Gerakan Kolaborasi untuk Keadilan Iklim, Menemukan Harapan di Tengah Perubahan Iklim

Pernahkah kamu berpikir bagaimana masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil menghadapi dampak perubahan iklim? Mereka yang tidak menjadi penyebab utama krisis ini justru menanggung beban paling berat. Namun, di tengah kesulitan itu, muncul inisiatif inspiratif dari berbagai pihak yang berjuang membawa keadilan iklim bagi mereka yang paling rentan.

Dalam keresahan itu, sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dalam menghadapi tantangan perubahan iklim terutama di tengah komunitas masyarakat rentan, IKa terlibat aktif dalam Program “Strengthening Justice and Equity-Based Climate Justice Partnerships to Support the Vulnerable People” yang juga dikenal sebagai Program Kolaborasi Multipihak untuk Keadilan Iklim. Program ini merupakan bagian dari Pundi Hijau, sebuah inisiatif inti IKa yang bertujuan mendukung komunitas akar rumput menuju masa depan yang adil dan berkelanjutan.

Melalui program ini, IKa berfokus membangun kolaborasi antara berbagai pihak untuk menciptakan kesepahaman bersama tentang keadilan iklim. Ini bukan hanya tentang mengatasi dampak perubahan iklim, tetapi juga memastikan manfaat adaptasi dan mitigasi dirasakan secara adil oleh masyarakat yang paling terdampak.

Keadilan Iklim dan Dukungan IKa

Perubahan iklim adalah masalah global, tetapi dampaknya dirasakan secara tidak merata. Masyarakat di tingkat akar rumput sering kali menghadapi ancaman seperti kelangkaan sumber daya, gangguan ekosistem, dan bencana alam yang semakin sering terjadi. Padahal, mereka bukan kontributor utama emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim. Keadilan iklim bertujuan untuk memastikan bahwa mereka yang paling rentan mendapat dukungan yang layak. Ini termasuk pendekatan yang adil dalam mengurangi risiko, mendukung adaptasi, dan mengadvokasi perubahan kebijakan yang berpihak pada masyarakat.

Salah satu cara IKa mendukung keadilan iklim adalah melalui hibah Pundi Hijau, yang mengembangkan keterhubungan antar komunitas dan mendukung berbagai inisiatif solusi yang telah dikembangkan di tapak. Sejak 2023, program ini fokus pada inisiatif yang berkaitan dengan keadilan iklim di komunitas tapak dengan fokus tema tertentu. Tahun 2024, tema utama yang diusung adalah kedaulatan pangan dan kesehatan, dua elemen kunci dalam menghadapi perubahan iklim. Hibah diberikan kepada sejumlah mitra komunitas dari berbagai daerah di Indonesia, dimana masing-masing mitra membawa pendekatan unik yang sesuai dengan kebutuhan lokal. 

Selain itu, IKa juga mengembangkan jaringan komunikasi dengan belasan gerakan di komunitas tapak lainnya, dari berbagai daerah di Indonesia. Dari jaringan ini diharapkan dapat saling bertukar informasi terkini kondisi yang dihadapi masyarakat tapak, dan juga upaya-upaya solusi dan mitigasi yang dilaksanakan oleh masyarakat. 

Dampak yang Lebih Luas

Melalui program ini, IKa tidak hanya mendukung komunitas lokal, tetapi juga menciptakan sumber referensi dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh berbagai pihak. Informasi dari program ini diharapkan bisa memandu perubahan transformatif dalam kebijakan dan praktik keadilan iklim di Indonesia. Karena keadilan iklim adalah tanggung jawab bersama, IKa juga mendorong keterlibatan semua pemangku kepentingan di tengah masyarakat, termasuk juga kaum muda. Kamu bisa mendukung gerakan ini antara lain dengan:

  • Meningkatkan kesadaran tentang keadilan iklim di komunitasmu.
  • Mendukung inisiatif lokal yang berfokus pada keberlanjutan.
  • Mengadvokasi perubahan kebijakan yang mendukung keadilan iklim.

Yuk. Bersama-sama kita bisa menciptakan masa depan yang lebih adil, berkelanjutan, dan bermartabat untuk semua. Mari menjadi bagian dari gerakan ini dan tunjukkan bahwa perubahan itu mungkin!

Call for Proposal Pundi Hijau

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) membuka kesempatan pengajuan Hibah Pundi Hijau bagi komunitas/organisasi untuk mendukung gerakan masyarakat di akar rumput di Indonesia yang berupaya mewujudkan keadilan iklim.

Untuk itu, kami mengundang komunitas/organisasi untuk mengajukan proposal Hibah Pundi Hijau di tahun 2025 dengan dana hibah maksimal sebesar Rp 30.000.000, – (Tiga Puluh Juta Rupiah). Dana hibah ini dapat digunakan untuk mendanai kerja-kerja perubahan iklim dalam konteks kedaulatan pangan air dan energi.

