Corner Peduli

Program Peduli: Pilar Restorasi Sosial dan HAM

Di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Program Peduli menyasar pada mereka yang selama ini terpinggirkan oleh proses pembangunan.

Misi Program Peduli adalah mewujudkan sebuah gerakan inklusi sosial yang mengajak masyarakat masyarakat luas untuk bertindak setara-semartabat dalam kehidupan sehari-hari. Program Peduli ingin seluruh elemen masyarakat mendapat perlakuan yang setara dan memperoleh hak dan kesempatan yang sama sebagai warga negara.

Sejak tahun 2013, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) menjadi salah satu organisasi pelaksana (executing organization) yang mengelola sumber-sumber daya bersama para mitra pelaksana Program Peduli dalam Pilar Restorasi Sosial dan HAM. Program Peduli merupakan bagian dari Pundi Insani yang dinaungi oleh IKa.

Penerimaan manfaat Program Peduli adalah komunitas terpinggirkan yang sulit memperoleh hak atas layanan dasar serta mengalami hambatan partisipasi dalam proses tata kelola pemerintah yang diakibatkan dari stigma, prasangka & diskriminasi selama bertahun-tahun. Para penerima manfaat tersebut bekerja sama dengan mitra organisasi korban/masyarakat sipil dalam membangun gerakan inklusi sosial.

Pendekatan inklusi dan hak ekonomi, sosial budaya untuk mengembalikan martabat kemanusiaan para korban ini merupakan sebuah eksperimen baru dalam gerakan HAM. Karenanya, desain program yang direncanakan oleh mitra organisasi (korban) diproyeksikan dapat memastikan korban mendapatkan hak-hak dasar mereka sebagai warga negara dan membangun lingkungan yang ramah dan mendukung untuk menghapus stigma dan berbagai bentuk peminggiran.

Mitra Program Peduli

  • Federasi IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia)
  • PK2TL (Perkumpulan Keluarga Korban Talangsari Lampung)
  • FOPPERHAM (Forum Pendidikan dan Perjuangan Hak Asasi Manusia) bersama
    komunitas Kiprah Perempuan atau KIPPER
  • RPuK (Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan) Aceh
  • SKP-HAM Sulawesi Tengah (Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia)
  • SEKBER ’65 Jawa Tengah (Sekretariat Bersama)
  • PBH Nusra (Perhimpunan Bantuan Hukum Nusa Tenggara)

Program ini diselenggarakan bekerjasama dengan 7 mitra NGO dan komunitas di 17 desa, 10 kabupaten/kota, dan 7 provinsi.

Cerita Sukses Program Peduli

“Buku Hijau” untuk Korban di Surakarta

“Aku merasa sebagian penderitaanku selama ini sudah berkurang, karena terbukti aku tak bersala dengan dapat surat rekomendasi dari Komnas HAM bahwa aku adalah korban. Aku juga senang karena negara telah nguwongke (memanusiakan) dengan memberikan buku hijau ini. Kalau aku mati, buku hijau ini akan kubawa bersamaku…”
Tutur Pak kadiyan (75 tahun), anggota Sekber 65 Surakarta, Jawa Tengah.

Sebagai penyintas, ia sangat merasakan makna dari ‘buku hijau’, sebuah kartu sebagai penanda akses layanan kesehatan gratis dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk korban pelanggaran HAM. Bagi para korban tragedi 65, pengakuan adalah hal yang paling mendasar. Para korban dapat mengakses buku hijau, tak hanya sekadar sarana berobat gratis, sesuatu yang memang sangat dibutuhkan di usia lansia. Lebih dari itu, kehadiran ‘buku hijau’ sebagai simbol kehadiran negara sekaligus bentuk ‘pengakuan’ tentang identitas korban. Kehadiran Program Peduli telah memampukan para korban untuk mengakses layanan kesehatan dan menghadirkan negara dalam tanggung jawabnya memenuhi hak warga negara.

Program Peduli mendukung beberapa komunitas korban untuk mencapai tiga hasil utama, yakni:

  • Akses pada pelayanan publik yang lebih baik
  • Penerimaan sosial
  • Perubahan kebijakan yang lebih memihak pada korban

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan para mitra percaya bahwa untuk mencapai tiga hasil utama di atas, beberapa prakondisi perlu dibangun dan direalisasikan yaitu:

  • Organisasi korban yang kuat
  • Korban yang berdaya
  • Dukungan dari multipihak: tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintahan, dan komunitas pegiat HAM

Dalam pelaksanaan Program Peduli, IKa memiliki empat strategi umum:

  • Pengorganisasian
  • Pemberdayaan
  • Pelibatan multipihak (pemerintah, komunitas dan elemen kunci yang relevan dengan pencapaian tujuan program)
  • Penekanan pada sumberdaya yang telah ada sebagai basis kerja (pendekatan berbasis kekuatan

Berita Terkait

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!