Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan Komnas Perempuan membuka kesempatan pengajuan Hibah Pundi Perempuan bagi komunitas/organisasi masyarakat sipil yang memberikan layanan dan pendampingan kepada perempuan korban kekerasan di Indonesia.
Untuk itu, kami mengundang komunitas/organisasi untuk mengajukan proposal Hibah Pundi Perempuan termin II di tahun 2025 dengan dana hibah maksimal sebesar Rp 25.000.000, – (Dua Puluh Lima Juta Rupiah). Dana hibah ini dapat digunakan untuk mendanai pendampingan hukum dan pemulihan psikososial.
Kriteria Penerima Hibah:
Komunitas/organisasi masyarakat yang melakukan pendampingan dan pemulihan perempuan korban kekerasan.
Memprioritaskan komunitas/organisasi masyarakat yang belum pernah mengakses dana hibah Pundi Perempuan.
Minimal mencakup kegiatan: pendampingan dan pemulihan, konseling, penguatan kapasitas pendamping, pengelolaan rumah aman.
Menyediakan layanan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan, minimal 5 kasus perbulan dan melibatkan orang muda dalam kegiatan layanannya.
Memiliki tata kelola yang menjamin adanya akuntabilitas dan diharapkan dapat menunjukkan kemampuan dalam menyusun laporan kegiatan dan keuangan dengan baik.
Pemanfaatan hibah dimulai pada Agustus 2025 dengan periode pelaksanaan 6-12 bulan.
Batas pengajuan proposal hibah Pundi Perempuan tanggal 7 Juni 2025 pukul 23.59 WIB.
Seleksi proposal dilakukan oleh Tim Pengarah Pundi Perempuan.
Penerima hibah akan diumumkan pada Juli 2025 melalui media sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan konfirmasi email.
Komunitas/organisasi terpilih mengirimkan cerita lapangan, foto, video, laporan kegiatan dan keuangan.
Bagi yang membutuhkan, dapat mengikuti sesi penjelasan pengajuan hibah bertujuan untuk menjelaskan teknis pengisian proposal Pundi Perempuan beserta kelengkapannya; yang akan dilaksanakan secara daring 2 Juni 2025, Pkl 14.00.https://s.id/sesipengajuanhibah
Proposal yang masuk akan diseleksi oleh tim pengarah Pundi Perempuan.
*Klik link di bawah ini untuk pengisian proposal naratif dan template anggaran secara online:
Indonesia saat ini sedang mendapatkan bonus sumber daya manusia usia muda atau disebut dengan istilah bonus demografi. Istilah ini mengacu pada kondisi di mana proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan penduduk non-produktif. Bonus demografi memberikan peluang besar bagi Orang Muda untuk berperan aktif dalam berbagai aspek pembangunan. Orang Muda adalah agen perubahan yang dapat membawa dampak signifikan melalui inovasi, kreativitas, dan semangat mereka. Peranan orang muda dianggap penting karena dengan langkah yang strategis yang diambil sejak saat ini akan bermanfaat bagi kehidupan orang muda saat ini dan generasi selanjutnya di masa mendata
Sebagai organisasi sumber daya bagi masyarakat sipil, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) membawa visi mempromosikan kehidupan yang adil, bermartabat, dan sejahtera untuk semua, berlandaskan hak asasi manusia, demokrasi, dan kelestarian alam. Orang Muda adalah salah satu fokus perhatian dukungan IKa sejak tahun 2022. Bersama Asian Community Trust, IKa mendorong inisiatif-inisiatif baik dari komunitas orang muda sehingga dalam kurun waktu 2022-2024 berhasil mendukung 17 komunitas dalam bentuk hibah untuk Komunitas Muda Berdaya dan pengetahuan (capacity building). Komunitas-komunitas Muda ini bergerak dengan mengangkat isu-isu yang berakar pada konteks lokal masing-masing, sekaligus menjembatani keterkaitan yang kompleks antara berbagai isu, seperti lingkungan, HAM, kesetaraan gender, dan keadilan sosial. Sebagai bagian dari masyarakat sipil, komunitas muda memiliki peran strategis dalam pembangunan berkelanjutan berkat pengetahuan lokal yang mereka miliki.
Komunitas Muda Berdaya tersebar di seluruh lndonesia, mulai dari ujung Barat: Komunitas Kompak, (Batam) Forest is Our Friend (Tangerang Selatan), Balad Kawit (Bandung), Youthfel Indonesia (Sleman) Tanah Tumbuh (Yogyakarta), Narasi Perempuan Sekolah Ekofeminisme(Banjarmasin), Wajah Literasi (Kapuas Hulu), Himba alam nusantara (Barito Kuala), Satu Dalam Perbedaan /SADAP(Pontianak), Sekolah Pesisi Juang (Mataram), Sikola Bajalan (Wakatobi), Rumah Bacarita Sejarah (Seram), Mangente Forest Rover Mangente (Ambon), Bio Natural (Ambon) Sekolah Mimpi (Kepulauan Aru), Komunitas Peduli Papua (Sorong), Suara Grina (Jayapura).