Kriteria Penerima Hibah Pundi Hijau:

1. Organisasi/kelompok/komunitas masyarakat lokal.

2. Memiliki rekam jejak sebagai organisasi/kelompok/komunitas masyarakat lokal yang berkecimpung pada isu perubahan iklim minimal 3 (tiga) tahun dan melibatkan perempuan serta orang muda dalam program kegiatannya.

3. Proposal yang diusulkan fokus pada isu ketahanan pangan, air dan energi.

4. Memiliki sistem kerja yang menjamin adanya akuntabilitas, dan kemampuan dalam menyusun laporan kegiatan dan keuangan dengan baik.

5. Menyertakan 2 (dua) nama referensi beserta kontak yang dapat dihubungi dalam proposal.

6. Bersedia menggunakan aplikasi INCLINE dalam kegiatannya dan secara rutin melakukan pembaharuan (update) data.

Mekanisme Pelaksanaan Penyaluran Hibah Pundi Hijau:

1. Organisasi/kelompok/komunitas masyarakat lokal mengajukan proposal melalui tautan berikut https://s.id/HibahPH2025

2. Organisasi/kelompok/komunitas masyarakat lokal dapat mengajukan proposal narasi dan anggaran untuk kegiatan selama 6 bulan untuk periode 1 Maret 2025 – 31 Agustus 2025.

3. Proposal akan diseleksi oleh tim pengarah Pundi Hijau dan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa).

4. Pengumuman penerima Hibah Pundi Hijau akan disampaikan akhir Februari 2025 melalui media sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), dan penerima akan mendapatkan konfirmasi via email.

5. Batas pengajuan proposal hibah Pundi Hijau: 17 Februari 2025.

Proposal yang masuk akan diseleksi oleh tim pengarah Pundi Hijau dan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa).

*Klik link di bawah ini untuk pengisian proposal naratif dan template anggaran secara online:

Kolaborasi bersama Menjaga Indonesia melalui INCLINE

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) sebagai organisasi sumberdaya masyarakat sipil (OSMS) mengidentifikasi perlunya kolaborasi dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang menimbulkan ketidakadilan. Salah satu bentuk dari kolaborasi ini adalah dibentuknya jaringan INCLINE (Indonesian Climate Justice Network) atau #JAGAINIklim (Jaringan Gerakan Indonesia untuk Keadilan Iklim),  yang bersama-sama bermaksud memperjuangan keadilan iklim bagi masyarakat terutama mereka yang menjadi korban dan paling rentan terdampak perubahan iklim. IKa menempatkan kolaborasi jaringan ini sebagai bagian dari Pundi Hijau yang merupakan salah satu dari 4 Pundi IKa, selain dari Pundi Insani, Pundi Perempuan dan Pundi Budaya. Sejak 2023, Pundi HIjau IKa memperoleh dukungan dari ClimateWorks Foundation melalui program JEDI. 

Salah satu sarana untuk menangkap isu perubahan iklim dan dampaknya pada keadilan, IKa mengembangkan sebuah aplikasi yang bernama INCLINE. Aplikasi ini berbasis android dan berfungsi membangun data  indikator keterpaparan, sensitivitas dan kapasitas adaptif komunitas terhadap dampak dari krisis iklim. Keluaran dari aplikasi merupakan laporan hasil analisis data bagi kepentingan pengguna yang dapat digunakan untuk melakukan rencana atau kegiatan mitigasi, adaptasi maupun pembuatan kebijakan yang tepat sasaran terkait dampak perubahan iklim.

Pada tanggal 25-29 September 2024, IKa mengadakan pertemuan mitra pemrakarsa yang  merupakan komunitas penerima hibah Pundi Hijau periode ke dua. Pertemuan ini dilakukan  untuk melatih penggunaan INCLINE dan membekali komunitas dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi krisis iklim, khususnya di tingkat lokal. Dengan menggunakan aplikasi INCLINE, peserta dipandu untuk melakukan input data yang mengidentifikasi keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptif masyarakat terhadap perubahan iklim untuk mendukung desain program-program mitigasi yang lebih efektif dan tepat sasaran.

Workshop ini dilaksanakan di Ajar Learning Center, Kampung Damai, Badung, Bali.  Lokakarya aplikasi INCLINE ini melibatkan penerima hibah Pundi Hijau 2024, yaitu berbagai komunitas yang berfokus pada isu lingkungan dan keadilan iklim:

  1. Yayasan Wangsakerta (Cirebon, Jawa Barat)
  2. LSM Pelita Harapan Lembata (NTT)  
  3. Jumpun Pambelom (Kalimantan Tengah)  
  4. Gajahlah Kebersihan (Lampung)
  5. PAPHA Indonesia (Kabupaten Sikka, NTT)  
  6. RUBEK PASI (Aceh Singkil, Aceh)  
  7. Yayasan Bendega Alam Lestari (Denpasar, Bali)  
  8. Yayasan Abdi Papua Mandiri (Sorong, Papua Barat Daya)

Melalui workshop ini, diharapkan para peserta dapat membawa pulang pengetahuan praktis yang dapat diterapkan di komunitas mereka masing-masing. 

“Pelatihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan saya secara pribadi dan juga lembaga dalam menggunakan INCLINE apps sebagai tools untuk melihat sejauh mana tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di wilayah kami”, Maria Mervina, Yayasan Pelita Harapan.

Keterampilan yang diperoleh diharapkan dapat memperkuat ketahanan lokal terhadap perubahan iklim dan memastikan bahwa langkah-langkah adaptasi dilakukan dengan cara yang adil dan sesuai dengan kebutuhan spesifik tiap daerah.

“… INCLINE (merupakan) suatu aplikasi yang sangat membantu mencari data dan untuk menganalisis, apalagi untuk daerah yang kekurangan data, dimana mereka rentan bencana.”, Billy Christianto dari Jumpun Pambelom.

Sebagai tindak lanjut pelatihan, salah satu peserta, Efraim Kambu dari Yayasan Abdi Papua Mandiri mengharapkan basis data yang didapat bisa digunakan untuk mengadvokasi pemerintah lokal untuk menjaga iklim dengan lebih baik lagi.

Integrasi Islam dan Ekologi: Inovasi Kurikulum Green Islam di Pesantren Ath Thaariq

“Kami percaya bahwa menjaga alam adalah bagian dari tanggung jawab spiritual kita sebagai umat Islam. Dengan pemikiran itulah, kami merancang kurikulum berbasis Green Islam untuk mendidik santri dan masyarakat luas tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam sesuai dengan ajaran Islam,” ujar Nisya Saadah, pendiri Pesantren Ekologi  Ath-Thaariq Garut pada Jumat, 2 Agustus 2024, melalui pertemuan online bersama Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa).

Nisya Saadah, atau yang akrab disapa teh Nisya menyampaikan bahwa kurikulum ini tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga pada bagaimana ajaran Islam dapat diterapkan dalam konteks perlindungan lingkungan dan bertujuan untuk mengintegrasikan ajaran Islam dengan prinsip-prinsip ekologi, agroekologi, ekofeminisme serta menegaskan peran penting pesantren dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan memperkuat hubungan manusia dengan alam berdasarkan nilai-nilai keislaman. Atau dengan kata lain kurikulum ini menjadi bagian dari upaya untuk menjadi rahmatan lil alamin, atau rahmat bagi seluruh alam.

Melalui integrasi tiga komponen utama, yaitu Kurikulum Agama Islam sebagai Agama Semesta, Kurikulum Ekologi, dan Kurikulum Ekofeminis, Teh Nisya mengajarkan para santri di Pesantren Ath-Thaariq untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam menjaga lingkungan, seperti konsep Tauhid, Khalifah (wakil di muka bumi), dan Fitrah (kesucian).

Sejak 2008, Pesantren Ath-Thaariq telah dikenal sebagai pelopor dalam pendidikan berbasis ekologi di Indonesia. Pesantren ini mengajarkan santri untuk bertani, mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, dan memperkuat hubungan antara manusia dan alam sebagai bagian dari ibadah mereka.

“Kami berharap kurikulum ini tidak hanya bermanfaat bagi santri di pesantren, tetapi juga dapat diimplementasikan oleh masyarakat luas yang peduli terhadap lingkungan,” tambah Nisya.

Kurikulum Green Islam  sendiri merupakan gagasan  teh Nisya bersama Salwa Khanza (putrinya) dan Tarmizi, Ketua Ekologi Indonesia sejak 15 September hingga 24 November 2023. Hal yang membedakan kurikulum Green Islam yang disusun teh Nisya dan tim terletak pada Kurikulum Ekofeminis yang disampaikan. Hal ini karena kerap kali Green Islam hanya dipandang sebagai kepanjangan Fiqih Lingkungan. Padahal lingkup Green Islam lebih luas karena mengartikulasikan nilai-nilai dan elemen dalam Islam, di antaranya Tauhid, Fiqih Lingkungan, Akhlak Lingkungan, Kesetaraan, Amanah, Keadilan, Amal Sholeh, dsb. 

Dasar dari penulisan kurikulum ini sendiri berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan pendapat ulama. Kurikulum berbasis epistemologi ini dapat dikatakan sebagai pengantar karena masih ada beberapa pembahasan lebih jauh. Meski demikian, kurikulum ini sangat penting dipelajari baik dari kalangan santri, mahasiswa, umum, hingga konsultan Pembangunan karena menggunakan pendekatan Islam yang holistik dan universal. Pesantren At-Thariq adalah salah satu mitra Pundi Hijau Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) tahun 2023 yang  mendapat dukungan dari ClimateWorks Foundation.

Pengumuman Hibah Pundi Hijau Tahun 2024

Halo Sahabat IKa,

Terima kasih kepada mitra lembaga/organisasi yang telah mengirimkan proposal Hibah Pundi Hijau Termin I tahun 2024. Dari 112 proposal yang diterima, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) bersama tim pengarah telah memilih 10 penerima dana Hibah Pundi Hijau.

