Ngulik Budaya, Mendiskusikan Keberlanjutan Batik Tulis dan Pengrajinnya

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) melalui Pundi Budaya mempersembahkan “Ngulik Budaya: Batik Tulis sebagai Bentuk Keberagaman, Kelestarian, dan Kearifan Lokal”, sebuah diskusi budaya yang diadakan pada Jumat (14/4) silam. Diskusi ini dirancang oleh Humaira Sentosa, Prysafella Deviena, dan Tariska Salsabila, tiga mahasiswa Universitas Indonesia yang sedang melakukan praktikum di IKa. Ngulik Budaya dilaksanakan secara daring via Zoom dan menghadirkan Kwan Hwie Liong (William Kwan), Direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI) sekaligus pemerhati batik.

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul pembaharuan fokus untuk melestarikan batik tulis sebagai salah satu identitas budaya Indonesia. “Ngulik Budaya” hadir sebagai respon atas pergulatan batik tulis untuk tetap relevan hari ini. Pasalnya, batik tulis kini harus bersaing dengan tren fast fashion dan tuntutan industri akan metode produksi yang lebih cepat dan murah. William Kwan pun mengeksplorasi pelestarian batik tulis sebagai refleksi keberagaman dan signifikansinya dalam budaya Indonesia, khususnya di era modern ini.

William menjelaskan bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki gaya batik yang unik, mencerminkan budaya lokal, sejarah, dan lingkungan alam. Penggunaan batik tidak terbatas pada pakaian, karena juga digunakan untuk berbagai keperluan, seperti dekorasi hingga ritual keagamaan. Motif batik dapat bervariasi dari desain geometris sederhana hingga adegan naratif yang kompleks, masing-masing dengan simbolisme dan maknanya sendiri.

Kesejahteraan pengrajin batik tulis memiliki kaitan yang erat dengan pelestarian batik tulis sebagai warisan budaya.  Para pengrajin mewarisi tradisi dalam membuat desain batik dari para leluhur mereka. Mata pencaharian mereka pun bergantung pada kemampuan untuk terus mempraktekkan kerajinan ini. Munculnya tekstil yang diproduksi secara massal menjadi tantangan lainnya bagi para pengrajin batik tulis.  Karenanya, keberlanjutan komunitas pengrajin batik tulis turut menjadi sorotan dalam diskusi budaya ini.

Namun, William menuturkan realitanya adalah kebanyakan pembatik tulis hanya menerima upah di angka puluhan ribu rupiah saja setiap bulannya. Ini tentu tak sebanding jika melihat bagaimana para pembatik tulis adalah pahlawan budaya yang berperan penting dalam melestarikan warisan budaya Indonesia.

William melihat bahwa salah satu alasan minimnya upah pembatik tulis karena kurangnya riset untuk memahami permintaan dan ketertarikan pasar di mana batik tulis dikembangkan. “Selama ini pembuatan batik dan pengupahan di level lokal kurang dikaitkan dengan pasar besarnya, entah itu di Indonesia atau di luar negeri. Misalnya negara Swedia, di sana orang suka apa, motif apa. Kalau bisa pahami itu, maka kita bisa punya value yang tinggi,” tuturnya.

Lebih jauh lagi, William meneropong situasi kecilnya upah pembatik tulis dapat berdampak pada ketertarikan orang muda untuk menjadi generasi baru pembatik tulis. Karenanya, pemerintah perlu membuat upaya pemetaan daerah potensial sebagai pasar batik tulis dan memelajari preferensi dan tuntutan pasar di daerah tersebut. Dari situ bisa dibuatkan perencanaan untuk membuat pengembangan batik yang dapat menggerakkan orang muda agar terlibat di dalamnya.

Mendorong upaya menumbuhkan ketertarikan akan batik tulis pun bisa dimulai walau pemerintah belum pasang kuda-kuda. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan kegemaran orang muda masa kini untuk mengikuti workshop – khususnya di wilayah urban. Penyelenggara workshop dapat mengadakan kelas membatik tulis. Dengan demikian, orang muda tak hanya menyalurkan keinginan mereka untuk mencoba hal baru tapi juga berpartisipasi pada pelestarian budaya. Nantinya, ketika rasa cinta orang muda akan batik tulis sudah mengakar, mentransformasi kesukaan tersebut menjadi sumber penghaasilan pun jadi lebih terbuka. “Harapannya batik ini bisa menjadi salah satu sumber penghasilan anak muda,” kata William.