Kesempatan mengimplementasikan kegiatan yang sudah direncanakan secara lebih baik, kesempatan berjejaring lebih luas untuk kelanjutan organisasi serta tertib administrasi menjadi poin yang paling banyak muncul saat tim IKa berdiskusi secara online bersama tujuh Komunitas Muda Berdaya pada awal tahun 2025. Rumah Bacarita Sejarah, Komunitas Muda Berdaya dari Kab. Seram, mengatakan bahwa kegiatan penghijauan dan edukasi ke sekolah-sekolah terkait kegiatan penanaman yang mereka lakukan menjadi lebih terstruktur, dapat menjangkau dan melibatkan lebih masyarakat terutama edukasi yang mereka lakukan tidak melulu berbasis text-book namun juga berdasarkan pengalaman. Sementara itu Sekolah Pesisi Juang dari Kota Mataram bercerita bahwa sejak mendapatkan hibah Komunitas Muda Berdaya secara internal meningkatkan kepercayaan diri untuk mencoba mengirimkan proposal hibah untuk kegiatan organisasi dan lebih berani berkompetisi guna mendapatkan hibah tersebut.
Pemanfaatan hibah berlangsung bukan tanpa tantangan. Wajah Literasi, Komunitas Muda Berdaya dari Kab. Kapuas Hulu, bercerita tentang pengelolaan sumber daya berbasis relawan dan memiliki profesi berbeda seperti dokter dan peneliti sehingga dalam perencanaan kegiatan dan penjadwalan membutuhkan proses yang panjang untuk mengakomodir kebutuhan dan jadwal yang sesuai. Narasi Perempuan, Komunitas Muda Berdaya berbasis di Banjarmasin, bercerita mengalami tantangan terkait kehadiran peserta yang tidak konsistensi hadir selama rangkaian workshop ekosistem lahan gambut. Tantangan lain yang dihadapi oleh komunitas yang menggunakan pendekatan eko-feminisme dalam kegiatannya adalah lebih terkait manajemen keuangan organisasi
Keberlanjutan adalah satu hal yang menjadi poin juga mengemuka pada diskusi online ini. Komunitas Muda Berdaya yang menggunakan teknologi AI dalam memantau hutan Mangrove, Mangente Forest dari Ambon, berbagi bahwa melalui kegiatan pemanfaatan Hibah Muda Berdaya membuka kesempatan berjejaring untuk keberlanjutan organisasi. Pihak CSR dari salah satu BUMN serta lembaga akademik lokal menjadi jejaring yang membuka peluang untuk keberlanjutan organisasi baik dari sisi pendanaan dan ketrampilan di bidang teknologi. Sementara itu Sekolah Mimpi, Komunitas Muda Berdaya dari Kepulauan Aru, setelah melakukan kegiatan yang mengajarkan anak-anak sekolah untuk melindungi lautan mereka dan hidup dalam harmoni dengan lingkungan selama pemanfaatan hibah, kemudian berhasil menggandeng sekolah menengah yang berada di wilayah dampingannya untuk mengadopsi kegiatan tersebut menjadi bagian dari Masa Orientasi Sekolah (MOS) setiap memasuki tahun ajaran baru. Selain itu, Sekolah Mimpi juga melibatkan masyarakat setempat, termasuk di dalamnya merangkul orang tua sehingga dapat bersama-sama membangun lingkungan yang lebih inklusif.
Dinamika yang diperoleh Komunitas Muda Berdaya selama masa pemanfaatan hibah, menjadi sebuah pembelajaran berharga bahwa inisiatif dari komunitas lokal merupakan modal berharga dalam menemukan solusi bagi berbagai isu yang terjadi di komunitas masing-masing. Dukungan yang diberikan IKa dan ACT menjadi katalis dan membuka peluang Komunitas Muda Berdaya untuk dapat beraksi untuk membawa transformasi bagi lingkungan sekitar. Lebih jauh lagi, keberlanjutan menjadi satu hal mungkin bagi Komunitas Muda Berdaya.
Tahun 2025 agaknya menjadi tahun yang tepat bagi Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) untuk melakukan banyak eksperimentasi di setiap kegiatan dalam rangka 30 tahun berkiprah. Di bulan Maret ini, IKa memperkenalkan inisiatif baru dalam penyelenggaraan Festival Orang Muda. Festival yang biasanya diadakan di Jakarta kali ini dipindahkan sejauh 1.100 km ke Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Menggandeng jaringan Yayasan Wisnu dan Komunitas Kayoman, festival ini berhasil melibatkan banyak orang muda serta kelompok dan komunitas lain yang memiliki visi serupa. Desa Pedawa sebagai lokasi festival merupakan salah satu desa adat tertua di Bali, yang letaknya berada pada 650 meter di atas permukaan laut. Menurut Bli Wayan, Ketua Komunitas Kayoman, desa ini memiliki bahasa yang unik dan berbeda dari dialek Bali pada umumnya, sehingga hanya masyarakat Pedawa yang bisa memahaminya.
