Nyata Nyala: Nyata Aksi Nyala Semangat Aksi Bersama Akhiri Kekerasan Terhadap Perempuan

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) mengajak seluruh orang muda di Indonesia untuk berpartisipasi dalam kampanye dan penggalangan dana untuk mencegah dan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan bertajuk  NyataNyala. Kampanye ini merupakan bagian dari Peringatan Sumpah Pemuda dan Kampanye Internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Rangkaian Acara NyataNyala berlangsung dari tanggal 11 Oktober 2024 sampai 14 Desember 2024.   NyataNyala merupakan perwujudan  aksi nyata dan kolaborasi orang muda dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Dalam pelaksananya, IKa bekerja sama dengan pihak pemerintah, universitas, swasta dan media.

Sebagai awal kampanye, IKa mengadakan  Ngopi Bareng Media (11 Oktober 2024)
Kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman mendalam kepada media tentang peran orang muda dalam isu kekerasan terhadap perempuan. Diskusi yang melibatkan narasumber seperti Mawla Atqiyya Muhdiar (Hopehelps UI), Ruth Indria Rahayu (IKa), dan Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang diikuti oleh 16 media, berlangsung selama empat jam. Kegiatan dilanjutkan dengan menyelenggarakan kegiatan Kampanye Edukatif di Universitas Gunadarma (31 Oktober 2023). Kegiatan ini
melibatkan hampir 100 mahasiswa semester tiga FIKOM Universitas Gunadarma dan bertujuan mendorong kesadaran terkait kekerasan terhadap perempuan di lingkungan kampus. Narasumber  dari Hope Helps UI (Mawla Atqiyya Muhdiar) dan FPL (Siti Husna) memberikan materi edukatif dari pagi hingga sore, diikuti tiga kelas.

Kegiatan selajutnya adalah dikusi tentang kekerasan terhadap perempuan di lingkungan professional bersama GoTo Group (14 November 2024) dan International Society of Sustainability Professional (ISSP) Indonesia (15 November 2024). Diskusi yang berlangsung di kantor pusat GoTo  dan Ke:Kini Ruang Bersama(ISSP) bertujuan untuk meningkatkan meningkatkan kesadaran pekerja tentang kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja. Hadir sebagai narasumber pada diskusi bersama GoTO adalah  psikolog Ratih Ibrahim serta Dr. R. Valentina Sagala dan Ummu Azizah Mukarnawati menjadi narasumber utama pada sesi diskusi bersama ISSP.

Sebelum diskusi bersama ISSP, pada tanggal yang sama (15 November) IKa mengadakan Konferensi Pers menjelang kampanye internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Konferensi pers kali ini  bertujuan memberikan edukasi terhadap pemberitaan terkait tempat kerja yang aman bagi perempuan, dengan narasumber seperti Bahrul Fuad (Komnas Perempuan) dan Doty Damayanti (ISSP Indonesia) dan Sita Supomo (Indonesia Untuk Kemanusiaan)  serta menghadirkan 6 media.

Kegiatan Kampanye Nyata Nyala berikutnya adalah kegiatan penggalangan donasi untuk lembaga pengada layanan, Give Back Sale-Pundi Perempuan yang akan berlangsung pada tanggal 10-14 Desember 2024 serta keikutsertaan Festival Suara Warga pada tanggal 10 Desember 2024.

Dialog Temu Kenali Akar Daya Gerakan Masyarakat Sipil Bagian I

‘Fakduk pa ite falcilno

Fakduk e ite faisayang’

(Tak bertemu kita saling mengingat, dan

jika bertemu kita tetap saling menyayang)

Kalimat diatas terlontar dari Kak Awaluddin Iksan, anggota Perkumpulan Fakawele pada malam perkenalan pertemuan Dialog Temu Kenali Akar Daya Gerakan Masyarakat Sipilyang berlangsung dari tanggal 4 s.d  7 November 2024 di Ke:Kini Ruang Bersama, Jl. Cikini Raya No.43, Jakarta. Perkumpulan Fakawawele yang berasal dari Sagea, Halmahera Tengah, Maluku Utara, bersama lima lembaga lainnya: Wangsakerta  (Cirebon, Jawa Barat), Komunitas Ibu Jamu (Sragen, Jawa Tengah), Komunitas Taman 65 (Denpasar, Bali), Yayasan Wisnu  (Badung, Bali), PERMIN (Nanga, Banga, Kendari, Sulawesi Tenggara) berkumpul dan bereksperimen guna menemukenali sumber daya transformatif atau Akar Daya.