Selamat kepada:

  1. LSM Pelita Harapan Lembata Lembata – NTT
  2. Yayasan Bendega Alam Lestari Denpasar – Bali
  3. Jumpun Pambelom Palangka Raya – Kalimantan Tengah
  4. Obor Timor Ministry Kupang – NTT
  5. Yayasan Abdi Papua Mandiri Sorong – Papua Barat Daya
  6. RUBEK PASI (Rumah Besar Komunitas Pegiat Alam dan Restorasi) Aceh Singkil – Aceh
  7. Gajahlah Kebersihan (Yayasan Inovasi Sosial Berkelanjutan) Teluk Betung Timur – Bandar Lampung
  8. Yayasan Wangsakerta Cirebon – Jawa Barat
  9. Payung Perjuangan Humanis Indonesia (PAPHA Indonesia) Sikka – NTT
  10. Forum Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Sumbawa – NTB

Komunitas yang terpilih, akan memperoleh dana hibah sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

Bagi lembaga/komunitas yang belum terpilih, silakan ajukan proposal pada periode selanjutnya.

Salam solidaritas!

Call for Proposal Hibah Pundi Hijau Tahun 2024

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) membuka kesempatan pengajuan Hibah Pundi Hijau bagi komunitas/organisasi untuk mendukung gerakan masyarakat di akar rumput di Indonesia yang berupaya mewujudkan keadilan iklim.

Untuk itu, kami mengundang komunitas/organisasi untuk mengajukan proposal Hibah Pundi Hijau di tahun 2024 dengan dana hibah maksimal sebesar Rp 30.000.000, – (Tiga Puluh Juta Rupiah). Dana hibah ini dapat digunakan untuk mendanai kerja-kerja perubahan iklim dalam konteks kedaulatan pangan dan inisiatif kesehatan berakar pada kearifan lokal.

Kriteria Penerima Dana Hibah Pundi Hijau: 

  1. Komunitas/organisasi masyarakat lokal dan organisasi berbasis masyarakat.
  2. Tidak sedang menerima dana bantuan program baik dari pemerintah maupun lembaga donor lainnya.
  3. Memiliki sistem kerja yang menjamin adanya akuntabilitas, dan diharapkan dapat menunjukkan kemampuan dalam menyusun laporan kegiatan dan keuangan dengan baik.
  4. Proposal yang diusulkan harus selaras dengan prinsip-prinsip keadilan iklim, mengatasi dampak perubahan iklim dalam konteks kedaulatan pangan dan inisiatif kesehatan yang berakar pada kearifan lokal, dan mengadvokasi solusi yang adil.
  5. Menyertakan dua nama referensi beserta kontak yang dapat dihubungi dalam proposal.

Mekanisme Pelaksanaan Penyaluran Hibah Pundi Hijau:

  1. Komunitas/organisasi mengajukan proposal melalui tautan berikut https://s.id/hibahPH2024
  2. Komunitas/organisasi dapat mengajukan proposal narasi dan anggaran untuk kegiatan selama 12 bulan untuk periode Februari 2024 – Januari 2025.
  3. Batas pengajuan proposal hibah Pundi Hijau adalah tanggal 31 Januari 2024.
  4. Proposal akan diseleksi oleh tim pengarah Pundi Hijau dan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa)
  5. Pengumuman penerima hibah Pundi Hijau akan dilakukan pada bulan Februari 2024 di media sosial Indonesia untuk Kemanusiaan dan penerima hibah akan menerima email konfirmasi.
  6. Komunitas/organisasi terpilih bersedia mengirimkan cerita-cerita lapangan, laporan narasi kegiatan dan keuangan, beserta informasi pendukung lainnya.

Siapkan Kelengkapan Dokumen Pendukung untuk Diunggah Secara Online Meliputi:

  1. Foto/scan struktur komunitas/organisasi.
  2. Foto/scan rekening bank atas nama lembaga atau rekening tabungan dengan dua nama orang yang berasa dalam struktur lembaga/komunitas.
  3. Foto/scan identitas (KTP) Ketua dan Bendahara.
  4. Unggah proposal anggaran kegiatan sesuai dengan template yang diberikan.

Proposal yang masuk akan diseleksi oleh tim pengarah Pundi Hijau dan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa).

*Klik link di bawah ini untuk pengisian proposal naratif dan template anggaran secara on-line:

Lowongan Kerja (Staf Pelaksana Program – Pundi Hijau)

Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

  1. Melakukan identifikasi pola-pola penggalangan dana, pengetahuan , kerelawanan dan jaringan sosial untuk  pengembangan sumber daya Pundi Hijau
  2. Menyiapkan rencana kerja operasional (work plan) dan anggaran kegiatan atau program di lingkup Pundi Hijau dengan capaian target penggalangan daya. 
  3. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan atau program Pundi Hijau sesuai ketentuan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan-tujuan strategis IKa sesuai visi dan misi IKa.
  4. Memberikan pelayanan, asistensi, dan penguatan kapasitas kepada organisasi mitra dalam bidang penggalangan dan pengelolaan sumber daya sesuai yang mereka butuhkan.
  5. Mengembangkan kerja sama dan kemitraan dengan berbagai pihak dalam rangka penggalangan sumber daya sesuai model kerja IKa (komunitas pemberdaya).
  6. Mengkoordinasikan tercapainya kegiatan pemantauan dan evaluasi atas program/kegiatan Pundi HIjau untuk memastikan adanya pembelajaran yang transformatif dan berkelanjutan.
  7. Mengedepankan kerja tim (teamwork) di dalam divisi pengembangan sumber daya dan lintas divisi di dalam lembaga IKa.
  8. Menyusun laporan-laporan kegiatan/program yang menjadi lingkup tugas dan tanggung jawab program/kegiatan Pundi Hijau bagi pengembangan dan pembelajaran yang berkelanjutan.