Selain keunikan budaya dan tradisi, Desa Pedawa juga dikenal dengan mitos yang beredar di masyarakat kota. Bli Wayan Sukarta, selaku tetua adat Desa Pedawa, menceritakan bahwa banyak orang menganggap desa ini mistis dan menyeramkan. Letaknya yang jauh dari perkotaan dengan lika-liku perjalanan untuk bisa sampai kesana, membuat mitos tersebut kian santer di kalangan masyarakat awam Bali. Bahkan, seorang mahasiswa KKN bercerita bahwa temannya sempat bertanya, “Apa kamu tidak takut KKN di Desa Pedawa? Nanti nggak bisa pulang, lho!”.
Terlepas dari mitos-mitos tidak nyata itu, Desa Pedawa sebagai desa adat memiliki keswadayaan dengan mengandalkan iuran adat dari warga yang dikenal sebagai Krama Adat, seperti dalam pembangunan Pura. Keswadayaan ini tercermin dalam sistem sosial yang mengedepankan otoritas pengelolaan desa secara tradisional dengan prinsip ‘tata lilungguh‘, yakni prinsip yang menekankan pentingnya perilaku yang selaras dengan aturan adat untuk mencapai keharmonisan dan keseimbangan. Namun, prinsip tersebut bukan berarti bahwa Desa Pedawa tidak berpaku terhadap peraturan negara, Desa Pedawa sebagai desa dinas juga menjalankan tata kelola yang diharuskan oleh NKRI.
Desa Pedawa merupakan desa yang mempunyai banyak sumber daya yang dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakatnya. Salah satunya adalah pemanfaatan air dalam kehidupan sehari-hari yang sejalan dengan tema Festival Orang Muda Berdaya tahun ini. Hasil kajian dari Sekolah Adat Manik Empul memperlihatkan keberadaan 33 jenis air yang dimiliki oleh Desa Pedawa dan masing-masing memiliki kegunaannya tersendiri. Oleh karena itu, air memiliki peranan mendasar dalam kebutuhan ritual keagamaan yang merepresentasikan manusia dan alam. Sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui, seringkali kita lupa bahwa suatu hari air yang kita anggap tak terbatas bisa saja habis jika tidak ada yang menjaga.
Atas dasar keberlangsungan hidup bagi anak cucu, orang-orang muda yang mewarisi konsep Gama Tirta dalam tradisi Bali Aga, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga sumber air yang sangat penting bagi spiritualitas dan kehidupan mereka. Konsep pelestarian air yang tidak hanya berfokus pada satu titik, tetapi melibatkan kawasan dari hulu (Catur Desa) hingga hilir (Panca Desa Bali Aga), memberi kesempatan bagi pemuda untuk berinteraksi dan berdiskusi dalam acara “rembug”. Acara ini bertujuan memperkuat kerjasama antar desa dan memperkokoh semangat konservasi air di kalangan generasi muda.
Festival Orang Muda Berdaya bukan sekadar perayaan, melainkan ruang bertemunya gagasan dan aksi nyata para pemuda dalam menjaga lingkungan, khususnya konservasi air. Di tengah semangat gotong royong dan kebersamaan, festival ini menjadi ajang berbagi inspirasi, berkolaborasi, dan memperkuat komitmen terhadap kelestarian alam.
Pada siang itu 14 Maret, kami melakukan perjalanan ke Desa Pedawa; dimana desa ini menjadi tempat untuk diselenggarakannya festival; kami tiba di lokasi sore hari. Festival Orang Muda Berdaya merupakan kelanjutan dari Festival Wiradewari yang sebelumnya diselenggarakan di Jakarta. Acara puncak festival berlangsung pada 15 Maret 2025 di Wantilan Desa Pedawa, Banjar Dinas Desa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali.
Acara ini diselenggarakan oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) bekerja sama dengan Yayasan Wisnu, Komunitas Kayoman, dan Sekolah Adat Manik Empul, dengan dukungan dari Asian Community Trust (ACT). Festival ini menjadi ruang bagi orang muda untuk bertukar pikiran dan memperkuat komitmen konservasi serta revitalisasi air.
Peserta yang hadir berasal dari berbagai komunitas, termasuk kawasan hulu (Catur Desa), penyangga (Panca Desa Bali Aga), serta komunitas muda hilir. Selain secara luring, festival ini juga berlangsung dalam format hybrid dengan partisipasi komunitas penerima hibah Muda Berdaya seperti Sekolah Pesisi Juang, Rumah Bacarita Sejarah, Mangente Forest, Himba Alam Nusantara, Wahana Jelajah Literasi, SADAP Indonesia, Sekolah Mimpi, Narasi Perempuan, Bio Natural, Youthfel Indonesia, dan Fiof.
Acara ini dihadiri sekitar 85 peserta dengan latar belakang beragam, mulai dari pemuda desa, siswa SMP dan SMA, mahasiswa, ketua adat, hingga aparat desa. Festival berlangsung dari pukul 09.00 hingga 16.00 WITA, diawali dengan pembakaran dupa/sesaji sebagai simbol doa agar acara berjalan lancar.