IKa sebagai organisasi sumber daya masyarakat sipil mendukung keberlanjutan para pengrajin batik tulis dan pegiat pelestariannya. Diskusi budaya ini sekaligus adalah ajakan untuk berdonasi melalui Pundi Budaya, sebuah program mobilisasi sumber daya IKa yang didedikasikan untuk mendukung seniman, aktivis, dan pembela budaya dan keberagaman.

“Khusus di IKa sendiri kita ada program Pundi Budaya sehingga harapannya melalui kegiatan yang proaktif bisa mendorong pelestarian batik maupun pelestarian budaya Indonesia yang lainnya. Harapannya, di IKa kita akan mengembangkan komunitas pemberdaya, termasuk di dalamnya di bidang batik ini,” papar William.

Membatik bukan hanya sebagai bentuk kesenian; ini juga merupakan cerminan keragaman budaya Indonesia. Selain menjaga keberlanjutan para pengrajin batik, pelestarian batik juga untuk memastikan generasi mendatang masih dapat menyaksikan keindahan batik dan keragaman budaya Indonesia masih terus dirayakan.

Perjalanan Give Back Sale

Give Back Sale lebih dari sekadar kegiatan penggalangan dana. Ini menjadi simbol persatuan, kepedulian, dan resiliensi. Dari awal perjalanannya di tahun 2016 hingga saat ini, Give Back Sale telah tumbuh menjadi satu kekuatan untuk perubahan. Hingga saat ini, kami telah berhasil menyelenggarakan sembilan acara Give Back Sale secara offline.

Selama pandemi COVID-19, kami menyesuaikan pembatasan dengan mengubah Give Back Sale menjadi acara penggalangan dana online. Dari tahun 2020 hingga 2022, kami berhasil mengadakan 12 acara Give Back Sale online. Melalui penjualan langsung (live)di halaman Facebook IKa, kami mengajak pemirsa dan memberikan kesempatan bagi donatur dari kota lain untuk berpartisipasi dan mendukung gerakan kami.

Selain Give Back Sale online, kami mendirikan toko virtual di Instagram yang menyediakan cara lain untuk mempromosikan dan menjual barang-barang preloved. Platform digital ini memungkinkan kami menjangkau audiens yang lebih luas dan mengembangkan dukungan kami kepada perempuan korban kekerasan di luar batas fisik acara offline kami.

Dalam tiga tahun terakhir, Give Back Sale, baik online maupun offline, berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp262.850.670.

Sumber Barang Preloved Give Back Sale

Melalui upaya kolektif dari para donatur yang dermawan, Give Back Sale bertujuan untuk mendukung Lembaga Pengada Layanan/Women’s Crisis Center (WCC) dalam misi mereka untuk memberikan bantuan hukum dan pemulihan psiko-sosial bagi perempuan korban kekerasan.

Give Back Sale menjadi kesempatan bagi individu, komunitas, dan perusahaan untuk berkumpul dan menunjukkan komitmen mereka dalam memberdayakan perempuan dan membangun harapan. Kami menghargai setiap kontribusi, berapapun nilainya. Karena setiap donasi memiliki kekuatan untuk mengubah hidup dan menciptakan dampak positif.

Kami berterima kasih atas dukungan dan keterlibatan komunitas lokal, seperti komunitas religius di Jakarta, Lajnah Imailah, yang mendukung tujuan kami. Selain kontribusi komunitas, kami juga menerima donasi berharga dari perusahaan ternama seperti The Body Shop, Blibli.com, dan TLSContact. Komitmen dan dedikasi mereka untuk membuat perubahan telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kesuksesan Give Back Sale.

Pelibatan Kerelawanan

Kami juga beruntung untuk mendapat dukungan tak ternilai dari para relawan berdedikasi yang menjadi tulang punggung Give Back Sale. Relawan ini adalah bagian dari Komunitas Penggalang IKa dan berasal dari berbagai latar belakang seperti aktivis perempuan dan anak, pelajar, ibu rumah tangga, dan banyak lainnya.

Upaya para relawan di belakang layar sangat penting dalam menciptakan acara penggalangan dana yang terorganisir dan berjalan lancar. Mereka bekerja tanpa lelah untuk memastikan bahwa setiap barang donasi telah dievaluasi, dikategorikan, dan diberi harga dengan hati-hati.  Mereka memastikan bahwa para pendonor dapat menemukan barang-barang preloved berkualitas sambil mendukung tujuan mulia.