Eksperimen ini merupakan respon Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) terhadap Penyempitan ruang masyarakat sipil (shrinking civic space) yang terjadi di seluruh dunia juga menjadi tantangan bagi keberlanjutan gerakan masyarakat sipil di Indonesia. Bersama CIVICUS & Local Leadership Labs (LLL, IKa bereksperimen Akar Daya yang berdasar pada upaya kolektif dan kolaboratif dalam membangun kemandirian, keberlanjutan dan resiliensi gerakan masyarakat sipil, melalui pengembangan sumber daya gerakan.

Dengan semangat kolektif dan kolaboratif ini, IKa mengajak kawan-kawan enam dari komunitas tersebut yang dipandang memiliki beberapa hal penting untuk menjalankan eksperimen bersama, yaitu memiliki nilai perjuangan komunitas yang berakar pada pemberdayaan masyarakat, pelestarian budaya, dan keberlanjutan lingkungan, memiliki keresahan dan keinginan untuk mengelola sumber daya secara mandiri dan berkelanjutan,  juga terhubung dalam ekosistem gerakan organik yang saling mendukung dan memperkuat misi kolektif gerakan masyarakat sipil.

Malam perkenalan menjadi sebuah momen yang mencairkan suasana dan banyak meninggalkan kesan  terutama karena semua peserta berkesempatan untuk menjelaskan tentang lembaga masing-masing dengan cara unik. Misalnya Komunitas Ibu Jamu yang tanpa malu-malu langsung menawarkan jamu hasil para Ibu anggota komunitas saat menjejakkan kaki di tempat pertemuan. Yayasan Wisnu dan Komunitas Taman 65 juga membawa special item sebagai identitas lembaga. Hal ini tentu mendapatkan tanggapan positif dari tim IKa dan peserta pertemuan. IKa pun memberikan ruang bagi kawan-kawan untuk melakukan fundraising dengan menawarkan produk masing-masing dengan harga terjangkau. Selain itu, lembaga-lembaga pun memperkenalkan diri dengan cara khas masing-masing, salah satunya Perkumpulan Fakawele yang membuka perkenalan dengan kutipan mendalam di awal tulisan ini. Malam perkenalan pun menjadi semakin riuh.

Dialog dimulai dengan sesi refleksi bersama Roem Topatimasang, pendiri Indonesian Society for Social Transformation (INSIST). Ia menekankan bahwa transformasi sosial membutuhkan perubahan pola pikir, terutama terkait kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber daya seperti pangan, energi, dan air. Roem juga mengkritik program ekonomi masyarakat sipil yang kerap gagal karena terlalu menyederhanakan kemandirian ekonomi menjadi sekadar menghasilkan uang. Ia mengajak peserta untuk melihat kembali nilai dan cara pandang mereka terhadap kebutuhan dan hubungan dengan manusia maupun alam.

Pembicara berikutnya, Kamala Chandrakirana atau Mbak Nana, memperkenalkan konsep “Pancaroba” sebagai perumpamaan atas kondisi ruang gerak masyarakat sipil yang menyempit akibat situasi global, nasional, dan lokal yang tidak menentu. Ia menekankan pentingnya kemandirian dari ketergantungan donor serta kolektivitas untuk menguatkan Akar Daya.

Direktur Eksekutif IKa, Sita Supomo, memperkenalkan konsep Catur Daya, yang mencakup pendanaan, pengetahuan, jaringan, dan kerelawanan. Kerangka ini menjadi dasar strategi IKa dalam mendorong komunitas untuk mengelola sumber daya secara mandiri dan menciptakan kedaulatan.

Proses ini dilanjutkan dengan aktivitas menggambar “Sungai Kehidupan,” sebuah refleksi visual atas perjalanan pribadi dan kolektif komunitas. Peserta juga diajak menggunakan pendekatan Asset-Based Thinking, yang fokus pada potensi dan kekuatan yang sudah dimiliki, seperti pengalaman, pengetahuan, dan hubungan. Pendekatan ini memungkinkan komunitas untuk melihat peluang dalam mengembangkan gerakan secara berkelanjutan. Sebagai bagian dari refleksi ini, Risma dari PERMIN menekankan pentingnya ilmu yang luas dan fleksibel untuk diaplikasikan di berbagai konteks.

Eksperimen Akar Daya menjadi langkah awal IKa dan komunitas untuk menciptakan peta jalan baru, menata ulang kesadaran kolektif, dan membangun masa depan gerakan masyarakat sipil yang mandiri dan inklusif.