Tahun ini tema yang diusung adalah “GERAKAN PEMUDA HULU UNTUK KONSERVASI AIR” dengan subtema “Aksi Nyata Pemuda Hulu dalam Pelestarian Lingkungan dan Konservasi Mata Air.” Air memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat Bali, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun ritual spiritual, terutama dalam konsep Gama Tirta di desa-desa Bali Aga. Relasi erat antara manusia dan lingkungan tercermin dalam berbagai tradisi dan ritual yang selalu melibatkan air suci.
Bali sendiri memiliki sumber air yang melimpah berasal dari empat danau yakni Batur, Buyan, Tamblingan dan Beratan, serta memiliki banyak gunung antara lain Gunung Agung, Abang dan lainnya. Gunung-gunung yang memiliki hutan lebat merupakan sumber kehidupan dengan mata air yang banyak. Kekayaan alam membuat masyarakat Bali memungkinkan mendapatkan kehidupan yang tenteram karena penduduk bisa mengelola lahan dengan air yang memadai. Semua itu dapat terwujud oleh kearifan lokal masyarakat. Putu Yuli Supriyandana (narasumber).
Dari hal tersebut, kita tau mengapa pentingnya perlu menjaga air, selain menjaga kita juga harus mengupayakan bahwa mengelola sampah juga penting karena sampah yang belum dikelola dengan baik akan membuat air tercemar, belum lagi Bali menjadi destinasi turis asing maupun lokal yang dimana semakin banyak orang akan semakin banyak pula sampah yang dihasilkan.
Untuk itu Sita Supomo, Direktur IKa, dalam sambutannya menekankan pentingnya menjaga lingkungan dengan mengelola sampah, melindungi sumber air, serta menjaga sungai dari pencemaran. Sementara itu, Gede Patra Santika, ketua panitia, menyoroti peran anak muda dalam menghadapi krisis air dan pentingnya konservasi.
Kami kagum dengan semangat peserta festival. Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan menarik seperti tarian Sekar Jagat, berbagi cerita gerakan pemuda hulu oleh Ketut Santi Adnyana dan Putu Yuli Supariyandana serta musik oleh BRASTI, serta testimoni dari komunitas Muda Berdaya tentang produk dan inisiatif mereka serta testimoni dari komunitas Muda Berdaya tentang produk dan inisiatif mereka yang diwakili oleh Sekolah Pesisi Juang, Rumah Bacarita, serta Youthfel, termasuk keripik tenggiri dan produk lokal lainnya. Selain itu, ada sesi inspiratif bersama Bu Jro Jemiwi, seorang life coach dan NLP Trainer yang ditemani oleh I Wayan Sadyana sebagai penanggap, yang membahas pentingnya mencintai diri sendiri.
Menariknya, saat makan siang hujan deras turun, seolah mengingatkan kami pada tema festival: air. Namun, hujan berhenti tepat setelah acara selesai, seakan alam merestui pertemuan ini.
Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) sebagai organisasi sumber daya masyarakat sipil, mendorong inisiatif baik yang dilakukan komunitas orang muda melalui Hibah Komunitas Muda Berdaya, yang didukung Asian Community Trust (ACT Japan). Dalam pelaksanaannya, IKa mengaplikasian pendekatan Participatory Grant Making, yang mengedepankan partisipasi pemrakarsa muda untuk memperkuat kapasitas dan kemampuan memanfaatkan sumber daya mereka sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masing-masing komunitas.
Untuk memperkuat kapasitas sumber daya komunitas muda, khususnya dalam semangat catur daya (dana, pengetahuan, jejaring, dan kerelawanan), IKa menyelenggarakan 5 seri Peningkatan Kapasitas bagi Komunitas Muda Berdaya, sebagai sarana menggerakkan generasi muda, juga membangun rasa solidaritas dan kebersamaan di kalangan orang muda.
Pemrakarsa Hibah Muda Berdaya tersebar seluruh Indonesia, dari pulau Sumatera hingga Papua. Isu yang didampingi komunitas juga beragam, dengan konteks yang merumput setiap wilayahnya. Untuk menghadapi hal ini, IKa memanfaatkan platform daring untuk tetap menjalankan kegiatan Peningkatan Kapasitas bagi Komunitas Muda Berdaya ini agar berjalan interaktif, partisipatif dan inklusif lintas-isu lintas-komunitas.