Pelaksanaan Give Back Sale

Give Back Sale berlangsung selama tiga hari di Ke:kini ruang bersama, berlokasi di Menteng, Jakarta Pusat. Ruang yang semarak ini menyediakan lingkungan yang ramah bagi para donatur.

Give Back Sale menarik beragam donor. Namun, mayoritas peserta kami adalah perempuan berusia 25 hingga 45 tahun. Demografi yang antusias ini mencerminkan komitmen perempuan untuk saling memberdayakan dan memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka yang membutuhkan.

Di Give Back Sale, kami sangat percaya dalam mendukung pemberdayaan dan kewirausahaan perempuan. Sebagai bentuk komitmen, kami mengundang pengusaha perempuan yang menawarkan barang atau jasa untuk memamerkan dan menjual produk mereka di acara kami. Kolaborasi ini tidak hanya menyediakan platform bagi mereka untuk mengembangkan bisnis, tetapi juga memperkuat jaringan pendukung pemberdayaan perempuan. Beberapa contoh pengusaha perempuan yang telah berpartisipasi dalam Give Back Sale antara lain tarot reading, kelas kecantikan, dan kelas yoga.

Memaksimalkan Dampak: Mengurangi Sampah dan Memberdayakan Masyarakat

Setelah pelaksanaan Give Back Sale, kami kerap menemukan bahwa ada barang-barang preloved yang belum terjual. Guna memastikan barang-barang ini tidak terbuang sia-sia, kami menerapkan dua pendekatan untuk mengurangi jumlahnya.

Pendekatan pertama adalah melalui donasi atau menyerahkan barang ke organisasi lain yang mengadakan acara serupa seperti Give Back Sale. Ini tidak hanya menguntungkan organisasi dengan menyediakan inventaris untuk acara mereka, tetapi juga berkontribusi pada tujuan keseluruhan untuk mendukung inisiatif organisasi masyarakat sipil lain.

Pendekatan kedua melibatkan pemberian barang tersebut kepada individu atau masyarakat yang kurang mampu di sekitar lokasi Give Back Sale. Ini memperpanjang kebergunaan barang dan membantu komunitas lain.

Melalui inisiatif ini, kami menunjukkan dedikasi kami terhadap pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab dan bijaksana. Bersama-sama, kita dapat membuat perubahan dengan memberikan kembali kepada masyarakat dan mempromosikan budaya kepedulian dan saling mendukung.

Mendorong Komitmen Percepatan Pelembagaan Pengungkapan Kebenaran Dan Pemulihan

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) sebagai Sekretariat Koalisi untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) menjadi salah satu penyelenggara di Open Government Week (OG Week) yang diselenggarakan oleh Open Government Indonesia (OGI). Kegiatan ini bertujuan mendorong percepatan pelembagaan KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) yang menjadi komitmen bersama Kementerian/Lembaga terkait dan organisasi masyarakat. Turut mendukung kegiatan ini Yayasan TIFA. Diskusi publik diselenggarakan pada Rabu 10 Mei 2023.


Diskusi berlangsung secara luring dan daring di Hotel Grand Hyatt yang diikuti dari komponen organisasi masyarakat sipil, komunitas pendamping korban, kementerian/lembaga terkait dan masyarakat umum. Harapan IKa sebagai Sekretariat KKPK agar OGI terus mengawal komitmen lahirnya pelembagaan KKR sebagai jalan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM dengan partisipasi dari masyarakat sipil.

Kerja Kolaborasi Mendampingi Perempuan Korban Kekerasan dengan dan Rentan HIV/AIDS

Global Inklusi untuk Perlindungan HIV & AIDS (GIPA) merupakan penerima Hibah Pundi Perempuan Termin I Tahun 2022 yang berbasis di Makassar, Sulawesi Selatan. GIPA memiliki fokus pada advokasi dan pendampingan bagi kasus kekerasan yang terkait langsung dengan HIV dan AIDS dan reformasi kebijakan HIV di Sulawesi Selatan dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) dan feminisme. GIPA berdiri pada tahun 2008 dan terdaftar secara resmi di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) pada tahun 2012.