Memperkuat Komunitas: Aksi Lokal, Akuntabilitas Global di UNGA 2024

Pada 20 September 2024, sebuah acara penting diadakan di Ford Foundation Center for Social
Justice, New York City, yang bertajuk “Aksi Lokal, Akuntabilitas Global.” Diselenggarakan oleh
CIVICUS, Peace Direct, NEAR, WINGS, dan Movement for Community-Led Development (MCLD),
acara ini mengumpulkan para pemimpin masyarakat sipil, donor global, perwakilan PBB, dan pejabat
pemerintah. Bersamaan dengan Sidang Umum PBB 2024, acara ini bertujuan untuk menjembatani
komitmen internasional dengan kebutuhan di tingkat akar rumput, dengan fokus pada akuntabilitas,
pendanaan berkelanjutan, dan pengembangan yang inklusif.

Diskusi dalam acara ini menyoroti tema-tema penting seperti pembagian risiko, pendanaan fleksibel,
dan keberlanjutan jangka panjang bagi organisasi lokal. Beberapa pembicara utama termasuk Sita
Supomo dari Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), yang menekankan pentingnya membangun
kepercayaan dan model pendanaan berbasis komunitas di tengah ruang sipil yang semakin terbatas;
Sarah Rose dari USAID, yang membagikan upaya USAID untuk desentralisasi pengambilan
keputusan; dan Rebecca Dali dari CCEPI di Nigeria, yang mendorong forum global yang lebih inklusif
di mana suara lokal memiliki peran dalam kebijakan.

Pesan utama dari acara ini adalah bahwa transformasi nyata dalam pembangunan global
memerlukan pendekatan baru dari para donor. Ini termasuk menyediakan pendanaan inti multi-
tahun yang mendukung ketahanan organisasi lokal, menerapkan ukuran keberhasilan yang inklusif
yang mencerminkan prioritas lokal, serta mengatasi ketidaksetaraan sistemik dalam sistem
keuangan global.

Dengan menempatkan komunitas sebagai pusat proses pembangunan, donor dapat membantu
menciptakan perubahan yang berkelanjutan dan berakar pada kebutuhan nyata lokal, sehingga
komitmen internasional menjadi aksi yang bermakna. Perubahan ini bukan hanya langkah yang
tepat, tetapi juga cara paling efektif untuk mencapai dampak yang bertahan lama.
Untuk informasi lebih lanjut tentang acara penting ini dan diskusi mendatang seputar
pengembangan yang dipimpin oleh komunitas lokal, ikuti #LocallyLedDevelopment #ShiftThePower
dan kunjungi situs www.indonesiauntukkemanusiaan.org

FAJAR #7 Mengurai Ketimpangan dalam Dana Bantuan: Menavigasi Relasi Kuasa antara Donor dan OMS

Pada 15 Oktober 2024, diskusi FAJAR #7 yang diselenggarakan oleh Indonesia untuk Kemanusiaan
(IKa) mengupas isu krusial tentang dinamika hubungan antara donor dan Organisasi Masyarakat Sipil
(OMS) di Indonesia. Mengusung tema “Mengidentifikasi Ketimpangan dalam Pemberian Dana
Bantuan: Membangun Pemahaman atas Relasi Kuasa antara Donor dan OMS,” acara ini menjadi
wadah bagi OMS untuk berbagi pengalaman, tantangan, dan memikirkan pola-pola pengelolaan
bantuan donor internasional yang sering kali sarat ketimpangan relasi kuasa.

Forum Belajar Sumber Daya Baru (FAJAR) merupakan inisiatif IKa yang berfokus pada
pengembangan sumber daya yang adil dan berkelanjutan di Indonesia. Didukung oleh Peace Direct,
FAJAR#7 dirancang untuk menciptakan ruang diskusi reflektif yang mendorong pengelolaan bantuan
yang lebih berorientasi pada kebutuhan lokal. Sita Supomo, Direktur Eksekutif IKa, membuka diskusi
dengan menggambarkan tantangan besar yang dihadapi OMS terkait pelaporan, administrasi, dan
persyaratan donor yang banyak menjadi keluhan OMS.

Dari Pasif ke Aktif: Membangun Kemitraan Setara dengan Masyarakat Adat
Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengangkat isu
ketimpangan akses masyarakat adat terhadap dana bantuan, terutama dana iklim, yang sering kali
tidak sampai ke tangan komunitas lokal di akar rumput. Meski masyarakat adat bertanggung jawab
menjaga sekitar 80% ekosistem terbaik dunia, mereka hanya menerima 1% dari dana iklim yang
seharusnya mendukung upaya pelestarian tersebut. Rukka menyoroti bahwa prosedur donor yang
rumit dan syarat ketat sering kali menjadi penghalang bagi masyarakat adat untuk memanfaatkan
dana secara maksimal. Ketentuan-ketentuan ini, yang cenderung tidak relevan dengan realitas di
lapangan, membuat masyarakat adat berada dalam posisi subordinat, seolah hanya sebagai
penerima pasif tanpa kendali atas alokasi dana yang ditujukan bagi mereka.