Berdasarkan polling bersama pemrakarsa komunitas muda berdaya, isu HAM dan lingkungan menjadi prioritas utama. Materi masing-masing topik dilakukan dalam 2 pertemuan; dengan pertemuan pertama untuk pengenalan isu. Pengenalan Isu HAM dengan pemateri Alif Nurwidiastomo dari YLBHI Jakarta, dan Pengenalan Isu Lingkungan dengan pemateri Ahmad Baihaqi dari Belantara Foundation. Sementara itu pertemuan kedua tentang pengorganisasian terkait isu , yaitu pengorganisasian untuk isu HAM dengan pemateri Daniel Winarta dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan pengorganisasian untuk isu Lingkungan dengan pemateri Ahmad Baihaqi dari Belantara Foundation. Selanjutnya, dengan semangat memastikan keberlangsungan komunitas, IKa mengintegrasikan dua isu tersebut dengan materi tentang Tata Kelola Program dengan pemateri Ririn Habsari dari REMDEC. Masing-masing pemateri adalah profesional dalam isu HAM, lingkungan dan manajemen administrasi organisasi. YLBHI sebagai lembaga yang konsisten memperjuangkan penegakan hukum, HAM, dan gerakan pro-demokrasi; Belantara Foundation sebagai lembaga yang bergerak dalam upaya konservasi skala luas sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan REMDEC sebagai konsultan spesialis Organisasi Sipil Masyarakat (OMS).
Benang merah dalam Sesi Peningkatan Kapasitas ini adalah untuk menginisiasi penyadaran sosial orang muda, dimulai dari individu kemudian berkembang ke tingkat komunitas, dan memerlukan pengorganisasian yang solid untuk mengatasi berbagai tantangan. Utamanya, tantangan yang merumput memerlukan pemecahan masalah yang kontekstual terhadap siapa yang didampingi. Proses ini melibatkan strategi jangka pendek dan panjang, dengan pendekatan berbasis komunitas.
Pendekatan akan berbeda, karena berdasarkan konteks lokal yang berbeda. Misalnya dalam hal perizinan dan mengorganisir kegiatan: Rumah Bacarita Sejarah (Kota Sirih, Maluku) yang kegiatannya banyak melibatkan anak-anak. Dalam pengorganisasiannya, Rumah Bacarita Sejarah memilih menggunakan inkorporasi budaya lokal, seperti dengan mengaitkan dengan kegiatan olahraga. Berbeda dengan Youthfel Indonesia (Sleman, Yogyakarta), yang salah satu kegiatannya berbentuk edukasi ke anak usia Sekolah Dasar. Pengorganisasian yang mereka lakukan juga mengintegrasikan budaya lokal, tetapi dalam konteks Jogja yang banyak seniman, dengan kegiatan yang berbentuk Artivism (gabungkan antara seni dengan aktivisme).
Komunitas muda sering menghadapi kendala seperti jumlah anggota yang terbatas, keterbatasan waktu, dan rendahnya tingkat keterlibatan dalam kegiatan berbasis kerelawanan. Namun, di level komunitas, orang muda perlu sadar bahwa semua individu memiliki peran dalam proses check and balance agar kebijakan lokal tidak hanya berbasis perhitungan finansial, tetapi juga pro-lingkungan dan bersifat berkelanjutan. Kekuatan individu inilah yang perlu diorganisir menjadi suara komunitas.
Untuk lebih memperkuat kapasitas komunitas muda, pengembangan melalui ruang belajar seperti Peningkatan Kapasitas ini sangat penting. Dengan bertambahnya pemahaman tentang isu dan kemampuan tentang tata kelola program dan organisasi, mereka semakin matang dalam menghadapi tantangan yang merumput di komunitas masing-masing dan diharapkan bisa berkolaborasi lintas-isu, lintas-komunitas, untuk mencapai tujuan yang lebih besar di masa depan.
Natal adalah momen untuk berbagi kasih dan kepedulian dalam tindakan nyata. Dari Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), kami mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada para donatur atas dukungan mereka yang tiada henti bagi Si Mbah Penyintas ’65—para penyintas tragedi 1965 yang kini telah lanjut usia. Berkat donasi yang diberikan, kami dapat menyalurkan 97 paket bantuan dan santunan tunai kepada Si Mbah di Banyumas, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Banyak dari Si Mbah Penyintas ’65, yang kini berada di usia senja, masih menanggung luka ketidakadilan negara yang mereka alami saat muda. Di Banyumas, mereka membentuk komunitas “Paguyuban 10 November”, di mana mereka berkumpul setiap bulan secara bergantian di rumah-rumah anggota atau di warung kopi milik para sponsor dan mentor mereka. Pertemuan ini menjadi ruang terapi emosional, tempat mereka bernyanyi, menari, dan berbagi kisah—menemukan ketenangan dan kekuatan dalam kebersamaan. Untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari, komunitas ini juga mendirikan Koperasi Simpan-Pinjam.
Kunjungan kami ke Si Mbah saat Natal membawa banyak momen haru. Saat menyerahkan hadiah Natal, banyak dari mereka mengenang masa lalu seolah baru terjadi kemarin. Beberapa berbagi cerita tentang bagaimana keluarga mereka dijauhi, diusir dari lingkungan, dan dilarang bersekolah. Didera emosi yang mendalam, beberapa di antara mereka menangis dan tidak mampu menyelesaikan cerita mereka.
