Mengembangkan Konsep Sumber Daya Transformatif; Pengelolaan Sumber Daya Mandiri dan Berkelanjutan di Komunitas Lokal

Forum Belajar ke-empat (FAJAR #4) diadakan pada Kamis, 30 Mei 2024, di kantor Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa). Acara ini menghadirkan pakar yang terdiri dari penggerak, aktivis, dan akademisi yang berbagi pengalaman dalam pengelolaan sumber daya gerakan sosial berbasis kemandirian, keswadayaan, dan keberlanjutan. Para pembicara termasuk Prof. Dr. Melani Budianta dari Jaringan Kampung Nusantara, Noer Fauzi Rahman Ph.D, Farida dan Wakhit Hasyim dari Wangsakerta, serta Hambali dari Mitra Aksi, dengan Kamala Chandra Kirana sebagai fasilitator.

FAJAR #4 merupakan ruang belajar untuk mengembangkan konsep sumber daya transformatif bagi gerakan sosial, merespon penyempitan ruang gerak masyarakat sipil. Forum ini mendiskusikan lima isu utama: aset, pemanfaatan, pengembangan, ekosistem, keberlanjutan, dan penyebaran inisiatif ke komunitas lain.

Noer Fauzi Rahman berbagi pengalaman mengelola sumber daya advokasi agraria melalui Perhutanan Sosial dengan pendekatan agro-ekologi, sedangkan Farida dan Wakhit Hasyim dari Wangsakerta menceritakan pengorganisasian ekonomi komunitas berbasis agro-kultur di Cirebon. Hambali dari Mitra Aksi berbagi tentang kapitalisasi aset transformatif yang mencakup pengembangan aset lembaga dan komunitas. Prof. Dr. Melani Budianta membahas pengalaman Jaringan Kampung dalam memaknai aset sebagai pusat perjuangan melawan kemiskinan dan penaklukan kota.

FAJAR #4 juga membahas pembangunan keberlanjutan dan ekosistem pengembangan sumber daya transformatif serta pentingnya pewarisan pengetahuan. Forum ini merekomendasikan pemetaan komunitas berbasis kolektivitas dan keterkaitan dengan misi gerakan sebagai langkah awal untuk membangun model praktik komunitas dalam pengembangan sumber daya mandiri dan berkelanjutan.

Calling for Youth Community

Panggilan untuk Komunitas Muda Berdaya! Untuk pertama kalinya, IKa membuka Call For Youth Community untuk 8 komunitas terpilih yang masing-masing akan mendapatkan dukungan Rp. 3.000.000 per komunitas (dengan total Rp. 24.000.000).

IKa mendukung inisiatif baik dari komunitas muda dengan memberi daya dalam program Komunitas Muda Berdaya. IKa akan memberikan dukungan catur daya (dana, jaringan, pengetahuan, dan kerelawanan) bagi Komunitas orang muda yang memperjuangkan kehidupan yang adil, bermartabat dan sejahtera bagi semua dalam kerangka hak-hak asasi manusia dan kelestarian alam.

Komunitas terpilih akan mendapatkan manfaat berupa Training peningkatan kapasitas, Kompetisi cerita perubahan, terlibat dalam Wiradewari (Festival Orang Muda untuk Kemanusiaan).

Buruan daftarkan komunitasmu untuk membawa perubahan bersama Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) berikut link pendaftaran: https://s.id/KomunitasMudaBerdaya2023

Meneroka Lanskap Filantropi: Perjalanan Reflektif

Peer-learning Event #ShiftThePower oleh Global Fund for Community Foundations (GFCF) yang diselenggarakan di Tewa Center, Kathmandu Nepal pada bulan Mei 2023 dihadiri aktor filantropi dari berbagai negara.

Pertemuan peer-learning #ShiftThePower yang diselenggarakan oleh Global Fund for Community Foundations (GFCF) di Tewa Center, Kathmandu, Nepal pada Mei 2023, menjadi ajang berkumpulnya beragam aktor filantropi dari berbagai penjuru dunia.  Tanpa saya duga, begitu saya melangkahkan kaki ke ruang yang penuh dinamika ini, timbul perjalanan mendalam menuju introspeksi dan telaah ketat mengenai dinamika kekuasaan dalam ranah filantropi. Diskusi dan wawasan yang dihasilkan menjadi pengalaman yang menantang pemikiran, mendorong saya untuk mengevaluasi pemahaman sebelumnya mengenai pentingnya organisasi semacam Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dalam kapasitas kami sebagai Organisasi Sumber Daya Masyarakat Sipil (OSMS).  