Kualifikasi:

  1. Lulus S1 dengan pengalaman bekerja  di LSM minimal 3 tahun
  2. Memiliki wawasan dan pengetahuan mengenai lingkungan hidup, utamanya perubahan iklim.
  3. Memiliki pemahaman manajemen organisasi dan manajemen program
  4. Memiliki pengalaman dalam menjalankan program di LSM.
  5. Lancar menggunakan program Microsoft office (Ms. Word, Ms. Excell, dan lainnya) dan aplikasi kerja online (Zoom, Teams, dll.).
  6. Memiliki ketekunan, kedisiplinan, tanggung jawab dan loyalitas dalam menyelesaikan tugas.
  7. Memiliki kepedulian dan wawasan ke-LSM-an serta transformasi sosial.
  8. Memiliki kemampuan berkomunikasi, motivasi dan persuasi kepada orang lain yang berhubungan dengan bidang tugasnya.
  9. Fasih berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
  10. Memiliki pengalaman bekerja dalam tim dengan beragam karakter.

Bagi calon pelamar yang berminat, silakan kirim surat lamaran, CV termasuk referensi (minimal 2 orang) dan gaji yang diharapkan  ke email: sekretariat@indonesiauntukkemanusiaan.org, paling lambat tanggal 31 Agustus 2023.

Hanya pelamar yang memenuhi kualifikasi yang akan dihubungi.

Merespon Krisis Iklim: FORA mendukung Pundi Hijau IKa

Penulis: Deva Yohana, FORA

Dalam rangka mengajak orang muda untuk lebih memahami tentang krisis iklim, Forum Orang Muda untuk Kemanusiaan (FORA) mengadakan acara diskusi dan nonton bareng film Climate Witness yang bertajuk “Cerita Inspirasi dari NTT untuk Orang Muda” pada Kamis (16/03) pukul 13.00 WIB yang bertempat di Kekini CoWorking Space, Jakarta Pusat. Kegiatan ini didukung oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa).

Krisis iklim merupakan isu yang sangat mendesak yang menuntut untuk segera ditangani. Hal ini disebabkan perubahan iklim yang terjadi dapat mempengaruhi banyak hal, seperti kesehatan, lingkungan, hingga kelangsungan hidup manusia di masa depan. Oleh karena itu, diperlukan peran orang muda, sebagai pewaris planet ini, dalam menangani masalah tersebut.

Untuk menyemarakkan acara diskusi, FORA  turut mengundang tiga narasumber yang bergerak di isu lingkungan, yakni Eulis Utami dari Hutan Itu Indonesia, Arya Pramuditha dari Extinction Rebellion Indonesia, dan Rivani yang merupakan perwakilan dari Koprol Iklim serta dipandu oleh Alva Maldini selaku koordinator FORA.

Acara ini diawali dengan nonton bareng film Climate Witness yang terbagi menjadi empat potongan film dengan masing-masing membawa solusi isu iklim yang berbeda. Kemudian, dilanjutkan dengan perkenalan komunitas FORA dan kegiatan fundraising Pundi Hijau, salah satu program pemberdayaan dari IKa.

“Pundi Hijau bergerak dengan mengembangkan komunitas pemberdaya sebagai ekosistem pendukung. Pundi Hijau juga mengembangkan ketahanan pangan lokal berbasis komunitas yang terkena dampak kebencanaan,” terang Alva Maldini, Koordinator FORA sekaligus moderator acara, menjelaskan program Pundi Hijau kepada para peserta dan mengajak mereka untuk melakukan donasi sebagai bagian dari kepedulian terhadap lingkungan.

Selanjutnya adalah sesi diskusi dan sesi tanya jawab dengan peserta. Tak ketinggalan, acara tersebut juga diselingi dengan sesi perkenalan masing-masing komunitas, baik yang dibawa oleh narasumber maupun peserta diskusi.

Sekilas tentang Climate Witness

Climate Witness merupakan film dokumenter yang menceritakan tentang empat tokoh inspiratif dari Nusa Tenggara Timur yang telah melakukan berbagai inisiatif aksi iklim, mulai dari pengelolaan hutan mangrove, pendampingan warga pesisir terdampak, kearifan lokal masyarakat adat hingga keterlibatan anak muda dalam memberikan edukasi di lingkungan sekitarnya.