Salah satu Si Mbah, seorang perempuan yang hingga kini belum menikah, berbagi bagaimana stigma masa lalu telah merampas masa depan yang pernah ia impikan. Tunangannya saat itu, seperti banyak orang lain, menolak menikahinya dan berkata:
“Kamu seorang komunis, seorang kriminal, dari keluarga yang tercela. Aku tidak ingin berhubungan denganmu atau keluargamu.”
Kata-kata itu tertanam dalam ingatannya, menjadi luka yang terlalu dalam untuk sembuh—sebuah trauma yang membuatnya memilih untuk menjalani hidup dalam kesendirian.
Namun, di antara kepedihan, ada pula momen kebahagiaan dan rasa syukur. Si Mbah Sanjan, salah satu penyintas, mengungkapkan keterkejutannya sekaligus rasa terima kasihnya saat menerima bantuan Natal:
“Terima kasih kepada Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan para donatur yang peduli kepada saya. Saya tak menyangka ada yang mau berdonasi, memperhatikan, bahkan mengunjungi kami. Biasanya, yang datang menemui kami hanya LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). IKa, semoga terus maju dalam perjuangan kemanusiaan. Saya sungguh heran bahwa yang membantu kami justru pekerja biasa—orang-orang dengan gaji UMR—bukan pemerintah yang katanya kaya.”
Di tengah semangat berbagi, IKa turut berduka atas berpulangnya salah satu Si Mbah yang menerima bantuan Natal, hanya beberapa minggu kemudian, pada 21 Januari. Saat kami mengunjungi beliau, ia berkali-kali mengungkapkan keterkejutan dan rasa syukur bahwa ada orang yang masih peduli padanya. Kata-kata terima kasihnya kini menjadi kenangan yang mengingatkan kami betapa berharganya tindakan kecil kepedulian bagi mereka yang telah lama dilupakan.
Kami sadar bahwa tak ada bantuan yang bisa sepenuhnya menyembuhkan luka masa lalu Si Mbah. Namun, komitmen kami terhadap kemanusiaan dan keadilan akan terus berjalan, memastikan mereka mendapatkan dukungan, martabat, dan pengakuan yang layak. Dengan kedermawanan para donatur, dukungan dari platform GlobalGiving, serta kolaborasi dengan berbagai mitra, kami akan terus mendampingi Si Mbah Penyintas ’65.
Saat kita merenungkan makna Natal, mari kita terus menyalakan semangat solidaritas—menyebarkan kasih sayang bukan hanya di momen Natal, tetapi juga dalam setiap kesempatan berbagi kemanusiaan. Jangan biarkan ketidakpedulian memadamkan cahaya keteguhan hati Si Mbah atau membuat perjuangan mereka sia-sia.
Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan Komnas Perempuan membuka kesempatan pengajuan Hibah Pundi Perempuan bagi komunitas/organisasi masyarakat sipil yang memberikan layanan dan pendampingan kepada perempuan korban kekerasan di Indonesia.
Untuk itu, kami mengundang komunitas/organisasi untuk mengajukan proposal Hibah Pundi Perempuan termin pertama I di tahun 2025 dengan dana hibah maksimal sebesar Rp 25.000.000, – (Dua Puluh Lima Juta Rupiah). Dana hibah ini dapat digunakan untuk mendanai pendampingan hukum dan pemulihan psikososial.
Kriteria Penerima Dana Hibah Pundi Perempuan:
1. Komunitas/organisasi masyarakat sipil (khususnya Lembaga Pengada Layanan/Women Crisis Center).
2. Menyediakan layanan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan, minimal 5 kasus perbulan dan melibatkan orang muda dalam kegiatan layanannya.
3. Tidak sedang menerima dana bantuan program baik dari pemerintah maupun lembaga donor lainnya.
4. Memiliki sistem kerja yang menjamin adanya akuntabilitas dan diharapkan dapat menunjukkan kemampuan dalam menyusun laporan kegiatan dan keuangan dengan baik.
5.Diutamakan memiliki rumah aman bagi perempuan korban kekerasan.
6. Menyertakan dua nama referensi beserta kontak yang dapat dihubungi dalam proposal.
2. Komunitas/organisasi dapat mengajukan proposal narasi dan anggaran untuk kegiatan selama 6 bulan untuk periode Maret 2025 – Agustus 2025.
3.Batas pengajuan proposal hibah Pundi Perempuan pada tanggal 20 Februari 2025.
4. Proposal akan diseleksi oleh panitia pengarah Pundi Perempuan, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan Komnas Perempuan.
5. Pengumuman penerima hibah Pundi Perempuan akan dilakukan pada bulan Maret 2025 di media sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan penerima hibah akan menerima email konfirmasi.
6. Komunitas/organisasi terpilih bersedia mengirimkan cerita-cerita lapangan, laporan narasi kegiatan dan keuangan, beserta informasi pendukung lainnya.
Proposal yang masuk akan diseleksi oleh tim pengarah Pundi Perempuan, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan Komnas Perempuan.