Dengan basis pengalaman AMAN tersebut, Rukka menekankan pentingnya mengubah pendekatan
bantuan agar relasi antara donor dan masyarakat adat dapat berdiri di atas prinsip kesetaraan dan
saling percaya. Ia menyerukan kemitraan yang didasarkan pada kepercayaan, di mana masyarakat
adat dilihat sebagai mitra aktif dengan peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan global.
Pendekatan baru ini diharapkan dapat membuka akses yang lebih besar bagi masyarakat adat,
memungkinkan mereka mengelola dana sesuai kebutuhan lokal tanpa kendala administratif yang
berlebihan, dan memperkuat dampak perlindungan lingkungan secara berkelanjutan.

Tantangan Praktik Donor bagi OMS
Dalam diskusi ini, sejumlah tantangan yang kerap dihadapi OMS dalam pengelolaan dana bantuan
mengemuka. OMS sering kali harus berhadapan dengan kebijakan donor yang terlalu kaku dan
administrasi yang memberatkan, mengurangi kemampuan mereka untuk menyesuaikan program
sesuai kebutuhan lokal. Beberapa contoh tantangan utama ini mencakup:

  1. Tuntutan Pelaporan yang Kompleks dan Berbelit – Banyak donor internasional menetapkan
    standar pelaporan yang sangat detail dan administrasi yang rumit, mengalihkan fokus OMS
    dari program utama ke pekerjaan administratif.
  2. Fleksibilitas Anggaran yang Rendah – OMS sering kali tidak diperbolehkan mengalihkan
    anggaran meskipun kebutuhan di lapangan berubah, menyebabkan kurangnya adaptabilitas
    terhadap situasi lokal.
  3. Indikator Keberhasilan yang Tidak Sesuai – Indikator kuantitatif yang ditetapkan donor
    mengabaikan dampak nyata jangka panjang, memaksa OMS untuk fokus pada angka
    ketimbang perubahan substantif.
  4. Ketergantungan pada Dokumentasi Visual – Persyaratan donor untuk dokumentasi foto atau video kadang menjadi beban tambahan, yang tidak selalu mencerminkan dampak mendalam dari program.
  5. Relasi Kuasa yang Tidak Setara – Donor sering memandang OMS hanya sebagai penerima
    pasif yang harus mematuhi semua aturan tanpa ruang untuk negosiasi.
  6. Durasi Pendanaan yang Singkat – Pendanaan jangka pendek membatasi OMS dalam
    menghasilkan dampak jangka panjang, terutama dalam program perubahan sosial.
  7. Persyaratan Due Diligence yang Ketat – Ketatnya persyaratan ini sering kali menghalangi
    OMS kecil yang berpotensi besar, karena mereka tidak memiliki kapasitas administratif yang
    mencukupi.

Setiap tantangan ini mencerminkan relasi kuasa yang kurang seimbang, dimana OMS sering kali
berada dalam posisi harus mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan oleh donor, Dimana hal-hal
tersebut yang tidak selalu sejalan dengan kondisi di lapangan.

Menuju Kemitraan Setara: Rekomendasi untuk Memperbaiki Relasi Donor dan OMS

Untuk mengatasi berbagai tantangan dalam relasi donor dan OMS, diskusi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi penting yang diharapkan dapat menciptakan keseimbangan dan fleksibilitas dalam pengelolaan dana bantuan. Rekomendasi ini tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki prosedur dan kebijakan pendanaan, tetapi juga untuk membangun kemitraan yang lebih adil, di mana OMS memiliki peran aktif dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya.

  • Kemitraan yang Setara: Donor perlu mempercayai OMS dalam mengelola dana dan menghargai pengetahuan lokal, menciptakan relasi yang saling mendukung.
  • Penguatan Kapasitas Negosiasi OMS: OMS perlu mengembangkan kapasitas negosiasi agar memiliki peran aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait pendanaan.
  • Transparansi dan Akuntabilitas yang Inklusif: Perlu adanya mekanisme yang lebih sesuai dengan konteks lokal, memungkinkan OMS menjalankan peran lebih besar.
  • Pendanaan Alternatif: Kolaborasi antar OMS dalam penggalangan pendanaan alternatif seperti crowdfunding perlu didorong untuk mengurangi ketergantungan pada donor internasional.

Acara ini menegaskan kembali pentingnya upaya kolektif dalam membangun kesetaraan antara
donor dan OMS, serta perlunya pendekatan yang lebih berfokus pada kebutuhan dan kondisi lokal
dalam setiap proses pengelolaan dana bantuan (community driven development). Dengan
implementasi rekomendasi ini, diharapkan OMS dapat memainkan peran yang lebih aktif dan
strategis dalam hubungan mereka dengan donor, bukan hanya sebagai penerima pasif.