“Banyak inisiatif dari orang NTT dalam melakukan aksi iklim yang kurang dipublikasikan,” jelas Eulis Utami, perwakilan dari Hutan Itu Indonesia, saat ditanya alasan memilih orang NTT sebagai tokoh utama dalam film ini. “Yang mereka lakukan sudah berkontribusi untuk global,” tambahnya.

Film yang berdurasi 60 menit ini diharapkan bisa menghadirkan inspirasi positif kepada publik dan menjadi pembelajaran bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk mulai melakukan aksi yang bisa menghadirkan dampak positif terhadap iklim.

“Dari film ini kita bisa belajar bahwa masyarakat lokal malah bisa menjadi contoh bagi masyarakat transnasional,” komentar Arya Pramuditha, narasumber dari Extinction Rebellion Indonesia.

Apa yang Bisa Orang Muda Pelajari?

Film ini memberikan pelajaran kepada orang muda bahwa krisis iklim benar-benar sedang terjadi dan perubahan iklim itu nyata adanya, bahkan sampai dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di daerah kecil yang notabene jauh dari hiruk pikuk kehidupan di perkotaan.

Pelajaran selanjutnya adalah bahwa untuk menangani krisis iklim sebenarnya bisa dimulai dengan melakukan langkah-langkah kecil yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan menanam pohon, sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat pesisir NTT yang berinisiatif untuk mengembangkan dan melestarikan hutan mangrove.

Selain itu, pendidikan merupakan senjata utama yang bertujuan, selain menambah pengetahuan bagi manusia, juga bisa menjadi jembatan dalam menyatukan gap yang terjadi antar generasi yang berbeda, generasi muda dan generasi tua.

“Dari pendidikan bisa bersinergi antara satu sama lain, antar generasi tanpa adanya intervensi,” tutur Rivani dari Koprol Iklim.

Adapun gambaran mengenai peran pendidikan dalam menangani krisis iklim bisa kita saksikan dalam film ini melalui kisah perjuangan Selia saat mendirikan dan menggerakkan Cahaya Anak Sumba, wadah yang menjadi pusat kegiatan belajar holistik bagi masyarakat Sumba, terutama anak-anak dan orang muda.

Terakhir, acara yang berlangsung kurang lebih dua jam ini menjadi ajang berkenalan dan bertukar perspektif antar sesama orang muda. Mereka memperkenalkan diri dan komunitasnya serta menceritakan pengalaman terkait hal kecil yang sudah mereka praktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga lingkungan dan menangani krisis iklim.

“Semoga ke depannya FORA bisa menjadi wadah diskusi bagi orang muda terkait berbagai isu dan dari diskusi tersebut bisa menciptakan solusi dan aksi nyata,” tutup Alva Maldini menandai berakhirnya acara nobar dan diskusi.

Keberpihakan Pada Kelompok Rentan Diperlukan Dalam Konteks Perubahan Iklim

Perubahan iklim merupakan salah satu masalah yang terjadi di seluruh dunia dan menjadi perhatian semua pihak. Dalam konteks lingkungan, perubahan iklim merupakan reaksi ekstrem fenomena cuaca yang bisa berdampak negatif pada sumber daya pertanian, sumber daya air, kesehatan manusia, penipisan lapisan ozon, vegetasi dan tanah. Penyebabnya dapat terjadi karena adanya polusi yang terus meningkat karena adanya emisi karbon yang bisa merusak dan berbahaya bagi kesehatan, dan juga adanya aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab untuk membuka lahan baru sebagai tempat tinggal dengan cara melakukan penghancuran hutan. Penghancuran hutan tentu akan membuat lahan hijau yang ada di bumi semakin berkurang. Kejadian tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanaman untuk menyaring polusi yang ada di udara dan tanaman untuk menciptakan oksigen bagi manusia. Secara tidak langsung, tentu saja perubahan iklim ini akan berdampak negatif pada manusia dan lingkungannya.

Dampak buruk lainnya dirasakan oleh manusia seperti peningkatan suhu bumi, mengakibatkan kekeringan, peningkatan volume dan suhu laut, beberapa spesies punah, mengganggu suplai makanan, terjadi badai destruktif, dan meningkatkan risiko kesehatan. Untuk dapat bertahan di tengah dampak negatif perubahan iklim, diperlukan peran dari masyarakat itu sendiri agar dapat mengembalikan kondisi bumi seperti sedia kala. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain menggunakan sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan, membatasi penggunaan kendaraaan berbahan bakar fosil, serta melakukan penanaman hutan dalam skala besar.

Untuk merespon perubahan-perubahan sosial dan ekologis yang mungkin timbul dari perubahan iklim, pundi hijau berupaya untuk meningkatkan kemandirian pangan atau mengurangi krisis pangan di tengah kondisi perubahan iklim dengan melakukan penggalangan sumber daya (dana, pengetahuan, jaringan, dan relawan). Hal ini dilakukan agar supplai makanan tetap berlangsung dan dapat meminimalisir kekurangan bahan pangan. IKa melihat bahwa persoalan perubahan iklim tidak sekedar kegiatan pengurangan emisi namun harus mampu menjawab kerugian yang diderita kelompok-kelompok rentan, sekaligus manfaat apa yang diterima dari konsekuensi yang ditimbulkannya.