*Klik link di bawah ini untuk pengisian proposal naratif dan template anggaran secara online:
Pada 20 September 2024, sebuah acara penting diadakan di Ford Foundation Center for Social Justice, New York City, yang bertajuk “Aksi Lokal, Akuntabilitas Global.” Diselenggarakan oleh CIVICUS, Peace Direct, NEAR, WINGS, dan Movement for Community-Led Development (MCLD), acara ini mengumpulkan para pemimpin masyarakat sipil, donor global, perwakilan PBB, dan pejabat pemerintah. Bersamaan dengan Sidang Umum PBB 2024, acara ini bertujuan untuk menjembatani komitmen internasional dengan kebutuhan di tingkat akar rumput, dengan fokus pada akuntabilitas, pendanaan berkelanjutan, dan pengembangan yang inklusif.
Diskusi dalam acara ini menyoroti tema-tema penting seperti pembagian risiko, pendanaan fleksibel, dan keberlanjutan jangka panjang bagi organisasi lokal. Beberapa pembicara utama termasuk Sita Supomo dari Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), yang menekankan pentingnya membangun kepercayaan dan model pendanaan berbasis komunitas di tengah ruang sipil yang semakin terbatas; Sarah Rose dari USAID, yang membagikan upaya USAID untuk desentralisasi pengambilan keputusan; dan Rebecca Dali dari CCEPI di Nigeria, yang mendorong forum global yang lebih inklusif di mana suara lokal memiliki peran dalam kebijakan.
Pesan utama dari acara ini adalah bahwa transformasi nyata dalam pembangunan global memerlukan pendekatan baru dari para donor. Ini termasuk menyediakan pendanaan inti multi- tahun yang mendukung ketahanan organisasi lokal, menerapkan ukuran keberhasilan yang inklusif yang mencerminkan prioritas lokal, serta mengatasi ketidaksetaraan sistemik dalam sistem keuangan global.
Dengan menempatkan komunitas sebagai pusat proses pembangunan, donor dapat membantu menciptakan perubahan yang berkelanjutan dan berakar pada kebutuhan nyata lokal, sehingga komitmen internasional menjadi aksi yang bermakna. Perubahan ini bukan hanya langkah yang tepat, tetapi juga cara paling efektif untuk mencapai dampak yang bertahan lama. Untuk informasi lebih lanjut tentang acara penting ini dan diskusi mendatang seputar pengembangan yang dipimpin oleh komunitas lokal, ikuti #LocallyLedDevelopment #ShiftThePower dan kunjungi situs www.indonesiauntukkemanusiaan.org
Pada 15 Oktober 2024, diskusi FAJAR #7 yang diselenggarakan oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) mengupas isu krusial tentang dinamika hubungan antara donor dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia. Mengusung tema “Mengidentifikasi Ketimpangan dalam Pemberian Dana Bantuan: Membangun Pemahaman atas Relasi Kuasa antara Donor dan OMS,” acara ini menjadi wadah bagi OMS untuk berbagi pengalaman, tantangan, dan memikirkan pola-pola pengelolaan bantuan donor internasional yang sering kali sarat ketimpangan relasi kuasa.
Forum Belajar Sumber Daya Baru (FAJAR) merupakan inisiatif IKa yang berfokus pada pengembangan sumber daya yang adil dan berkelanjutan di Indonesia. Didukung oleh Peace Direct, FAJAR#7 dirancang untuk menciptakan ruang diskusi reflektif yang mendorong pengelolaan bantuan yang lebih berorientasi pada kebutuhan lokal. Sita Supomo, Direktur Eksekutif IKa, membuka diskusi dengan menggambarkan tantangan besar yang dihadapi OMS terkait pelaporan, administrasi, dan persyaratan donor yang banyak menjadi keluhan OMS.
Dari Pasif ke Aktif: Membangun Kemitraan Setara dengan Masyarakat Adat Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengangkat isu ketimpangan akses masyarakat adat terhadap dana bantuan, terutama dana iklim, yang sering kali tidak sampai ke tangan komunitas lokal di akar rumput. Meski masyarakat adat bertanggung jawab menjaga sekitar 80% ekosistem terbaik dunia, mereka hanya menerima 1% dari dana iklim yang seharusnya mendukung upaya pelestarian tersebut. Rukka menyoroti bahwa prosedur donor yang rumit dan syarat ketat sering kali menjadi penghalang bagi masyarakat adat untuk memanfaatkan dana secara maksimal. Ketentuan-ketentuan ini, yang cenderung tidak relevan dengan realitas di lapangan, membuat masyarakat adat berada dalam posisi subordinat, seolah hanya sebagai penerima pasif tanpa kendali atas alokasi dana yang ditujukan bagi mereka.
Dengan basis pengalaman AMAN tersebut, Rukka menekankan pentingnya mengubah pendekatan bantuan agar relasi antara donor dan masyarakat adat dapat berdiri di atas prinsip kesetaraan dan saling percaya. Ia menyerukan kemitraan yang didasarkan pada kepercayaan, di mana masyarakat adat dilihat sebagai mitra aktif dengan peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan global. Pendekatan baru ini diharapkan dapat membuka akses yang lebih besar bagi masyarakat adat, memungkinkan mereka mengelola dana sesuai kebutuhan lokal tanpa kendala administratif yang berlebihan, dan memperkuat dampak perlindungan lingkungan secara berkelanjutan.