Memanggil Relawan Give Back Sale (GBS)

Jadi Relawan Give Back Sale (GBS) Pundi Perempuan, Yuk!

Hai, Sahabat IKa! ????????

Pernah bayangin serunya dapat pengalaman baru, bangun jejaring yang asik, sambil bantu sesama? Kini saatnya! IKa lagi buka kesempatan relawan buat Give Back Sale (GBS), salah satu kegiatan fundraising seru untuk mendukung Pundi Perempuan.

Dengan jadi relawan, kamu nggak cuma membantu mengelola donasi barang-barang preloved, tapi juga belajar keterampilan keren, dapat teman baru, dan jadi bagian dari Komunitas Pemberdaya IKa. Pastinya, kamu juga ambil peran penting dalam mendukung Women Crisis Centers (WCC)!

Penasaran? Daftar sekarang di sini: https://s.id/OpenRelawanGBS
Pendaftaran ditutup Senin, 28 Oktober 2024.

Yuk, kita bergerak bersama

Calling for Donation Give Back Sale (GBS)

Halo, Sahabat IKa!
Kali ini, Give Back Sale hadir dengan sesuatu yang berbeda! ✨

Apa yang membuatnya berbeda? Kali ini, Give Back Sale menjadi bagian dari kampanye NyataNyala dalam mendukung 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP).

Bersama Komnas Perempuan, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) mengajak publik untuk turut berpartisipasi dengan mendonasikan barang-barang preloved yang digelar pada acara Give Back Sale (GBS) Pundi Perempuan, yang akan diadakan dalam waktu dekat ini. Dan hasilnya akan disalurkan kepada Women Crisis Centre (WCC), lembaga yang bekerja untuk mendampingi perempuan korban kekerasan di Indonesia.

Jenis dan ketentuan barang preloved yang bisa didonasikan dapat dilihat pada poster!

Donasi bisa diantar atau kirimkan ke kantor Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa)
Ke:kini Ruang Bersama
Jl. Cikini Raya No. 43-45, Menteng,
Jakarta Pusat
Kontak: 0813-8673-5816

Pengantaran/pengiriman donasi:
Senin-Jumat, Pkl. 10.00-17.00 WIB
Sabtu, Pkl. 10.00-15.00 WIB

Batas pengumpulan donasi:
31 Oktober 2024

Jangan sampai terlewat, ya! Yuk kosongkan lemarimu dan ajak teman-teman lain ikut berdonasi.

Kolaborasi bersama Menjaga Indonesia melalui INCLINE

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) sebagai organisasi sumberdaya masyarakat sipil (OSMS) mengidentifikasi perlunya kolaborasi dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang menimbulkan ketidakadilan. Salah satu bentuk dari kolaborasi ini adalah dibentuknya jaringan INCLINE (Indonesian Climate Justice Network) atau #JAGAINIklim (Jaringan Gerakan Indonesia untuk Keadilan Iklim),  yang bersama-sama bermaksud memperjuangan keadilan iklim bagi masyarakat terutama mereka yang menjadi korban dan paling rentan terdampak perubahan iklim. IKa menempatkan kolaborasi jaringan ini sebagai bagian dari Pundi Hijau yang merupakan salah satu dari 4 Pundi IKa, selain dari Pundi Insani, Pundi Perempuan dan Pundi Budaya. Sejak 2023, Pundi HIjau IKa memperoleh dukungan dari ClimateWorks Foundation melalui program JEDI. 

Salah satu sarana untuk menangkap isu perubahan iklim dan dampaknya pada keadilan, IKa mengembangkan sebuah aplikasi yang bernama INCLINE. Aplikasi ini berbasis android dan berfungsi membangun data  indikator keterpaparan, sensitivitas dan kapasitas adaptif komunitas terhadap dampak dari krisis iklim. Keluaran dari aplikasi merupakan laporan hasil analisis data bagi kepentingan pengguna yang dapat digunakan untuk melakukan rencana atau kegiatan mitigasi, adaptasi maupun pembuatan kebijakan yang tepat sasaran terkait dampak perubahan iklim.

Pada tanggal 25-29 September 2024, IKa mengadakan pertemuan mitra pemrakarsa yang  merupakan komunitas penerima hibah Pundi Hijau periode ke dua. Pertemuan ini dilakukan  untuk melatih penggunaan INCLINE dan membekali komunitas dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi krisis iklim, khususnya di tingkat lokal. Dengan menggunakan aplikasi INCLINE, peserta dipandu untuk melakukan input data yang mengidentifikasi keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptif masyarakat terhadap perubahan iklim untuk mendukung desain program-program mitigasi yang lebih efektif dan tepat sasaran.