Pertemuan ini memberikan pencerahan, memperlihatkan dinamika kekuasaan yang sering kali  terabaikan dan tertanam kuat dalam organisasi perantara (intermediaries). Kami terdorong untuk mengurai dengan cermat kompleksitas ini – dan dengan penuh kesadaran mengevaluasi pengaruh kami terhadap komunitas yang kami layani. Kami merasa terpanggil untuk merenungkan apakah niat baik kami tanpa disadari memperkuat narasi yang menegasikan otonomi dan sumber daya komunitas lokal. Kini, jelas bagi saya bahwa kita harus menghapus stigmatisasi ini dan membina lingkungan di mana komunitas diakui sebagai agen perubahan aktif dan pengambil keputusan dalam pandangan mereka sendiri.

Dalam pertemuan, ditegaskan pentingnya mendepak dinamika ‘pemberi dan penerima’ sumber daya yang konvensional, serta merekonseptualisasikan kemitraan sebagai kolaborasi yang adil. Kita harus melepaskan kacamata yang sarat prasangka eksternal dan merangkul pendekatan yang lebih mengakar. Tak boleh lagi kita memaksakan solusi yang bersifat menggurui, tetapi harus berkomitmen untuk mendengarkan dengan aktif, beradaptasi, dan memberikan dukungan sejati.

Menjaga lokalitas dan kepemilikan lokal memang memiliki sejumlah tantangannya sendiri. Ini memerlukan rasa rendah hati dan dedikasi yang teguh untuk keterlibatan berkelanjutan. Namun, imbalannya sangatlah besar: lanskap filantropi yang adil dan berkelanjutan, yang memberdayakan komunitas untuk menjadi arsitek perkembangan mereka sendiri.

Seiring para peserta saling berbagi pengalaman dan wawasan, pemahaman bersama pun muncul – bahwa masyarakat sipil di wilayah selatan memiliki kapasitas luar biasa untuk menantang dan membentuk kerangka kerja berbasis otoritas dan solidaritas. Namun, untuk memahami gagasan ini, kita harus melampaui batasan ruang pertemuan konvensional dan berkomitmen untuk mewujudkan idealisme yang kita genggam. Terbatas dalam diskusi dan perumusan strategi saja tidak cukup; kita harus bersikap seperti gerakan.

Untuk mewujudkan esensi sebuah gerakan, kita harus melampaui partisipasi pasif. Untuk benar-benr membuat perbedaan, kita harus menunjukkan kemauan untuk keluar dari zona nyaman, menantang status quo, dan mengajak orang lain untuk bergabung dalam perjuangan kita menuju keadilan dan kesetaraan.

Sebagai warga Global Selatan, saya meyakini bahwa kita memiliki kewajiban yang khas untuk mendorong gerakan ini. Penting bagi kita untuk mengoptimlakna kekuatan kolektif kita, memanfaatkan kekayaan berbagai keahilan dan pengalaman untuk mendorong transformasi yang bermakna. Perubahan yang kita usahakan tidak diandalkan pada aktor atau institusi eksternal. Sebagai gantinya, kita harus beratnggung jawab atas trajektori kita sendiri dan menjadi agen transformasi dalam kapasitas kita masing-masing. Hal ini melibatkan memanfaatkan jaringan kita, baik daring maupun luring, membangun jaringan, bertukar sumber daya, dan memupuk kerja sama. Penting bagi kita untuk tak gentar menghadapi sistem dan struktur yang telah mengakar kuat dan mempertuasi ketidaksetaraan dan eksploitasi.

Kita bisa mengambil inspirasi dari sejarah yang telah membentuk dunia kita, dari perjuangan hak-hak sipil hingga perjuangan tak henti melawan kolonialisme dan penindasan sistemik. Gerakan-gerakan ini didorong oleh indiviu-individu biasa yang menolak tatanan yang ada dan berani membayangkan masa depan alternatif.

Pada akhirnya, fokus ini melampaui IKa atau lembaga lainnya. Ini mencakupi upaya kolaboratif yang melebihi batas geografis dan memberdayakan komunitas-komunitas yang kami berdedikasi untuk mendukung.

Kita harus terus berjalan bersama, menghadirkan perubahan yang berarti dan mengatasi tantangan bersama-sama. Kita menggengam tanggung jawab bersama untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan inklusif bagi seluruh masyarakat.

Tidak satupun dari kita yang hanya menjadi peserta pasif dalam skema besar kehidupan; karena kita adalah katalis perubahan dan arsitek perkembangan kita sendiri.

Artikel ini merupakan tulisan reflektif dari kegiatan Peer-learning Event GFCF tentang gerakan #ShiftThePower. Tulisan ini juga tayang  dalam Bahasa Inggris dan dapat diakses melalui website GFCF.

Selalu dapatkan kabar terbaru dari kami!