Pada tahun 2009, GIPA menginisiasi pembentukan Aliansi HAM untuk HIV dan AIDS Sulawesi Selatan/Barat sebagai wadah bersama dalam melakukan advokasi kasus dan kebijakan reformasi HIV dan AIDS di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. GIPA juga mengorganisir 25 Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di isu HAM dan perempuan.

Interseksionalitas kekerasan dan HIV/AIDS menimbulkan tantangan yang signifikan bagi perempuan yang mengalami keduanya. Perempuan yang mengalami kekerasan mungkin mengalami kesulitan meninggalkan pelaku karena takut akan ancaman atau kekurangan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hidup dengan HIV/AIDS juga dapat mempersulit akses bantuan hukum, karena diskriminasi dan stigma dapat mencegah perempuan menerima perlakuan yang adil dalam sistem hukum. Memahami ini, Global Inklusi untuk Perlindungan HIV dan AIDS (GIPA) memberikan pendampingan bagi perempuan rentan atau dengan HIV/AIDS.

Selama periode pemanfaatan Hibah Pundi Perempuan, GIPA mendampingi 30 kasus kekerasan berbasis gender. Di tahap awal, GIPA akan melakukan penjangkauan langsung dengan pendekatan peer outreach, di mana penjangkauan korban dilakukan oleh penyintas dengan kapasitas paralegal.

Dalam implementasi perlindungan korban HIV dan kekerasan berbasis gender, GIPA memberikan pelayanan gender equity justice dengan mekanisme rujukan kepada Lembaga Bantuan Hukum, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, kepolisian, dan termasuk dukungan pemulangan korban ke kota dan/atau provinsi tujuan di dalam dan luar wilayah Sulawesi Selatan. Kasus-kasus yang masuk dalam ranah pendampingan GIPA adalah perempuan dan individu dengan identitas LGBT korban kekerasan dengan atau rentan HIV, hingga perempuan korban eksploitasi dan/atau penyalahgunaan narkoba.

GIPA melibatkan Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang tergabung dalam Aliansi HAM untuk HIV dan AIDS Sulawesi Selatan/Barat melalui sistem rujukan (referral system) untuk melakukan pendampingan. Pendekatan berjejaring yang dilakukan GIPA adalah upaya melawan hambatan yang disebabkan lambatnya pelayanan Aparat Penegak Hukum (APH), serta untuk saling menguatkan dan melengkapi ketidakcukupan kapasitas OBH dalam memberikan pelayanan akibat situasi kelembagaan atau tekanan pihak eksternal.

Tak hanya memberikan pendampingan kasus, GIPA juga mendukung pemberdayaan para penyintas yang pernah didampingi. Dalam kisahnya untuk pemanfaatan Hibah Pundi Perempuan, sebanyak 2 perempuan penyintas dengan HIV telah bersedia untuk bisa membantu dalam penguatan korban lain dan terlibat dalam kerja-kerja serupa di GIPA.

Merespon Krisis Iklim: FORA mendukung Pundi Hijau IKa

Penulis: Deva Yohana, FORA

Dalam rangka mengajak orang muda untuk lebih memahami tentang krisis iklim, Forum Orang Muda untuk Kemanusiaan (FORA) mengadakan acara diskusi dan nonton bareng film Climate Witness yang bertajuk “Cerita Inspirasi dari NTT untuk Orang Muda” pada Kamis (16/03) pukul 13.00 WIB yang bertempat di Kekini CoWorking Space, Jakarta Pusat. Kegiatan ini didukung oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa).

Krisis iklim merupakan isu yang sangat mendesak yang menuntut untuk segera ditangani. Hal ini disebabkan perubahan iklim yang terjadi dapat mempengaruhi banyak hal, seperti kesehatan, lingkungan, hingga kelangsungan hidup manusia di masa depan. Oleh karena itu, diperlukan peran orang muda, sebagai pewaris planet ini, dalam menangani masalah tersebut.

Untuk menyemarakkan acara diskusi, FORA  turut mengundang tiga narasumber yang bergerak di isu lingkungan, yakni Eulis Utami dari Hutan Itu Indonesia, Arya Pramuditha dari Extinction Rebellion Indonesia, dan Rivani yang merupakan perwakilan dari Koprol Iklim serta dipandu oleh Alva Maldini selaku koordinator FORA.