Tantangan Praktik Donor bagi OMS Dalam diskusi ini, sejumlah tantangan yang kerap dihadapi OMS dalam pengelolaan dana bantuan mengemuka. OMS sering kali harus berhadapan dengan kebijakan donor yang terlalu kaku dan administrasi yang memberatkan, mengurangi kemampuan mereka untuk menyesuaikan program sesuai kebutuhan lokal. Beberapa contoh tantangan utama ini mencakup:
Tuntutan Pelaporan yang Kompleks dan Berbelit – Banyak donor internasional menetapkan standar pelaporan yang sangat detail dan administrasi yang rumit, mengalihkan fokus OMS dari program utama ke pekerjaan administratif.
Fleksibilitas Anggaran yang Rendah – OMS sering kali tidak diperbolehkan mengalihkan anggaran meskipun kebutuhan di lapangan berubah, menyebabkan kurangnya adaptabilitas terhadap situasi lokal.
Indikator Keberhasilan yang Tidak Sesuai – Indikator kuantitatif yang ditetapkan donor mengabaikan dampak nyata jangka panjang, memaksa OMS untuk fokus pada angka ketimbang perubahan substantif.
Ketergantungan pada Dokumentasi Visual – Persyaratan donor untuk dokumentasi foto atau video kadang menjadi beban tambahan, yang tidak selalu mencerminkan dampak mendalam dari program.
Relasi Kuasa yang Tidak Setara – Donor sering memandang OMS hanya sebagai penerima pasif yang harus mematuhi semua aturan tanpa ruang untuk negosiasi.
Durasi Pendanaan yang Singkat – Pendanaan jangka pendek membatasi OMS dalam menghasilkan dampak jangka panjang, terutama dalam program perubahan sosial.
Persyaratan Due Diligence yang Ketat – Ketatnya persyaratan ini sering kali menghalangi OMS kecil yang berpotensi besar, karena mereka tidak memiliki kapasitas administratif yang mencukupi.
Setiap tantangan ini mencerminkan relasi kuasa yang kurang seimbang, dimana OMS sering kali berada dalam posisi harus mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan oleh donor, Dimana hal-hal tersebut yang tidak selalu sejalan dengan kondisi di lapangan.
Menuju Kemitraan Setara: Rekomendasi untuk Memperbaiki Relasi Donor dan OMS
Untuk mengatasi berbagai tantangan dalam relasi donor dan OMS, diskusi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi penting yang diharapkan dapat menciptakan keseimbangan dan fleksibilitas dalam pengelolaan dana bantuan. Rekomendasi ini tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki prosedur dan kebijakan pendanaan, tetapi juga untuk membangun kemitraan yang lebih adil, di mana OMS memiliki peran aktif dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya.
Kemitraan yang Setara: Donor perlu mempercayai OMS dalam mengelola dana dan menghargai pengetahuan lokal, menciptakan relasi yang saling mendukung.
Penguatan Kapasitas Negosiasi OMS: OMS perlu mengembangkan kapasitas negosiasi agar memiliki peran aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait pendanaan.
Transparansi dan Akuntabilitas yang Inklusif: Perlu adanya mekanisme yang lebih sesuai dengan konteks lokal, memungkinkan OMS menjalankan peran lebih besar.
Pendanaan Alternatif: Kolaborasi antar OMS dalam penggalangan pendanaan alternatif seperti crowdfunding perlu didorong untuk mengurangi ketergantungan pada donor internasional.
Acara ini menegaskan kembali pentingnya upaya kolektif dalam membangun kesetaraan antara donor dan OMS, serta perlunya pendekatan yang lebih berfokus pada kebutuhan dan kondisi lokal dalam setiap proses pengelolaan dana bantuan (community driven development). Dengan implementasi rekomendasi ini, diharapkan OMS dapat memainkan peran yang lebih aktif dan strategis dalam hubungan mereka dengan donor, bukan hanya sebagai penerima pasif.
Jadi Relawan Give Back Sale (GBS) Pundi Perempuan, Yuk!
Hai, Sahabat IKa! ????????
Pernah bayangin serunya dapat pengalaman baru, bangun jejaring yang asik, sambil bantu sesama? Kini saatnya! IKa lagi buka kesempatan relawan buat Give Back Sale (GBS), salah satu kegiatan fundraising seru untuk mendukung Pundi Perempuan.
Dengan jadi relawan, kamu nggak cuma membantu mengelola donasi barang-barang preloved, tapi juga belajar keterampilan keren, dapat teman baru, dan jadi bagian dari Komunitas Pemberdaya IKa. Pastinya, kamu juga ambil peran penting dalam mendukung Women Crisis Centers (WCC)!