor, bukan hanya sebagai penerima pasif.
Jadi Relawan Give Back Sale (GBS) Pundi Perempuan, Yuk!
Hai, Sahabat IKa! ????????
Pernah bayangin serunya dapat pengalaman baru, bangun jejaring yang asik, sambil bantu sesama? Kini saatnya! IKa lagi buka kesempatan relawan buat Give Back Sale (GBS), salah satu kegiatan fundraising seru untuk mendukung Pundi Perempuan.
Dengan jadi relawan, kamu nggak cuma membantu mengelola donasi barang-barang preloved, tapi juga belajar keterampilan keren, dapat teman baru, dan jadi bagian dari Komunitas Pemberdaya IKa. Pastinya, kamu juga ambil peran penting dalam mendukung Women Crisis Centers (WCC)!
Halo, Sahabat IKa! Kali ini, Give Back Sale hadir dengan sesuatu yang berbeda! ✨
Apa yang membuatnya berbeda? Kali ini, Give Back Sale menjadi bagian dari kampanye NyataNyala dalam mendukung 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP).
Bersama Komnas Perempuan, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) mengajak publik untuk turut berpartisipasi dengan mendonasikan barang-barang preloved yang digelar pada acara Give Back Sale (GBS) Pundi Perempuan, yang akan diadakan dalam waktu dekat ini. Dan hasilnya akan disalurkan kepada Women Crisis Centre (WCC), lembaga yang bekerja untuk mendampingi perempuan korban kekerasan di Indonesia.
Jenis dan ketentuan barang preloved yang bisa didonasikan dapat dilihat pada poster!
Donasi bisa diantar atau kirimkan ke kantor Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) Ke:kini Ruang Bersama Jl. Cikini Raya No. 43-45, Menteng, Jakarta Pusat Kontak: 0813-8673-5816
Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) sebagai organisasi sumberdaya masyarakat sipil (OSMS) mengidentifikasi perlunya kolaborasi dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang menimbulkan ketidakadilan. Salah satu bentuk dari kolaborasi ini adalah dibentuknya jaringan INCLINE (Indonesian Climate Justice Network) atau #JAGAINIklim (Jaringan Gerakan Indonesia untuk Keadilan Iklim), yang bersama-sama bermaksud memperjuangan keadilan iklim bagi masyarakat terutama mereka yang menjadi korban dan paling rentan terdampak perubahan iklim. IKa menempatkan kolaborasi jaringan ini sebagai bagian dari Pundi Hijau yang merupakan salah satu dari 4 Pundi IKa, selain dari Pundi Insani, Pundi Perempuan dan Pundi Budaya. Sejak 2023, Pundi HIjau IKa memperoleh dukungan dari ClimateWorks Foundation melalui program JEDI.
Salah satu sarana untuk menangkap isu perubahan iklim dan dampaknya pada keadilan, IKa mengembangkan sebuah aplikasi yang bernama INCLINE. Aplikasi iniberbasis android dan berfungsi membangun data indikator keterpaparan, sensitivitas dan kapasitas adaptif komunitas terhadap dampak dari krisis iklim. Keluaran dari aplikasi merupakan laporan hasil analisis data bagi kepentingan pengguna yang dapat digunakan untuk melakukan rencana atau kegiatan mitigasi, adaptasi maupun pembuatan kebijakan yang tepat sasaran terkait dampak perubahan iklim.
Pada tanggal 25-29 September 2024, IKa mengadakan pertemuan mitra pemrakarsa yang merupakan komunitas penerima hibah Pundi Hijau periode ke dua. Pertemuan ini dilakukan untuk melatih penggunaan INCLINE dan membekali komunitas dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi krisis iklim, khususnya di tingkat lokal. Dengan menggunakan aplikasi INCLINE, peserta dipandu untuk melakukan input data yang mengidentifikasi keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptif masyarakat terhadap perubahan iklim untuk mendukung desain program-program mitigasi yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Workshop ini dilaksanakan di Ajar Learning Center, Kampung Damai, Badung, Bali. Lokakarya aplikasi INCLINE ini melibatkan penerima hibah Pundi Hijau 2024, yaitu berbagai komunitas yang berfokus pada isu lingkungan dan keadilan iklim:
Yayasan Wangsakerta (Cirebon, Jawa Barat)
LSM Pelita Harapan Lembata (NTT)
Jumpun Pambelom (Kalimantan Tengah)
Gajahlah Kebersihan (Lampung)
PAPHA Indonesia (Kabupaten Sikka, NTT)
RUBEK PASI (Aceh Singkil, Aceh)
Yayasan Bendega Alam Lestari (Denpasar, Bali)
Yayasan Abdi Papua Mandiri (Sorong, Papua Barat Daya)
Melalui workshop ini, diharapkan para peserta dapat membawa pulang pengetahuan praktis yang dapat diterapkan di komunitas mereka masing-masing.
“Pelatihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan saya secara pribadi dan juga lembaga dalam menggunakan INCLINE apps sebagai tools untuk melihat sejauh mana tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di wilayah kami”, Maria Mervina, Yayasan Pelita Harapan.
Keterampilan yang diperoleh diharapkan dapat memperkuat ketahanan lokal terhadap perubahan iklim dan memastikan bahwa langkah-langkah adaptasi dilakukan dengan cara yang adil dan sesuai dengan kebutuhan spesifik tiap daerah.
“… INCLINE (merupakan) suatu aplikasi yang sangat membantu mencari data dan untuk menganalisis, apalagi untuk daerah yang kekurangan data, dimana mereka rentan bencana.”, Billy Christianto dari Jumpun Pambelom.
Sebagai tindak lanjut pelatihan, salah satu peserta, Efraim Kambu dari Yayasan Abdi Papua Mandiri mengharapkan basis data yang didapat bisa digunakan untuk mengadvokasi pemerintah lokal untuk menjaga iklim dengan lebih baik lagi.
Dalam dunia yang semakin terhubung dan dinamis, relawan memainkan peran penting dalam mendukung dan memperkuat organisasi nirlaba serta inisiatif-inisiatif kemanusiaan. Buku ini hadir untuk memberikan panduan mengenai manajemen relawan, dengan fokus khusus pada transformasi daya komunitas, peran relawan millennial dan Gen Z, serta pengelolaan yang terstruktur untuk mencapai dampak sosial yang berkelanjutan.
Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) telah menginisiasi model “Catur Daya” yang mencakup dana, pengetahuan, jejaring, dan kerelawanan sebagai pilar utama dalam ekosistem komunitas pemberdaya. Kerelawanan dalam model ini bukan hanya sekedar kontribusi tenaga, tetapi juga penyaluran semangat solidaritas dan berbagi daya yang penting bagi pemberdayaan dan transformasi komunitas.