Acara ini diawali dengan nonton bareng film Climate Witness yang terbagi menjadi empat potongan film dengan masing-masing membawa solusi isu iklim yang berbeda. Kemudian, dilanjutkan dengan perkenalan komunitas FORA dan kegiatan fundraising Pundi Hijau, salah satu program pemberdayaan dari IKa.

“Pundi Hijau bergerak dengan mengembangkan komunitas pemberdaya sebagai ekosistem pendukung. Pundi Hijau juga mengembangkan ketahanan pangan lokal berbasis komunitas yang terkena dampak kebencanaan,” terang Alva Maldini, Koordinator FORA sekaligus moderator acara, menjelaskan program Pundi Hijau kepada para peserta dan mengajak mereka untuk melakukan donasi sebagai bagian dari kepedulian terhadap lingkungan.

Selanjutnya adalah sesi diskusi dan sesi tanya jawab dengan peserta. Tak ketinggalan, acara tersebut juga diselingi dengan sesi perkenalan masing-masing komunitas, baik yang dibawa oleh narasumber maupun peserta diskusi.

Sekilas tentang Climate Witness

Climate Witness merupakan film dokumenter yang menceritakan tentang empat tokoh inspiratif dari Nusa Tenggara Timur yang telah melakukan berbagai inisiatif aksi iklim, mulai dari pengelolaan hutan mangrove, pendampingan warga pesisir terdampak, kearifan lokal masyarakat adat hingga keterlibatan anak muda dalam memberikan edukasi di lingkungan sekitarnya.

“Banyak inisiatif dari orang NTT dalam melakukan aksi iklim yang kurang dipublikasikan,” jelas Eulis Utami, perwakilan dari Hutan Itu Indonesia, saat ditanya alasan memilih orang NTT sebagai tokoh utama dalam film ini. “Yang mereka lakukan sudah berkontribusi untuk global,” tambahnya.

Film yang berdurasi 60 menit ini diharapkan bisa menghadirkan inspirasi positif kepada publik dan menjadi pembelajaran bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk mulai melakukan aksi yang bisa menghadirkan dampak positif terhadap iklim.

“Dari film ini kita bisa belajar bahwa masyarakat lokal malah bisa menjadi contoh bagi masyarakat transnasional,” komentar Arya Pramuditha, narasumber dari Extinction Rebellion Indonesia.

Apa yang Bisa Orang Muda Pelajari?

Film ini memberikan pelajaran kepada orang muda bahwa krisis iklim benar-benar sedang terjadi dan perubahan iklim itu nyata adanya, bahkan sampai dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di daerah kecil yang notabene jauh dari hiruk pikuk kehidupan di perkotaan.

Pelajaran selanjutnya adalah bahwa untuk menangani krisis iklim sebenarnya bisa dimulai dengan melakukan langkah-langkah kecil yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan menanam pohon, sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat pesisir NTT yang berinisiatif untuk mengembangkan dan melestarikan hutan mangrove.

Selain itu, pendidikan merupakan senjata utama yang bertujuan, selain menambah pengetahuan bagi manusia, juga bisa menjadi jembatan dalam menyatukan gap yang terjadi antar generasi yang berbeda, generasi muda dan generasi tua.

“Dari pendidikan bisa bersinergi antara satu sama lain, antar generasi tanpa adanya intervensi,” tutur Rivani dari Koprol Iklim.

Adapun gambaran mengenai peran pendidikan dalam menangani krisis iklim bisa kita saksikan dalam film ini melalui kisah perjuangan Selia saat mendirikan dan menggerakkan Cahaya Anak Sumba, wadah yang menjadi pusat kegiatan belajar holistik bagi masyarakat Sumba, terutama anak-anak dan orang muda.

Terakhir, acara yang berlangsung kurang lebih dua jam ini menjadi ajang berkenalan dan bertukar perspektif antar sesama orang muda. Mereka memperkenalkan diri dan komunitasnya serta menceritakan pengalaman terkait hal kecil yang sudah mereka praktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga lingkungan dan menangani krisis iklim.

“Semoga ke depannya FORA bisa menjadi wadah diskusi bagi orang muda terkait berbagai isu dan dari diskusi tersebut bisa menciptakan solusi dan aksi nyata,” tutup Alva Maldini menandai berakhirnya acara nobar dan diskusi.