Workshop ini dilaksanakan di Ajar Learning Center, Kampung Damai, Badung, Bali.  Lokakarya aplikasi INCLINE ini melibatkan penerima hibah Pundi Hijau 2024, yaitu berbagai komunitas yang berfokus pada isu lingkungan dan keadilan iklim:

  1. Yayasan Wangsakerta (Cirebon, Jawa Barat)
  2. LSM Pelita Harapan Lembata (NTT)  
  3. Jumpun Pambelom (Kalimantan Tengah)  
  4. Gajahlah Kebersihan (Lampung)
  5. PAPHA Indonesia (Kabupaten Sikka, NTT)  
  6. RUBEK PASI (Aceh Singkil, Aceh)  
  7. Yayasan Bendega Alam Lestari (Denpasar, Bali)  
  8. Yayasan Abdi Papua Mandiri (Sorong, Papua Barat Daya)

Melalui workshop ini, diharapkan para peserta dapat membawa pulang pengetahuan praktis yang dapat diterapkan di komunitas mereka masing-masing. 

“Pelatihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan saya secara pribadi dan juga lembaga dalam menggunakan INCLINE apps sebagai tools untuk melihat sejauh mana tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di wilayah kami”, Maria Mervina, Yayasan Pelita Harapan.

Keterampilan yang diperoleh diharapkan dapat memperkuat ketahanan lokal terhadap perubahan iklim dan memastikan bahwa langkah-langkah adaptasi dilakukan dengan cara yang adil dan sesuai dengan kebutuhan spesifik tiap daerah.

“… INCLINE (merupakan) suatu aplikasi yang sangat membantu mencari data dan untuk menganalisis, apalagi untuk daerah yang kekurangan data, dimana mereka rentan bencana.”, Billy Christianto dari Jumpun Pambelom.

Sebagai tindak lanjut pelatihan, salah satu peserta, Efraim Kambu dari Yayasan Abdi Papua Mandiri mengharapkan basis data yang didapat bisa digunakan untuk mengadvokasi pemerintah lokal untuk menjaga iklim dengan lebih baik lagi.

Mengembangkan Konsep Sumber Daya Transformatif, Pendekatan Ekonomi Solidaritas:  Sebagai Sarana Ekonomi dan Tujuan Gerakan Sosial Politik

Forum Belajar Sumber Daya Baru ke lima (FAJAR #5) berlangsung pada Rabu, 5 Juni 2024 dengan tema:”AKAR DAYA: Mengembangkan Konsep Sumber Daya Transformatif, Pendekatan Ekonomi Solidaritas:  Sebagai Sarana Ekonomi dan Tujuan Gerakan Sosial Politik. Forum yang berlangsung secara daring ini menghadirkan aktivis dan penggerak gerakan sosial yang sudah menerapkan pendekatan ekonomi solidaritas guna memastikan keberlanjutan gerakan sosial yang sedang dilakukan masing-masing. Dina Lumbantobing dari Perkumpulan Sahda Amo (Pesada) Sumatera Utara, Romlah dari Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Jakarta Timur, Stefanus Masiun dari Credit Union (CU) Keling Kumang, Pontianak, Kalimantan Barat, Ngurah Termana dari Taman 65, Bali hadir sebagai pembicara selain juga Komunitas Pemberdaya, Pengurus serta Badan Eksekutif Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa). Kamala Chandra Kirana juga hadir sebagai fasilitator.

Forum Belajar Sumber Daya Baru (FAJAR) adalah ruang belajar untuk mengembangkan konsep sumber daya transformatif bagi gerakan sosial, merespon penyempitan ruang gerak masyarakat sipil. Forum sudah berlangsung sejak akhir 2023 ini mendiskusikan lima isu utama: aset, pemanfaatan, pengembangan, ekosistem, keberlanjutan, dan penyebaran inisiatif ke komunitas lain. Salah satu pendekatan alternatif yang sangat relevan dan penting dalam ruang perbincangan dan pencarian sumber daya transformatif tersebut adalah bagaimana menemukan, membangun dan merawat keberlanjutan gerakan masyarakat sipil yang berbasis pada pendekatan ekosistem sosial ekonomi yang berlandaskan pada asas saling percaya, saling merawat dan saling bahu-membahu (solidaritas). Bagaimana pendekatan, model dan praktik ekonomi solidaritas seperti koperasi atau alternatif lainnya dapat menjadi sarana ekonomi untuk tujuan gerakan.