Selama ini, dampak perubahan iklim di bidang pangan sering dialami oleh kalangan petani karena petani merupakan kunci dari kegiatan pangan di Indonesia. Dampak negatif yang ditimbulkan seperti kemarau berkepanjangan atau curah hujan yang tinggi sehingga berdampak pada keringnya lahan pertanian atau lahan pertanian yang terendam banjir, hal tersebut pula akan menurunkan produksi pangan. Para petani tentu harus beradaptasi dengan perubahan iklim agar tetap memproduksi pangan. Seperti pada kondisi kekeringan, petani dapat menggunakan teknologi atau pompa air yang memungkinkan petani untuk mengairi sawah agar lebih efektif. Masyarakat yang hidup di daerah pertanian juga dapat diberikan sosialisasi mengenai cara membaca informasi iklim agar dapat menginterpretasikan secara sederhana ketersediaan air dari curah hujan. Selain itu, masyarakat juga dapat turut andil dalam meningkatkan ketahanan pangan, seperti penanaman mandiri dengan menggunakan metode hidroponik atau memanfaatkan lahan yang ada di rumah yang dapat dikonsumi untuk kebutuhan pangannya sendiri.

Selain upaya meningkatkan ketahanan pangan, masyarakat juga perlu disiapkan oleh mitigasi bencana di tengah perubahan iklim. Dampak perubahan iklim hingga saat ini terus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, seperti kekeringan, gelombang panas, banjir, hingga badai. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan sosialisasi berbasis kearifan lokal. Hal ini perlu dilakukan untuk menggali gagasan pengetahuan dari masyarakat terhadap pemahaman bencana dan upaya mitigasinya, khususnya di daerah-daerah yang rawan terjadi bencana. Selain itu, kita dapat mendorong bersama-sama untuk menjaga ekosistem hutan yang masih tersisa. Diharapkan dengan adanya kegiatan tersebut, dapat meningkatkan pemahaman dan ketahanan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim.

SUMBER:

KKP | Kementerian Kelautan dan Perikanan. “PENYADARTAHUAN MITIGASI BENCANA TAHUN 2021.” https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/4585-penyadartahuan-mitigasi-bencana-tahun-2021 (August 22, 2022).

Siti Nur Aeni. 2022. “7 Dampak Perubahan Iklim Bagi Manusia Dan Lingkungan – Lifestyle Katadata.Co.Id.” https://katadata.co.id/intan/berita/62a355592ffd6/7-dampak-perubahan-iklim-bagi-manusia-dan-lingkungan (August 22, 2022).

Anton Muhajir. 2019. “Perubahan Iklim Ternyata Berdampak Pada Kedaulatan Pangan – Mongabay.Co.Id : Mongabay.Co.Id.” https://www.mongabay.co.id/2019/11/12/perubahan-iklim-ternyata-berdampak-pada-kedaulatan-pangan/ (August 22, 2022).

Tim Editorial Rumah.com. 2020. “Perubahan Iklim, Fakta, Penyebab Dan Solusinya.” https://www.rumah.com/panduan-properti/perubahan-iklim-fakta-penyebab-dan-solusinya-27468 (August 22, 2022).

IDEP Foundation. “Upaya Mitigasi Dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim.” http://idepfoundation.org/id/what-we-do/idep-news/525-upaya-mitigasi-dan-adaptasi-terhadap-perubahan-iklim (August 22, 2022).

LSM Permata Lembata NTT: Menjadi Relawan Bencana Banjir

Seperti belahan Nusa Tenggara Timur lainnya, geografi Pulau Lembata yang dikelilingi lima gunung berapi dan lautan menjadi permata yang tersembunyi dari provinsi tersebut. Keindahannya memikat hati, tidak hanya perhatian lokal, melainkan juga nasional hingga internasional. Namun pada saat ini, keindahan tersebut telah tersapu bersih oleh bencana banjir yang berlangsung pada 4 April 2021. Banjir tersebut disebut sebagai bencana terbesar yang terjadi dalam 10 tahun terakhir di NTT. Mulanya, terjadi hujan yang sangat deras bahkan cukup kuat untuk mendorong bebatuan dari gunung turun ke kaki gunung dan dataran rendah. Sehingga, melindas rumah-rumah warga yang ada. Pada saat bersamaan, air laut naik ke daratan sehingga memperparah keadaan yang sudah sulit.

6 dari 9 kecamatan di Pulau Lembata, terkena dampak hebat dari bencana ini. Dari 6 kecamatan tersebut, Ile Ape Timur merupakan kecamatan yang terdampak parah dalam bencana banjir ini. Bencana erupsi yang dimulai sejak bulan November tahun lalu, masih berlangsung hingga sekarang. Walaupun bencana tersebut berskala kecil, tidak memungkiri banyak kerugian yang ditimbulkannya misalnya kehilangan sekolah, rumah yang memperparah situasi pendidikan ataupun ekonomi yang sudah parah di daerah tersebut.