Serah Terima Donasi Bingkisan Hari Raya untuk Si Mbah

Menjelang Hari Raya Idul Fitri 1444 H, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) di bawah program Pundi Insani menggalang donasi dari tanggal 4 – 17 April 2023 bertajuk Bingkisan Hari Raya untuk Si Mbah. Penggalangan ini IKa lakukan bekerja sama dengan komunitas Solidaritas Indonesia, komunitas yang beranggotakan para penyintas dan keluarga penyintas pelanggaran HAM berat masa lalu (tragedi 1965). Distribusi donasi ditujukan untuk para pemanfaat di wilayah Jabodetabek.

Ibu Uchi, sapaan dari pemilik nama lengkap Utjikowati Fauzia, merupakan koordinator komunitas Solidaritas Indonesia. Beliau mengajak staf IKa untuk turut mengantarkan donasi secara langsung kepada beberapa ‘mbah’, sekaligus bersilaturahmi. Stella Anjani bersama Astramus Tandang sebagai perwakilan dari IKa, bersama Bu Uchi mengunjungi tiga dari total tujuh orang penyintas pemanfaat program donasi Pundi Insani.

“Saya tidak lihat nominalnya. Donasi ini saya terima sebagai tanda kepedulian kepada kami,” ujar Ibu Utati penuh rasa syukur. Kini Bu Utati berusia 79 tahun. Di waktu berusia 22 tahun, beliau selama 11 tahun dipenjara tanpa sekalipun menjalani persidangan. Pemenjaraan tersebut lantaran Bu Utati terlibat dalam organisasi Pemuda Rakyat. “Padahal saya ikut karena suka menari dan menyanyi, begitu saja” kenangnya sambil tersenyum.

Kedua penyintas tragedi 1965 lainnya yang dikunjungi Bu Uchi bersama perwakilan IKa adalah Bapak Madarif (74 tahun) dan Harun Sulaiman (81 tahun). Berbeda dengan Bu Utati yang menjalani masa penjara di Jakarta, Bukit Duri, Pak Darip dan Pak Harun diasingkan ke Pulau Buru. Perbedaan usia yang cukup jauh antara kedua Bapak ketika menghabiskan masa mudanya di pengasingan, membuat Pak Harun sempat berseloroh, “kalau saya besar di neraka, bisa dibilang Pak Darip ini lahirnya di neraka”.

Di rumah Pak Darip, sambil menyantap sajian berbuka puasa, kedua Bapak menceritakan pengalaman hidup mereka. Sedikit berbeda dari Pak Harun yang bertutur tenang, Pak Darip berkisah penuh semangat seolah apa yang dialaminya di Pulau Buru baru terjadi kemarin. Pak Harun menyampaikan bahwa kedua anaknya telah meninggal mendahului dirinya. Walau kehilangan masih terasa dalam pertanyaan Pak Harun, mengapa anaknya pergi dahulu, tetapi semangat dan optimisme Pak Harun untuk menjalani hidup lebih kuat terasa. Pak Harun menawarkan jika ada teks-teks kuno beraksara Jawa yang ingin diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, beliau dapat melakukannya. Selain sastra Jawa, beliau juga menguasai tembang Jawa.

Di akhir kunjungan, Bu Uchi menyampaikan keinginannya untuk melakukan preservasi berbagai peninggalan dari para penyintas tragedi 1965. Tidak hanya buku-buku koleksi para penyintas, tetapi juga berbagai arsip karya intelektual para penyintas seperti lagu, puisi, dan catatan harian. Harapannya penyimpanan atas memorabilia tersebut, sekaligus juga merawat ingatan sejarah bangsa.

Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) berkolaborasi dengan Mubadalah.id, Pusat Studi Islam Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan, Swara Rahima, dan Urgent Action Fund, Asia & Pacific (UAF AnP) mengkampanyekan perempuan korban kekerasan menjadi diantara golongan yang berhak menerima zakat.

Untuk pembayaran zakat bagi perempuan korban kekerasan, silakan akses informasinya di sini.

Artikel ini ditulis oleh Mubadalah.id dan dapat diakses melalui tautan ini.

Senin 20 Maret 2023 Mubadalah.id berkolaborasi dengan Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan, Swara Rahima, dan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) menyelenggarakan Webinar “Ramadan 2023, Zakat, Peduli Perempuan Korban Kekerasan”. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kampanye dan penggalangan dana zakat bagi korban kekerasan seksual selama bulan Ramadan tahun ini.