Dina Lumbantobing sebagai pembicara pertama membuka forum dengan cerita mengenai tantangan yang dihadapi saat bertemu dengan wilayah suku minoritas, Pakpak yang jarang dikenal di Sumatera Utara pada tahun 90-an dan melihat kemiskinan di sana  yang memengaruhi perempuan sehingga kemudian memulai pendekatan melalui program untuk anak-anak dan memperhatikan betapa berat beban perempuan dalam masyarakat. Dengan dukungan Ashoka dan pengalaman di Bina Swadaya, Dina mengedukasi perempuan tentang menabung, pengelolaan ekonomi, dan hak asasi manusia. Gerakan tersebut berkembang menjadi kelompok simpan pinjam dan Credit Union (CU), yang memberdayakan perempuan secara ekonomi dan politik. Kini, perempuan Pakpak terlibat aktif di politik lokal, dan gerakan ini terus berdampak positif di berbagai kabupaten.

Romlawati dari PEKKA berbagi pengalaman bagaimana awal aktivitas PEKKA yang dirintis oleh Nani Zulminarnsi. Bermula dari mendokumentasikan kehidupan perempuan kepala keluarga, para perempuan ini kemudian diajak berorganisasi, dan kegiatan simpan pinjam dipilih sebagai pintu masuk untuk memberdayakan perempuan yang sebagian besar sangat miskin. Simpanan awal yang sangat kecil  dan ternyata mengikat mereka sebagai perempuan kepala keluarga. Setelah melakukan kegiatan simpanan selama tiga bulan, simpanan tersebut bisa digunakan sebagai pinjaman, termasuk untuk pendidikan dan kesehatan. Pada 2004, kelompok-kelompok simpan pinjam mulai bergabung di tingkat kecamatan hingga kabupaten. Pekka juga mengembangkan usaha grosir melalui PekkaMart untuk kebutuhan dasar anggota, dan di tahun 2016, Koperasi Artakarya dibentuk untuk membantu pemasaran produk ibu-ibu Pekka. Pekka membangun rantai pasok lokal dan mengadakan pasar-pasar yang tidak hanya menggunakan uang tetapi juga barter. Pekka menekankan ekonomi yang adil, mendukung pendidikan, dan advokasi kebijakan lokal yang mendorong kesejahteraan anggotanya.

Integrasi Islam dan Ekologi: Inovasi Kurikulum Green Islam di Pesantren Ath Thaariq

“Kami percaya bahwa menjaga alam adalah bagian dari tanggung jawab spiritual kita sebagai umat Islam. Dengan pemikiran itulah, kami merancang kurikulum berbasis Green Islam untuk mendidik santri dan masyarakat luas tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam sesuai dengan ajaran Islam,” ujar Nisya Saadah, pendiri Pesantren Ekologi  Ath-Thaariq Garut pada Jumat, 2 Agustus 2024, melalui pertemuan online bersama Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa).

Nisya Saadah, atau yang akrab disapa teh Nisya menyampaikan bahwa kurikulum ini tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga pada bagaimana ajaran Islam dapat diterapkan dalam konteks perlindungan lingkungan dan bertujuan untuk mengintegrasikan ajaran Islam dengan prinsip-prinsip ekologi, agroekologi, ekofeminisme serta menegaskan peran penting pesantren dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan memperkuat hubungan manusia dengan alam berdasarkan nilai-nilai keislaman. Atau dengan kata lain kurikulum ini menjadi bagian dari upaya untuk menjadi rahmatan lil alamin, atau rahmat bagi seluruh alam.

Melalui integrasi tiga komponen utama, yaitu Kurikulum Agama Islam sebagai Agama Semesta, Kurikulum Ekologi, dan Kurikulum Ekofeminis, Teh Nisya mengajarkan para santri di Pesantren Ath-Thaariq untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam menjaga lingkungan, seperti konsep Tauhid, Khalifah (wakil di muka bumi), dan Fitrah (kesucian).

Sejak 2008, Pesantren Ath-Thaariq telah dikenal sebagai pelopor dalam pendidikan berbasis ekologi di Indonesia. Pesantren ini mengajarkan santri untuk bertani, mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, dan memperkuat hubungan antara manusia dan alam sebagai bagian dari ibadah mereka.

“Kami berharap kurikulum ini tidak hanya bermanfaat bagi santri di pesantren, tetapi juga dapat diimplementasikan oleh masyarakat luas yang peduli terhadap lingkungan,” tambah Nisya.