Salah satu dari banyak korban yang terdampak adalah Mama Rensa. Ibu ini merupakan salah satu dari penduduk Kecamatan Ile Ape Timur yang melihat dan merasakan horornya bencana ini secara langsung. Banjir tersebut berlangsung di malam hari tepat setelah dua hujan besar terjadi. Pada saat itu, Mama Rensa sedang berada di rumah bersama suami dan anaknya. Sehingga ketika banjir berlangsung, Mama Rensa sudah sempat mengemas barang-barangnya untuk mengungsi di rumah yang bertempat di dataran lebih tinggi. Tetapi, ketika hendak keluar dari rumah, banjir sudah tinggi, dan Mama Rensa pada akhirnya terpaksa mencari tempat mengungsi di daerah sekitar rumahnya. Dalam perjalanan menuju ke tempat pengungsian, banyak pula tantangan yang dihadapi. Mama Rensa merasakan tertimpa bebatuan dan banyak tantangan lain yang dihadapi.

Posko-posko yang ada terbagi menjadi posko umum dan posko mandiri. Posko umum pada umumnya memiliki fasilitas penunjang yang lengkap, seperti listrik, air, pangan yang cukup, pakaian pun begitu. Tidak hanya itu, posko umum juga seringkali dilengkapi tenaga kesehatan dan pendamping psikososial yang siap memberikan pelayanannya. Namun, keadaan berkata sebaliknya di posko mandiri seperti yang Mama Rensa tempati. Posko mandiri terbagi atas posko di perkotaan, rumah warga dan juga perkebunan. Pada saat ini, Mama Rensa berada pada posko mandiri di rumah warga yang konon keadaannya masih lebih baik. Tetapi untuk posko yang didirikan di perkebunan masyarakat kondisinya masih sangat terbatas fasilitas yang memadai untuk ditempati. Kebanyakan dari pengungsi di posko mandiri memilih untuk menetap karena adanya keinginan untuk tetap bersama keluarga yang baru saja meninggalkan mereka. Meskipun kebutuhan dasar seperti listrik harus diperoleh dari desa terdekat, dan mereka harus berjalan kaki cukup jauh untuk menjemput bantuan-bantuan yang ada. Dalam hal kesehatan, para tenaga Kesehatan bersedia untuk menghampiri para korban yang tinggal di posko mandiri namun ketersediaannya juga sangat terbatas.

Banyak kerugian mulai dari rumah-rumah yang terbawa hanyut, kerusakan rumah, sekolah, posyandu, infrastruktur, ditambah pula dengan kematian para korban. Hingga kini, terdapat sebanyak 60 korban yang meninggal dan 20 korban yang masih dalam tahap pencarian. Terlepas dari pilunya keadaan, Pemerintah Daerah masih saja tidak sigap dalam menangani bencana mulai dari keterlambatannya yang membuat perannya tergantikan oleh para aktivis organisasi kemasyarakatan, hingga keputusannya dinilai terlalu terburu-buru untuk menghentikan pencarian para korban yang masih belum ditemukan. Alasannya karena masih ada daerah yang sulit dijangkau. Sebelum bencana ini saja, infrastruktur jalan di Lembata sudah berada dalam keadaan yang tidak mendukung dan terjadinya bencana ini hanya memperparah keadaan tersebut.

Hampir tidak ada yang tertinggal dari Ile Ape Timur. Dan menyadari hal ini, Mama Rensa, sangat pesimis untuk balik dan menetap di Ile Ape Timur. Keperihan ini tidak hanya dirasakan oleh penduduk Lembata tetapi juga masyarakat lain di penjuru Indonesia. Banyak bantuan yang tiba untuk membantu Lembata berdiri Kembali. Para tokoh publik hingga Presiden Republik Indonesia, menghampiri daerah terdampak untuk memberikan dukungan mereka. Bersama dengan para aktivis lokal, tenaga Kesehatan, Lembata menjadi dapat bangkit Kembali.

Salah satunya yang mengambil peran penting itu juga adalah Ibu Maria Loka, seorang aktivis asal Lembata yang memimpin organisasi LSM Permata yang bergerak di bidang pendampingan untuk korban kekerasan perempuan di Lembata. Selain bertanggung jawab menangani krisis-krisis kekerasan perempuan yang kerap terjadi bahkan di tengah bencana, Ibu Maria Loka juga menjadi relawan dalam Bencana Banjir Lembata ini. Beliau beserta teman-teman relawan lainnya, bekerja membantu proses pendampingan psikososial bagi anak-anak ataupun korban bencana banjir tersebut yang masih sangat jarang di Lembata. Pada akhirnya, bantuan-bantuan yang diberikan tidak hanya membantu Lembata dan para penduduknya tetapi juga merekatkan Lembata sendiri. Lembata sangat membutuhkan pelita-pelita seperti Ibu Maria Loka. Tetaplah terus ada pelita di Lembata yang menambah sepercik harapan dan motivasi agar terlepas dari kesedihan.

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!