Seperti yang telah pihak panitia sampaikan dalam sambutannya, webinar ini memang bertujuan untuk menciptakan kesadaran masyarakat tentang pentingnya zakat bagi perempuan korban kekerasan dan juga mengeksplorasi bagaimana zakat dapat dimanfaatkan untuk memberikan dukungan, perhatian, dan bantuan kepada perempuan yang mengalami kekerasan.

Sebagaimana dalam Catatan Tahunan 2022 Komnas Perempuan menyebutkan bahwa terdapat 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Jenis kekerasannya pun beragam mulai dari kekerasan seksual, fisik, psikis, penelantaran ekonomi, human trafficking, eksploitasi, bullying, dll.

Bahkan dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa banyak perempuan korban kekerasan yang minim mendapatkan dukungan serta akses perlindungan. Sehingga mereka menjadi sangat rentan, karena mengalami kekerasan berlapis.

Dengan melihat kondisi perempuan korban KS yang sangat memprihatinkan tersebut, setidaknya zakat bisa menjadi salah satu solusi penting untuk membantu para perempuan korban kekerasan.

Memahami Zakat

Dalam buku “Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” Karya Yulianti Muthmainnah menyebutkan bahwa zakat secara bahasa artinya berkah, bersih, baik, tumbuh, dan bertambah. Dengan menunaikan zakat, harta dan jiwa seseorang kita harapkan menjadi bersih dan rezekinya pun bertambah baik.

Zakat juga merupakan ibadah sosial untuk mengasah kepekaan dan kepedulian sesama manusia, membebaskan sesama dari rasa lapar, kemiskinan, dan keterpurukan secara ekonomi dan sosial.

Islam mengatur delapan  kelompok yang berhak untuk menerima zakat, yakni Fakir, Miskin, Amil, Mu’allaf, Riqab/memerdekakan budak, Gharim (orang yang memiliki utang), Fi Sabilillah, dan Ibnu Sabil. Hal ini jelas tergambar dalam QS at-Taubah ayat 60:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil zakat), para mu’allaf yang dilunakkan hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS at-Taubah ayat 60).

Pandangan Ibu Yulianti tentang Zakat bagi Korban Kekerasan

Ibu Yulianti menyebutkan bahwa hukum menunaikan zakat, baik zakat fitrah ataupun zakat maal (harta benda) adalah bersifat qath’i. Dari segi ke-qath’i-an tersebut, ayat-ayat zakat memang tidak perlu dilakukan ijtihad. Karena, sudah ada ketetapan waktu pelaksanaannya dan batas minimal kapan zakat wajib kita keluarkan.

Namun menurutnya, ijtihad tetap harus kita lakukan untuk menerapkan aspek maqashid al-syariah dari ayat-ayat zakat. Sehingga hukum fikih yang kita gunakan sesuai dengan maqashid al-syari’ah, perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, ijtihad bagaimana menggalakkan zakat untuk korban KS sangatlah penting.

Sehingga QS at-Taubah ayat 60 yang menyebutkan bahwa penerima zakat itu ada delapan asnaf, menurut Ibu Yulianti harus kita tafsir ulang. Sebab, tidak menutup kemungkinan bahwa ketentuan dan kasus-kasus fakir, miskin, riqab, dan fisabilillah saat ini berbeda dengan kasus pada masa lalu. Oleh karenanya penting melakukan perumpamaan untuk memperluas makna para penerima zakat.

Misalnya dalam memahami golongan miskin. Saat ini orang miskin bisa kita qiyaskan pada perempuan korban KS yang menarik diri dari pergaulan. Kondisi ini karena stigma yang kita lekatkan pada mereka, seperti sebutan perempuan kotor, hina, najis, dan pembawa aib.

Selain itu bisa juga kita umpakan pada korban KS yang dikeluarkan dari sekolah lantaran hamil, dipecat dari tempat kerja, terusir dari keluarga, komunitas atau pun dari tempat tinggalnya yang lain. Sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memproses kasusnya dan melakukan pemulihan jiwanya.

Penting Melihat Pengalaman Khas Perempuan

Ibu Nur Rofiah, pada webinar “Ramadhan 2023, Zakat, Peduli Perempuan Korban Kekerasan” menyebutkan bahwa perempuan korban KS memang sangat rentan dalam berbagai hal, termasuk dalam ekonomi. Perempuan korban KS kerapkali mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari lingkungan sekitarnya. Mulai dari keluarga, sekolah, tempat kerja, rumah sakit dan tempat-tempat umum lainnya. Terutama dia yang mengalami Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD).