Kurikulum Green Islam  sendiri merupakan gagasan  teh Nisya bersama Salwa Khanza (putrinya) dan Tarmizi, Ketua Ekologi Indonesia sejak 15 September hingga 24 November 2023. Hal yang membedakan kurikulum Green Islam yang disusun teh Nisya dan tim terletak pada Kurikulum Ekofeminis yang disampaikan. Hal ini karena kerap kali Green Islam hanya dipandang sebagai kepanjangan Fiqih Lingkungan. Padahal lingkup Green Islam lebih luas karena mengartikulasikan nilai-nilai dan elemen dalam Islam, di antaranya Tauhid, Fiqih Lingkungan, Akhlak Lingkungan, Kesetaraan, Amanah, Keadilan, Amal Sholeh, dsb. 

Dasar dari penulisan kurikulum ini sendiri berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan pendapat ulama. Kurikulum berbasis epistemologi ini dapat dikatakan sebagai pengantar karena masih ada beberapa pembahasan lebih jauh. Meski demikian, kurikulum ini sangat penting dipelajari baik dari kalangan santri, mahasiswa, umum, hingga konsultan Pembangunan karena menggunakan pendekatan Islam yang holistik dan universal. Pesantren At-Thariq adalah salah satu mitra Pundi Hijau Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) tahun 2023 yang  mendapat dukungan dari ClimateWorks Foundation.

Solidaritas bagi Bu Betet:  Ketegaran Hati yang Menginspirasi

Kamis 18 Juli 2024, musibah kebakaran menimpa rumah Bu Betet (nama panggilan untuk Ibu Sumiyati) seorang penyintas 65. Peristiwa kebakaran terjadi pada sore hari, saat Ibu sedang beribadah ke gereja. Kebakaran berhasil dipadamkan dengan bantuan warga setempat bersama pemadam kebakaran dan hanya menyisakan tembok pada beberapa sisi rumah dan beberapa kursi yang masih cukup layak untuk digunakan. Bu Betet pada masa mudanya adalah juga seorang perias pengantin, Ibu tidak segan memberi pengurangan bahkan tidak keberatan ketika pengantin tidak memiliki dana tidak ada bayaran bagi pekerjaannya. Beberapa waktu ini, rumah Bu Betet kerap kali digunakan untuk menjadi tempat tinggal bagi  mahasiswa yang tengah melangsungkan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di desanya. Tak mengherankan jika dibalik musibah yang terjadi, muncul kehangatan yang tak terduga. Tetangga dan kerabat segera berdatangan untuk memberikan simpati dan dukungan. 

Sehari selepas musibah kebakaran, bantuan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) datang. Bersama dengan tetangga, mereka bahu-membahu membangun kembali rumah Bu Betet. Hal ini menggerakkan hati Mas Ari, salah satu tetangga Bu Betet yang juga seorang kontraktor yang dengan sukarela menanggulangi  biaya pembangunan kembali rumah tersebut. Sebuah tim bahkan dibentuk oleh masyarakat sekitarnya, untuk memperlancar proses pembangunan, mengurus dapur umum, dan mengelola segala bantuan yang masuk.

Bu Betet merupakan sosok yang tangguh, baginya, “Derita jika dijalankan memang menyakitkan namun kalau dihayati indah pada waktunya.” Ia selalu menebar senyum dan tidak sedikitpun memperlihatkan kesedihannya saat para relawan datang menemuinya. Selama proses pembangunan kembali rumahnya Bu Betet memilih tinggal di tenda yang diberikan Kemensos walau beberapa warga menawarinya bermalam di rumah mereka. Namun Ia menolak dan memilih tetap tinggal dan bermalam di halaman rumahnya. Rumah yang penuh kenangan. 

Bu Betet adalah juga seorang yang tak pernah lepas dari doa dan syukur. Atas solidaritas yang mengalir dari banyak orang, melampaui yang dia bayangkan, Ibu mengucapkan banyak terima kasih dan mendoakan para relawan dan donatur. Menurut Ibu, yang pernah hampir kehilangan nyawa karena ditangkap dalam tragedi 65, kehilangan materi bukanlah hal yang terberat. Sikap Ibu yang tegar ini mengundang rasa takjub dari relawan ataupun donatur yang berkunjung, alih-alih menghibur Bu Betet, malah mereka yang belajar banyak dari kearifan beliau.

Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) sebagai organisasi dengan  visi memperjuangkan kehidupan yang adil, bermartabat, dan sejahtera bagi semua , melakukan penggalangan donasi. Dan mengumpulkan bantuan sebesar Rp. 8.500.000 yang disalurkan kepada Bu Betet melalui mitra IKa, Sekretariat Bersama (Sekber) 65. Sekber 65 sendiri merupakan organisasi paguyuban para penyintas 65 yang kegiatannya fokus pada pendampingan lansia penyintas. IKa juga menyempatkan diri hadir mengunjungi Bu Betet, sebelum meninggalkan lokasi, Ibu berpesan,”Jadilah orang yang berguna”.

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!