Selain dia harus berjuang memproses kasus dan memulihkan jiwa dari trauma, dia juga harus membiayai bayi yang ia kandung. Mulai dari biaya hamil, melahirkan sampai proses pengasuhan anak tersebut.

Maka menurut Ibu Nur, dalam menggalakkan zakat, penting untuk melihat pengalaman khas perempuan. Baik pengalaman biologis (Menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui dan nifas), maupun pengalaman sosialnya (Marginalisasi, subordinasi, stigmatisasi, beban ganda dan kekerasan).

Sehingga dengan kesadaran tersebut, perempuan korban KS bisa kita masukkan dalam kategori mustahik zakat. Karena mereka mengalami kerentanan dalam soal ekonomi. Dengan begitu mereka wajib untuk menjadi penerima zakat.

Di sisi lain, Ibu Yulianti juga menyebutkan bahwa dengan memasukkan perempuan dalam kategori penerima manfaat zakat, dapat mengurangi beban yang para korban KS alami. Mereka tidak akan mengalami kendala dalam membayar biaya visum, mengobati luka fisik, dan menyembuhkan trauma psikis yang berkepanjangan.

Mari kita peduli korban KS dengan mengkampanyekan, menyalurkan dan menggalakkan zakat bagi mereka. Semoga Ramadan membawa berkah bagi kita semua, termasuk bagi para perempuan korban KS.

Dukungan Sumber Daya

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) mengumumkan pendanaan baru dari Sony Music Entertainment Indonesia sebagai bagian dari Global Social Justice Fund Initiative.

Dana tersebut ditujukan untuk memberdayakan gerakan IKa dan memperkuat sumber daya yang dibutuhkan dalam memerangi Kekerasan Berbasis Gender di Indonesia.

Donasi Bingkisan Hari Raya untuk Si Mbah

Kamu percaya kalau setiap orang berhak untuk mendapatkan Hari Raya yang berkesan? Kalau ya, yuk ikut berdonasi melalui “Bingkisan Hari Raya untuk Si Mbah Korban ’65”!

Dalam bulan Ramadhan ini, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) melalui program Pundi Insani yang bekerja sama dengan Solidaritas Indonesia (SI) kembali mengajak kamu untuk menjadi bagian sukacita Ramadhan kepada para Si Mbah korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Donasi yang kamu berikan akan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan Si Mbah dalam bentuk bingkisan Hari Raya. Di usianya yang sudah tidak muda lagi para Si Mbah masih berjuang untuk mendapatkan akses kesehatan dan hidup sejahtera di masa tuanya.

Penggalangan dana ini akan berlangsung mulai 4 – 17 April 2023.

Kamu bisa berdonasi dengan transfer melalui:

Bank Mandiri
an.Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan
No rek. 123.00.05290.004
atau pindai QRIS pada poster.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: 0813-8673-5816 (Admin IKa)

Mari bersama-sama kita wujudkan Hari Raya yang berkesan untuk Si Mbah korban ’65!

Pengumuman Hibah Pundi Perempuan

Terima kasih kepada mitra lembaga/organisasi pengada layanan yang turut berpartisipasi dalam mengirimkan proposal pada pembukaan Hibah Pundi Perempuan Termin I tahun 2023. Proposal yang diterima Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) sebanyak 35 dari lembaga/organisasi yang tersebar di Indonesia.

Setelah melalui tahap seleksi yang cukup panjang oleh IKa dan Komnas Perempuan, terpilihlah 4 lembaga/komunitas penerima Hibah Pundi Perempuan.

Berikut 4 lembaga/komunitas terpilih penerima Dana Hibah Pundi Perempuan:

1. Sabana Sumba (Solidaritas Bersama Untuk Tanah Sumba) – Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur
2. Yayasan Suluh Perempuan Indonesia – DKI Jakarta
3. Yayasan Embun Pelangi – Batam, Kepulauan Riau
4. WCC Nurani Perempuan – Padang, Sumatera Barat

Selamat untuk rekan-rekan lembaga/komunitas pengada layanan yang telah terpilih.

Bagi lembaga/komunitas sahabat yang belum terpilih, dapat kembali mengajukan proposal pada Hibah Pundi Perempuan di periode selanjutnya.

Salam solidaritas!

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!